JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sinyal bakal adanya perombakan atau reshuffle Kabinet Kerja semakin jelas. Sejumlah nama-nama calon menteri bahkan telah beredar diperkirakan bakal menggantikan para pembantu presiden saat ini. Bahkan PDIP pun tak mau ketinggalan langkah, siap mengusulkan 10 nama calon menteri ke Presiden Jokowi.

"Setelah lebaran DPP akan bentuk tim, ketemu Presiden, akan kita serahkan nama berikut Curriculum vitae (CV) 10 calon menteri ke Presiden pada saat bertemu Ketum PDIP Megawati," kata Ketua Departemen DPP PDIP, Beathor Suryadi, Kamis (9/7/2015).

Sepuluh calon menteri itu terdiri dari tujuh tokoh laki-laki dan tujuh tokoh perempuan. Semuanya dinilai punya pengalaman cukup di DPR. Mereka diantaranya Pramono Anung, TB Hasanuddin, Arif Budimanta, Helmi Fauzi, Maruarar Sirait, Eva Kusuma Sundari, Dewi Aryani, dan Ribka Tjiptaning.

Nama-nama calon menteri itu dibahas serius usai acara buka puasa bersama sejumlah elite PDIP di Teuku Umar. Prinsipnya PDIP ingin Presiden Jokowi mengingat PDIP sebagai partai pengusung dan orang-orang yang ikut berjuang bersamanya waktu pilpres.

"Kita khawatir Pak Jokowi lupa karena kesibukannya. Orang-orang ini pernah ikut memperjuangkan di pilpres," kata Beathor yang juga menjadi penghubung PDIP dengan lembaga kementerian dan kepresidenan ini.

Menurut Beathor, menteri yang sekarang ini kerjanya tidak maksimal karena kurang pengalaman di parlemen. Karena itu yang disodorkan PDIP sebagian besar adalah mereka yang di parlemen lebih dari satu periode. "Kita usulkan kader utama, karena mereka pernah di DPR lebih dari lima tahun jadi mereka sudah paham tentang situasi politik anggaran, politik demografi, dan mereka paham tentang UU dan peraturan juga anggaran pusat sampai daerah. Jadi kematangan berpolitik di parlemen itu penting," paparnya.

MENKO POLHUKAM KENA GUSUR? -Salah satu menteri yang santer bakal terpental adalah  Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Laksamana (Purn) Tedjo Edhi Purdijanto. Tedjo selama ini kurang piawai dalam melakukan koordinasi, sinergi, berwibawa dan dapat berkomunikasi dengan publik dengan baik. Salah satu blunder Tedjo saat menyebut aksi demo mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka dan menolak pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri yang dilakukan sejumlah aktifis disebutnya sebagai orang-orang tidak jelas.

Terkait perombakan kabinet ini, Tedjo mengaku tidak terlalu memikirkan hal tersebut. "Nggak tahu saya. Terserah Pak Presiden saja," kata Tedjo setelah menghadiri buka puasa bersama Partai Nasdem, Sabtu (20/6/2015).

Tedjo mengatakan dirinya tidak terlalu memusingkan terkait isu reshuffle yang diisukan akan dilakukan menjelang atau setelah Lebaran. Pasalnya dirinya saat itu tidak akan berada di Indonesia. "Saya nggak tau kapan kalau pekan depan saya ke Rusia," ujar Tedjo. Tapi Bapak siap jika nantinya akan reshuffle? "Nggak tahu saya," jawab Tedjo singkat.

Tugas Menko Polhukam ini berat karena berkoordinasi dengan banyaknya kementerian. Menko Polhukam membawahi beberapa kementerian penting dalam cabinet, seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Informasi, Kementerian PAN dan RB, Badan Intelijen Negara (BIN), Kejaksanaan Agung, TNI, Polri, Lembaga Sandi Negara, dan Badan Koordinasi Keamanan Laut.

Lantas siapa yang pantas menggantikan Tedjo? Dari sepuluh daftar nama yang bakal diajukan PDIP terselip nama Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin. Kemungkinan besar TB Hasanuddin yang bakal dimajukan PDIP sebagai pengganti Tedjo menempati pos Menko Polhukam. Ia menguasai masalah pertahanan keamanan dan lama berkecimpung di bidang pertahanan di Komisi I DPR.

Hasanuddin juga pernah menjadi Sekretaris Militer di era Presiden Megawati sehingga sangat memahami masalah sosial politik dengan baik. Namun ada satu ganjalan akan kemampuan yang sifatnya koordinatif dari Hasanuddin, iya belum pernah menduduki jabatan tertinggi dalam struktur militer.

CALON KUAT - Selain Hasanuddin ada satu calon lagi yang cukup mumpuni untuk menduduki jabatan Menko Polhukam, yakni Jenderal Muldoko. Ia mantan Panglima TNI yang baru saja digantikan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo pada Rabu (8/7). Karier militer Moeldoko cukup baik sejak ia menjadi prajurit hingga berpangkat jenderal, selalu menempati posisi strategis di dalam struktur militernya.

Moeldoko juga telah meraih gelar Doktor (S-3) jurusan Administrasi Negara dari Universitas Indonesia. Salah satu hal yang menjadikannya calon kuat Menko Polhukan adalah kemampuan diplomasi dengan publik atau pun dengan lembaga legislatif, tidak kalah dengan para seniornya yang pernah menjabat Menko Polhukam, seperti Widodo AS dan Djoko Suyanto.

Nilai tambah lainnya dari Moeldoko adalah kedekatannya dengan Presiden Jokowi selama ini. Dus secara politik, Moeldoko masih diterima oleh semua pihak. Saat menjadi Panglima TNI, ia membawa TNI bersikap netral dalam Pemilu 2014. Ia selalu bisa menempatkan diri pada posisi sesungguhnya, yang membuat para tokoh politik seperti Megawati, Jusuf Kalla dan Prabowo tak pernah mengkritiknya.

Namun sebagai calon kuat Menko Polhukam, tentu saja Moeldoko tidak lepas dari sorotan negatif dari publik. Saat memimpin pasukan Siliwangi, Moeldoko sempat dikaitkan dengan apa yang disebut-sebut sebagai Operasi Sajadah, operasi yang disinyalir pengislaman pengikut Ahmadyah. Tapi soal ini sudah dibantah keras tidak ada operasi itu.

Sinyal penunjukan Moeldoko semakin kuat bila menilik pensiunnya yang lebih awal dari seharusnya Agustus, menjadi Juli. Apakah pensiun dini ini terkait dengan isu reshuffle kabinet yang belakangan ini mencuat? Seskab Andi Widjajanto buru-buru membantahnya.

"Tidak ada percepatan sebetulnya, normal-normal saja. Ya sesuai ketentuan, Presiden bisa mengusulkan pemberhentian pengangkatan Panglima TNI, yang pasti deadline-nya 1 Agustus," jelas Andi di Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta, Rabu (8/7/2015).

Andi mengatakan tidak ada hal khusus mengapa Jenderal Moeldoko pensiun dini. Menurutnya salah satu faktor adalah Jenderal Gatot Nurmantyo sudah disetujui sebagai Panglima TNI oleh DPR.

"Itu pertimbangannya Presiden. Hanya saya pikir prosedur admin normal saja bahwa dari DPR sudah disetujui melalui paripurna. Secara administrasi penetapannya bisa dilakukan, segera dilakukan oleh Presiden. Tidak ada hal-hal khusus," tuturnya.

Andi enggan berkomentar ketika ditanya apakah hal itu terkait dengan isu reshuffle kabinet yang menyebut Jenderal Moeldoko akan menduduki kursi Menko Polhukam. "Silakan ditanyakan ke Presiden," kilahnya.

Komen Moeldoko sendiri irit bicara soal pensiun dininya usai pelantikan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. "Enggak ada masalah," singkat Moeldoko. Habis lebaran jadi menko polhukam ya pak? tanya wartawan "Walah-walah.. jangan-jangan.. Ono ae wes to wes to," kilahnya.

Bagi Jokowi yang berasal dari kalangan sipil memilih Moeldoko sebagai Menko Polhukam sebuah keuntungan. Apalagi hingga saat ini, Moeldoko tak tertarik masuk menjadi pengurus partai hingga belum tercemar kepentingan politik. Jokowi layak menjadikannya partner dalam hal mengelola urusan politik, keamanan dan hukum. (dtc)

BACA JUGA: