JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto mendesak Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinetnya. Sebab telah lewat enam bulan kinerja pemerintah belum menunjukan hasil yang signifikan.    

Namun ia mengaku menyerahkan sepenuhnya persoalan reshuffle kabinet ini pada Presiden Joko Widodo sebagai pemegang hak terbesar. Namun ia tak mengecilkan fakta dari sejumlah menteri memang terdapat beberapa menteri yang perlu dipertimbangkan untuk dipertahankan.

"Ada beberapa yang perlu pembinaan lebih jauh, waktu enam bulan kita beri kesempatan, tapi jika tak cukup maka kita beri dukungan Presiden memilik yang lebih baik," ujarnya di Gedung DPR, Kamis (7/5).

Setya mengatakan jika ada perombakan kabinet kerja, Jokowi pasti sudah mempertimbangkan segala sisi baik buruknya. Ia berharap reshuffle ini tidak jadi muatan politis baru karena ada beberapa menteri yang memang memberikan kontribusi besar.

Sementara Pengamat Politik sekaligus CEO SLN Survey, Emrus Sihombing, mengatakan, sebenarnya jika sejak awal presiden memilih kabinetnya dari kalangan profesional tak akan muncul desakan reshuffle kabinet. Namun jika harus dilakukan resuffle, sebaiknya presiden meminta kepada organisasi profesi terkait.    

"Dengan mengajukan dua atau tiga nama lalu presiden memilih salah satu," kata Emrus kepada Gresnews.com, Kamis (7/5).

Ia menyontohkan, dalam pemilihan menteri kesehatan dapat diajukan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Atau bisa juga sang calon menteri profesional dipilih melalui lelang jabatan ke publik secara terbuka.

Reshuffle tidak akan relevan apabila mendikotomisasi latar belakang calon dari partai politik atau profesional. Sebab sebenarnya tidak ada menteri di pemerintahan yang murni profesional.

"Penentuan menteri tetap keputusan politis, jabatan menteri pun jabatan politik," katanya.

Jika presiden mau terbuka maka sebenarnya partai memiliki segudang sumberdaya manusia yang profesional. Untuk meminimalisir konflik, memungkinkan bagi presiden memilih menteri dari partai yang sekaligus profesional.

"Menteri tersebut dipastikan mampu melaksanakan tugas secara profesional sekaligus mendapat dukungan politik minimal dari partainya," katanya.

Perlunya dukungan politik ini juga sejalan dengan pandangan Jokowi yang disampaikan dalam Rakernas PAN. Dimana ia mengatakan dukungan politik dan keamanan sangat diperlukan untuk menyukseskan pembanguan negara.

Tetapi jika proses pemilihan menteri tidak profesional yakni dipilih akibat balas jasa, kedekatan atau droping kepentingan tertentu, maka menteri tersebut tak dapat dikategorikan profesional.

Sebab penentuan menteri secara profesionsl dipastikan tak akan mendapat dukungan politik. "Ini yang tak sejalan dengan pandangan Jokowi pada Rakernas PAN kemarin," ujarnya.

BACA JUGA: