JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kewenangan lebih yang diberikan kepada staf kepresidenan untuk masuk mengevaluasi tugas kementerian dikhawatirkan akan mengangkangi tugas menteri koordinator. Selain itu, kewenangan kerjasama kantor presiden dengan pihak lain dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya yang tidak dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa menjadi celah melakukan korupsi.

Presiden Jokowi terlampau sibuk dengan agenda blusukan di beberapa daerah sehingga melupakan poin penting dari pemberian mandat lebih kepada Kepala Staf Kepresidenan Luhut B Penjaitan. Seolah presiden tengah membiarkan orang-orang dekatnya di istana berebut kewenangan atas jabatan tersebut.

"Menteri-menteri akan dikendalikan oleh staf kepresidenan," ujar Uchok Sky Khadafi, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), dalam pesan singkat kepada Gresnews.com, Jumat (6/3).

Penambahan kewenangan staf presidenan diatur dalam peraturan presiden (Perpres) Nomor 26 tahun 2015. Dimana kewenangan Luhut selaku kepala staf kepresidenan tak lagi mengacu pada Perpres 190 tahun 2014 yang hanya sekedar mendukung komunikasi politik dan mengelola isu-isu strategis kepresidenan. Namun juga bertambah besar dengan ikut mengendalikan program prioritas.

Mengutip kata Presiden Jokowi, para menteri ini akan dievaluasi rutin program-program kerjanya melalui staf kepresidenan. Kewenangan ini dianggap aneh tatkala berarti, kewenangan menteri berada di bawah kewenangan staf kepresidenan. "Manajemen pemerintah bisa berantakan, ini namanya mengambil paksa tugas dan wewenang menteri kordinator," katanya.

Terlebih lagi, terdapat kewenangan yang paling rentan diantara kesemua, yakni bisa disalahgunakan kewenangan pendanaan. Sesuai Pasal 37 ayat (2) kantor presiden dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya yang tidak dialokasikan dari APBN. Artinya, alokasi anggaran dapat masuk ke kantor staf kepresidenan tanpa melalui kontrol baik melalui proses perencanaan dan penganggaran di APBN.

Hal iniĀ  dapat dikatagorikan penyalahgunaan kekuasaan. Sebab kantor staf kepresidenan dapat "dibajak" oleh pihak lain yang memberikan dana kepada kantor staf kepresidenan. "Tidak gratis, pasti mempunyai kepentingan untuk melaksanakan niat jahatnya," ujarnya.

Walaupun tahun 2015, alokasi anggaran yang akan digunakan staf kepresidenan merupakan alokasi anggaran Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP PPP) sebesar Rp60,9 miliar. Melihat kemungkinan buruk tersebut, CBA meminta presiden untuk segera membatalkan Perpres No. 26 tahun 2015 tentang kantor kepresidenan ini. Sebab, selain sumber dananya tidak jelas, posisi ini berpotensi terdapat tindakan korupsi dengan ditutupi oleh kekuasaan besar yang dimiliki oleh kantor staf kepresidenan.

"Memang diambil dari UKP PPP, tapi tidak menutupi kemungkinan akan meloncat naik karena boleh ambil sana-sini sesuai dengan Perpresnya," katanya.

Sebelumnya dikabarkan, penambahan kewenangan ini tak melalui koordinasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno. "Belum, tidak tahu saya. Setneg saja belum tahu, apalagi saya?," kata JK di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (4/3).

Jk mengkhawatirkan penambahan kewenangan Kepala Staf Kepresidenan tersebut berpotensi menimbulkan koordinasi yang berlebihan. Sehingga berpotensi menciptakan kesimpangsiuran koordinasi pemerintahan. "Jika terlalu banyak instansi yang bisa mengoordinasi pemerintahan maka mungkin nanti koordinasinya berlebihan, bisa simpang siur," katanya.

Hal senada disampaikan Mensesneg Pratikno yang mengaku tidak ikut terlibat dalam penyusunan Peraturan Presiden tersebut. Menurutnya, hal itu menjadi urusan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. "Saya tidak ikut prosesnya," ujarnya.

Di sisi lain, Presiden Jokowi menyatakan penambahan kewenangan Kepala Staf Kepresidenan dipastikan tak akan menyebabkan tumpang tindih kelembagaan. "Wapres tugasnya pengawasan. Pekerjaan banyak, bergunung-gunung tidak akan tumpang tindih, nanti ada aturannya sendiri," katanya beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: