JAKARTA, GRESNEWS.COM - Siklus kenegaraan yang terjadi setiap 74 tahun yang dapat membawa negara pada ambang kehancuran seperti Uni Soviet akibat tidak kuatnya lembaga yudikatif diprediksi tidak akan terjadi di Indonesia pada tahun 2019 nanti. Bukan karena yudikatifnya sudah kuat, namun sistem Bhineka Tunggal Ika-lah yang akan menyelamatkan.

"Faktor penyelamatnya bukan hanya di yudikatif tapi juga rakyat dan pemimpinnya," kata Pengamat Hukum Tata Negara, Budidarmono kepada Gresnews.com, Senin (8/12).

Apabila presiden nantinya tidak dapat menghentikan masalah yang muncul di siklus kenegaraan saat Indonesia merayakan ulang tahunnya yang ke 74 tahun 2019 nanti, rakyat masih bisa bersatu meminta pergantian pemimpin. "Di Uni Soviet kan memang rakyatnya yang ingin pisah," ujarnya.

Selama rakyat bersatu dan kuat maka siklus tersebut akan dengan mudah dilalui Indonesia. Namun, penguatan sumber daya manusia di tataran yudikatif dengan meningkatkan kualitas hakim jujur dan kredibel tentu tak boleh dilupakan. "Saat ini banyak masalah hukum yang bersifat spesifik dan hakimnya kurang mampu mengikuti perkembangan kasus dan undang-undang baru," kata Budi.

Dia mengingatkan, golongan eksekutif dan legislatif juga tak boleh terlalu banyak mengintervensi yudikatif. "Selama ini politisi kurang bisa menahan diri untuk tidak ikut campur, ini yang harus dipisahkan," ujarnya.

Ia juga menyarankan untuk mengantisipasi hakim kotor dengan membuat pertimbangan keputusan pengadilan dapat diakses publik. "Sehingga hakim yang tak adil bisa ketahuan, mereka bisa lebih berhati-hati lagi," katanya.

Sebelumnya, Mantan Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta, Ansyahrul meramalkan Indonesia akan memasuki siklus kenegaraan per 74 tahun pada tahun 2019 nanti. "Indonesia bisa hancur di siklus 74 tahun. Ini bicara data, bukan teori," katanya dalam Seminar ´Desain Status Hakim´ di Hotel Atlet Century, Senayan, Jumat (5/12) lalu.

Dalam analisanya, Uni Soviet didirikan pada 1917 dan hancur tepat pada 31 Desember 1991 ketika memasuki usia ke-74. Amerika Serikat pun nyaris hancur memasuki usia ke-74 dengan ditandai Perang Saudara yang dikenal dengan Perang Utara-Selatan yang menghasilkan Amandemen ke-13 dan menghapus perbudakan.

Hasilnya Uni Soviet bubar, namum Amerika bertahan. Dari kedua negara besar itu, kuncinya terletak di lembaga yudikatif. "Uni Soviet lembaga yudikatifnya lemah, partai komunis masuk. Amerika Serikat, yudikatifnya kuat, sehingga mereka bertahan," ujarnya.

Adapun Indonesia akan memperingati HUT ke-74 pada tahun 2019. Berdasarkan data dua negara adi daya itu, ia mengkhawatirkan kondisi Indonesia saat ini.

Ia mengibaratkan yudikatif sebagai roh, sedang eksekutif dan legislatif sebagai raga. Sehingga roh yang harus dipertahankan agar raga tidak mati. "Kita berada dalam fase-fase kritis. Di dalam 5 tahun ini harus ada penguatan yudikatif," ujarnya.

BACA JUGA: