JAKARTA, GRESNEWS.COM – Rasa kecewa Koalisi Indonesia Hebat (KIH) terhadap pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berbuntut pada dibentuknya DPR tandingan. Siang ini, (31/10), KIH rencananya akan menggelar pelantikan pimpinan DPR versinya sendiri.

KIH berpandangan pemilihan pimpinan komisi dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dilakukan secara ilegal sehingga hasilnya pun ilegal. Maka, seluruh produk hukum komisi juga secara otomatis akan bersifat ilegal.

Sementara pimpinan DPR dari Koalisi Merah Putih (KMP) tetap menafikan adanya rencana pelantikan tersebut karena dianggap tidak memiliki dasar hukum.

Wakil Ketua DPR fraksi Demokrat Agus Hermanto mengatakan pelantikan pimpinan DPR versi KIH tidak memiliki dasar hukum atau ilegal. Sehingga ia tidak merasa perlu untuk menanggapi apalagi hadir dalam pelantikan tersebut.

Terkait keabsahan dirinya sebagai pimpinan DPR yang digawangi Koalisi Merah Putih (KMP), pelantikannya dianggap sudah berdasarkan Tata Tertib DPR, Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3).

"Secara de facto kami dilantik Mahkamah Agung. Kami mengundang seluruh fraksi dan semua ada disana," ujar Agus di DPR, Jakarta, Kamis (30/10).

Ia menambahkan, eksistensinya sebagai pimpinan DPR yang sah juga sudah diakui oleh eksekutif yaitu Presiden Joko Widodo. Ia mencontohkan pimpinan DPR sudah pernah berkunjung langsung ke Jokowi untuk memberikan pertimbangan terkait dengan struktur kabinetnya. "Saat itu Jokowi mengatakan pada pimpinan DPR bahwa ingin bekerja dan bekerja," kata Agus menegaskan.

Dia merespon keinginan Jokowi untuk bekerja dengan mengatakan bahwa DPR juga akan segera membentuk komisi dan Alat Kelengkapan Dewan. Sehingga ia menilai Presiden Jokowi juga mengharapkan komisi dan AKD bisa terbentuk karena ingin cepat bekerja.

Komisi dan AKD mau tidak mau menjadi unsur penting bagi pemerintahan dalam menjalankan programnya. Terkait dengan Sekretaris Jenderal DPR yang diminta KIH untuk memfasilitasi pelantikan besok, ia mengharapkan agar Sekjen jangan melakukan langkah yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan.

Dianggap sepi oleh KMP, Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Ahmad Basarah menuturkan kepemimpinan komisi yang disahkan KMP tidak diakui KIH. Karena menurut hukum pemilihannya tidak memenuhi syarat tata tertib DPR Pasal 251 Ayat (1) dan (4) tentang pengambilan keputusan yang tidak memenuhi unsur setengah plus satu anggota dan setengah fraksi.

Sehingga secara logika kebijakan yang akan diambil komisi dan AKD bersifat ilegal. Menurutnya, pemerintah bisa mengabaikan segala bentuk koordinasi yang dilakukan pimpinan komisi versi KMP.

"Pimpinan komisi dan AKD adalah sarana menyampaikan aspirasi rakyat. Saya punya 82 ribu suara rakyat, ditambah 109 dari fraksi PDIP. Kalau dikonversikan dalam suara hampir 20 juta suara dimandatkan pada kami. Belum ditambah fraksi KIH lainnya," ujar Basarah di DPR, Jakarta, Kamis (30/10).  

Terkait pertemuan antara pimpinan DPR dengan Jokowi soal nomenklatur kabinet yang membuktikan Jokowi mengakui eksistensi pimpinan DPR yang digawangi KMP, menurutnya hal itu berada dalam konteks yang berbeda dengan yang terjadi dalam penetapan komisi dan AKD.

Sebelumnya, KIH dan KMP berkonflik terkait perebutan posisi pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD). KIH menolak menyerahkan nama-nama fraksi untuk komisi karena kedua koalisi itu tidak bersepakat soal jumlah pimpinan komisi.

KMP menawarkan hanya 6 pimpinan komisi, sementara KIH meminta agar setiap komisi dan AKD ada perwakilannya. Permintaan tersebut ditolak KMP. Akibat KIH belum juga mau menyerahkan nama komisi, akhirnya KMP mengambil langkah mengadakan pemilihan pimpinan komisi dan AKD tanpa melibatkan KIH.

BACA JUGA: