JAKARTA, GRESNEWS.COM - Juru Bicara Koalisi Merah Putih Tantowi Yahya membela koleganya yang kini menjadi ketua DPR RI Setya Novanto. Selama ini Bendahara Partai Golkar ini dituding terkait berbagai kasus tindak pidana korupsi dan tak pro terhadap pemberantasan korupsi.

Tantowi, yang juga politisi Partai Golkar ini, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan keterlibatan Setya dalam beberapa kasus tersebut. "Ini kan baru dugaan, silahkan KPK buktikan. Tersangka saja dia bukan," ujar Tantowi ketika dikonfirmasi wartawan, Jumat (3/10).

Selain itu, pria yang pernah berkecimpung di dunia hiburan ini juga membantah adanya upaya pelemahan terhadap KPK dengan terpilihnya Setya dan beberapa anggota dari Koalisi Merah Putih sebagai pimpinan DPR.

Bahkan menurut Tantowi, Koalisi Merah Putih akan memperkuat KPK sebagai lembaga anti korupsi. Namun, ia tidak menjelaskan upaya yang akan dilakukan kubunya untuk memperkuat komisi antirasuah tersebut.

Pembelaan juga datang dari Fadli Zon yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPR menyerang balik Abraham Samad. "Saya kira sebaiknya masing-masing bekerja sesuai tupoksinya. Kita juga ingin lembaga seperti KPK itu juga bekerja untuk memberantas korupsi tanpa tebang pilih sesuai tupoksinya, begitu juga lembaga lainnya, jadi jangan berkomentar seperti pengamat lah," kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (3/10).

Menurut Fadli, lembaga seperti KPK seharusnya tidak mengeluarkan pendapat seperti itu, karena masih belum menjadi suatu kenyataan. Waketum Gerindra ini juga enggan berandai-andai bila suatu saat status Novanto yang selama ini sebagai saksi, naik menjadi tersangka.

"Saya kira namanya isu, isu kan macam-macam kalau menyangkut masalah itu, itu masalah ada atau tidak. Jadi saya kira kita tidak mau dirugikan dengan segala macam isu yang belum tentu kebenarannya," ungkapnya.

Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad menyayangkan terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua DPR periode 2014-2019. Abraham menganggap, terpilihnya Setya akan membuat citra DPR sebagai lembaga yang terhormat terpuruk, karena yang bersangkutan disinyalir terkait beberapa kasus korupsi.

"KPK sangat Prihatin dan menyesalkan terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua DPR,karena yang bersangkutan punya Potensi mempunyai masalah hukum dan bisa merusak citra DPR sebagai lembaga terhormat," ujar Abraham, Kamis (3/10).

Selain KPK, terpilihnya Setya Novanto juga disesalkan Indonesian Corruption Watch (ICW). Lembaga pemerhati korupsi tersebut menganggap Setya banyak tersangkut kasus korupsi. Bahkan, indikasi tersebut diperkuat dengan putusan terhadap mantan Gubernur Riau Rusli Zainal yang menyatakan Setya menerima uang Rp9 miliar bersama Kahar Muzakir dalam kasus PON Riau.

ICW juga menganggap, Setya dan beberapa pimpinan DPR seperti Fahri Hamzah akan memperlemah kinerja KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebab, Fahri ketika itu pernah menyatakan akan membubarkan lembaga yang selama ini menjadi garda terdepan dalam memberantas korupsi di Indonesia.

"DPR akan memiliki keberpihakan dalam upaya pemberantasan korupsi dan penguatan KPK karena pimpinan DPR saat ini juga tersangkut dalam perkara korupsi dan menjadi saksi dalam perkara korupsi yang ditangani oleh KPK. Bahkan Wakil Ketua DPR terpilih, Fahri Hamzah pernah menyatakan ingin membubarkan KPK," ujar Koordinator Advokasi ICW Emerson Yuntho Kamis (2/10).

Selain itu upaya menguasai atau melemahkan KPK setidaknya diduga menjadi salah satu target utama dari sejumlah Partai Politik pendukung Koalisi Merah Putih. Dugaan  adanya target menguasai dan sekaligus melemahkan KPK bukan tanpa sebab. KPK dinilai sebagai penghambat kerja-kerja politisi maupun parpol khususnya untuk pendanaan partai maupun pribadi politisi. Sejumlah kasus korupsi yang ditangani oleh KPK juga menunjukkan adanya indikasi keterlibatan sejumlah petinggi partai pendukung Koalisi Merah Putih.

Upaya pelemahan atau penguasaan KPK melalui mekanisme di DPR setidaknya bisa dilakukan melalui banyak cara seperti:  1) proses fit and propert test  Calon Pimpinan KPK 2) proses legislasi di DPR (Revisi UU Tipikor, Revisi UU KPK, Revisi UU KUHAP dan KUHP adalah regulasi yang sangat memungkinkan bagi pelemahan  kewenangan KPK). 3) pemotongan anggaran KPK

Koalisi Merah Putih di DPR sendiri sudah menyatakan akan segera merevisi UU KPK. Jika hal ini benar terjadi maka umur KPK dipastikan akan pendek. Jika KPK berhasil dilemahkan, maka dapat dipastikan Koruptor di Senayan akan berjaya.

"Pastinya ICW tidak akan mengakui Setya Novanto sebagai Ketua DPR dan menilai yang bersangkutan juga tidak pantas menjadi Ketua DPR RI," tandasnya.

Indonesia Police Watch (IPW) juga menyayangkan terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua DPR periode 2014-2019. Karena itu, IPW menantang Koalisi Merah Putih (KMP) untuk mendesak Ketua DPR Setya Novanto memberi jaminan dirinya dapat memberantas ´mafia proyek´. Khususnya, ´mafia proyek´ yang diduga melibatkan oknum-oknum DPR, yang memangsa proyek-proyek di lingkungan kepolisian.
 
"Koalisi Merah Putih kan tidak terima dengan pernyataan KPK itu dan menyatakan sebaliknya. Untuk membuktikan Setya sebagai figur yang bersih, KMP harus memberi jaminan bahwa Setya mampu membersihkan mafia proyek yang melibatkan sejumlah oknum DPR. Khususnya, terkait proyek-proyek di lingkungan kepolisian," kata Ketua Presidium IPW Neta S. Pane dalam siaran surat elektronik yang diterima Gresnews.com, Jumat (3/10).
 
Alasannya, dari hasil pemantauan IPW, selama ini cukup banyak proyek pengadaan di lingkungan kepolisian yang direkayasa melalui oknum-oknum DPR. Akibatnya, banyak proyek yang tidak masuk akal, tapi terpaksa diterima Polri.
 
Misalnya dalam proyek pengadaan mobil patroli, yakni mobil 2500 cc sampai 3000 cc. Bahan bakar yang digunakan mobil ini adalah Pertamax Plus, sementara dalam mata anggaran Polri bahan bakar mobil patroli hanya premium sebanyak 5–10 liter per hari. Akibatnya, keberadaan mobil ini menjadi beban bagi polisi petugas patroli di jalanan.  
 
Begitu juga dengan proyek Pemanfaatan Optimalisasi Untuk Penguatan Sarana Prasarana Polri (POUPSP) di tahun-tahun lalu. Diantaranya pengadaan kuda yang harga per ekornya mencapai Rp460 juta, sedangkan anjing dihargai rata-rata Rp125 juta.

"Pengadaan hewan ini terbilang cukup mahal," tegasnya.
 
Bukti lainnya, lanjut Neta, adalah sejumlah anggota DPR yang sempat diperiksa KPK diduga menerima aliran dana proyek proyek pengadaan simulator surat izin mengemudi Korlantas Polri.

"Tak asing lagi, nama-nama anggota DPR seperti HH, AS, BS, dan lainnya diperiksa KPK sebagai saksi untuk proyek untuk simulator surat izin mengemudi Korlantas Polri," tegas Neta.
 
Seperti diketahui, Irjen Djoko Susilo divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam perkara proyek pengadaan driving simulator roda dua dan roda empat pada 3 September 2013. Dia dihukum selama 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Djoko terbukti memperkaya diri sendiri sebesar Rp 32 miliar dalam proyek yang dimenangkan PT CMMA. Kerugian keuangan negara dalam proyek ini Rp 121,830 miliar.
 
Kemudian, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Djoko dari 10 tahun penjara menjadi 18 tahun penjara. Putusan ini dijatuhkan Rabu 18 Desember 2013 dengan hukuman denda Rp 1 miliar. Selain itu, Djoko juga diharuskan membayar uang pengganti Rp 32 miliar.
 
Saat kasus tersebut ditangani KPK, lenmbaga anti rasuah ini sempat mengonfirmasi sumber dana dari proyek pengadaan simulator surat izin mengemudi Korlantas Polri dengan memeriksa sejumlah anggota DPR. Mereka diantaranya adalah Bambang Soesatyo, Aziz Syamsuddin, Herman Hery, dan Benny K Harman sempat menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk Djoko Susilo.
 
KPK memintai keterangan keempat anggota dewan itu setelah memperoleh keterangan dari Muhammad Nazaruddin yang menduga ada keterlibatan anggota dewan dalam proyek bernilai miliaran rupiah tersebut, meski sejauh ini tidak terbukti. (Karim Abdullah/dtc)
 

BACA JUGA: