JAKARTA, GRESNEWS.COM - Di akhir masa jabatannya, para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menerima uang pensiun berdasarkan aturan Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3) yang telah disahkan beberapa waktu lalu. Beleid ini pun mengundang perdebatan, pasalnya sejumlah pengamat menilai jabatan tersebut bukan jabatan publik dan negara melainkan hanya jabatan politik yang juga bekerja untuk kepentingan politik bukan negara.

Menanggapi hal ini, pengamat politik dari SIGI Medrial Alamsyah mengatakan, aturan soal upah pensiun anggota DPR telah disahkan dalam UU sehingga hanya tinggal mengikuti aturan tersebut. Menurutnya, akan sulit bicara soal aturan yang sudah disahkan. Walaupun begitu, ia menilai jabatan politik seperti anggota legislatif seharusnya tidak menerima uang pensiun.

Medrial mengatakan, secara moral anggota legislatif yang memiliki masalah hukum atau sudah ditetapkan sebagai terpidana juga tidak layak menerima upah pensiun. "Kecuali kalau seminggu sebelum dia ditetapkan sebagai terpidana, sudah bisa menerima dana pensiun. Beruntunglah dia, karena ini bicara hukum, tinggal ikut aturan saja," katanya pada Gresnews.com, Jumat (22/8).

Ketika bicara etika politik, anggota legislatif yang terlibat masalah pidana atau korupsi juga harusnya mengundurkan diri dan malu menerima dana pensiun untuk dirinya. Medrial menambahkan, sayangnya politisi kita saat ini tidak memiliki kesadaran untuk itu. "Mentalitasnya, mentalitas pekerja," lanjutnya.

Senada dengan Medrial, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens mengatakan konsep tunjangan pensiun harusnya diberikan pada pekerja publik dan negara. Ia mencontohkan pekerja publik dan negara yang bisa mendapat upah pensiun diantaranya pegawai negeri sipil, hakim, jaksa, tentara dan polisi. Menurutnya, pekerja publik dan negara ini dianggap pantas mendapatkan upah pensiun karena telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk negara.

"Mereka (pekerja publik dan negara) telah melepaskan sebagian hak personalnya. Masa DPR dikasih pensiun, mereka bekerja untuk partainya. Secara moral belum pantas. Perlu ada judicial review," ujarnya pada Gresnews.com, Jumat (22/8).  

Ia melanjutkan, pekerja negara bekerja untuk mengabdi pada negara, sementara anggota DPR bisa dikatakan bekerja untuk kepentingan kelompok politiknya. Apalagi menurutnya, kinerja DPR dan tingginya korupsi di DPR semakin membuat anggota legislatif tersebut tidak bisa dibenarkan untuk menerima dana pensiun. "DPR kan jabatan politik, kenapa harus diberi kekhususan lagi?" katanya.

BACA JUGA: