JAKARTA, GRESNEWS.COM - Media sosial kini jadi favorit para calon wakil rakyat untuk membangun citra mereka. Lewat media sosial ini, biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih murah dan memiliki jangkauan yang cukup luas dan dapat membangun interaksi publik. Keampuhan media sosial akan kembali diuji pada Pemilihan Umum 2014, namun yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan media sosial ini untuk membangun  demokrasi partisipatif, bukan sekadar menjadi alat menggapai kekuasaan semata.  

Keampuhan media sosial dalam kampanye sudah dibuktikan beberapa tokoh di beberapa negara maju. Bahkan dalam pemikihan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama mampu mendapat dukungan melalui media sosial. Namun sayangnya hal itu belum terbangun di negara-negara yang demokrasinya belum stabil.

Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya mengatakan di Indonesia media sosial digunakan sebagai cara untuk memobilisasi massa guna mendulang suara. Menurut Yunarto, seharusnya media sosial digunakan sebagai sarana untuk membangun demokrasi partisipasi.

"Cirinya penggunaan akun medsos digunakan tidak hanya jelang pemilu tapi memelihara follower-nya. Itulah yang berdampak membuat suatu produktivitas atau tidak," kata Yunarto Wijaya, Sabtu (22/2).

Tokoh lokal yang memanfaatkan dengan baik media sosial adalah Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta. "Jokowi dulu tahun 2012 bukti pertama kali sosmed bisa berefek besar, kami tahu ada tim-tim yang memiliki simpati terhadap pencitraan Jokowi masih banyak," tutur Yunarto.

Namun penggunaan media sosial untuk sosialisasi kampanye, menurut Yunarto, akan berpengaruh pada daerah yang terjangkau internet. Terutama di daerah yang sudah relatif maju dan berkembang. Sehingga buat para caleg yang ada di kota-kota, media sosial sangat efektif.

Namun Yunarto juga mencatat bahwa pengunaan sosial media yang semakin luas perlu adanya pembatasan. Pembatasan itu perlu dengan mencantumkan identitas yang terdata. Menurut Yunarto, keuntungan lain yang bisa didapat dari media sosial adalah jaringan dan jangkauan yang lebih luas. Dengan menggunakan komunikasi melalui dunia maya, kata Yunarto, orang semakin mudah untuk berinteraksi satu sama lain, dan tidak ada lagi batasan status sosial, jabatan ataupun usia.

Sehingga dalam media sosial semua dianggap sejajar. Hal inilah, menurut Yunarto, yang perlu disadari oleh para pengguna media sosial terutama para politisi dan pengusaha bahwa komunikasi dan kedudukan harus sejajar.

Lebih lanjut, demokrasi di Indonesia masih dibangun secara kuantitatif dan prosedural. Sehingga dengan adanya media sosial menjadi alat instrumen baru untuk membangun demokrasi partisipatif secara alamiah. Karena dengan berkembangnya teknologi memudahkan komunikasi berkembang menjadi berbagai bentuk termasuk melalui media sosial. Dengan penggunaan media yang tidak mahal dan sederhana, media sosial dapat menjadi sarana baru dalam membangun demokrasi.

Sementara itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko mengatakan media sosial bukan segalanya dalam berkomunikasi dengan para konstituennya di daerah. "Media sosial memang penting, hanya sebagai pembuka tapi bukan segala-galanya," kata Budiman kepada Gresnews.com, Sabtu (22/2).

Budiman mengaku bila media sosial memang penting, namun selain penggunaan media sosial, penggunaan jaringan di tingkat akar rumput masih menjadi andalan bagi politisi yang berasal dari Dapil di Banyumas. Seperti di Dapilnya yang mayoritas adalah masyarakat pedesaan yang masih menggunakan media-media konservatif. Terkait dengan penggunaan media sosial, Budiman mengatakan hal yang sangat penting saat ini yaitu bagaimana menggunakan media sosial untuk mencitrakan dan mengusung visi dan misi dari para penggunanya, terutama politisi.

"Pencitraan itu tidak haram dalam politik, tapi yang paling penting adalah bagaimana isi dari media sosial dengan ucapan-ucapan politisi, kalimat indah dan retorika bagus, serta membungkus ide cemerlang," imbuhnya.

Menurut Budiman, twitter adalah suatu sarana bagi warga negara untuk menjelaskan inti dari idenya, sehingga bisa membuat wow effect. Twitter juga memberikan tantangan baru sebagai arena dalam memeriahkan panggung politik.

Pada kesempatan yang sama Direktur Eksekutif Political Wave Yoze Rizal mengatakan media sosial digunakan sebagai sarana untuk merangkul kaum muda. Media sosial di Indonesia dan negara Asia lain saat ini mayoritas penggunanya adalah kalangan muda. Dengan demikian, penggunaan media sosial sangat penting untuk merangkul para pemilih muda bagi para politisi.

BACA JUGA: