JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menduga di balik negosiasi para pengusaha tambang kepada pemerintah terkait pelaksanaan Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba), terdapat tujuan untuk kepentingan Pemilu 2014. Ini menurutnya karena rata-rata pengusaha tambang berasal dari partai politik. Pasalnya UU Minerba sudah dibentuk sejak lima tahun yang lalu. "Undang-undang itu kan sudah lima tahun yang lalu dan sekarang perusahaan tambang malah tidak siap. Kalau begitu UU Tembakau kemarin, buruh tembakau bisa dong dimintain mundur," kata Said kepada Gresnews.com, Jakarta, Jumat (10/1).

Said juga menduga dibalik proses negosiasi antara pengusaha tambang dan pemerintah terdapat pihak internasional yang juga ikut melobi pemerintah. Pasalnya jika UU Minerba diterapkan maka pabrik pengolahan minerba yang ada di luar negeri akan terancam tutup. Said menegaskan hal tersebut merupakan bukti nyata bahwa mafia tambang dan migas menunjukkan kekuasaannya dengan alasan ketidaksiapan pembangunan fasilitas smelter.

Said mengaku dirinya ikut terlibat dalam pembentukkan UU Minerba. Dia mengungkapkan UU Minerba dipersiapkan pada tahun 2009, kemudian direncanakan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri harus sudah selesai 2011, dengan harapan tenggat waktu tiga tahun perusahaan tambang dapat mengimplementasi dan merealisasikan pembangunan fasilitas smelter.  

Namun pada akhirnya pemerintah takluk kepada pengusaha tambang dengan memberlakukan kebijakan ekspor konsentrat tembaga 15 persen. "Saya sangat kecewa ternyata dengan melobi-lobi UU bisa dinegosiasikan. Ini menunjukkan kita tidak bisa berdaulat kepada hasil alam kita," kata Said.

Said menilai kebijakan penurunan ekspor konsentrat 15 persen untuk tembaga tidak memerlukan pembangunan smelter.  Hal itu bisa dilakukan oleh orang biasa karena konsentrat 15 persen hanya diolah dengan melewatkan air setelah itu dicuci-cuci saja. "Kan lucu kalau kebijakan itu bisa dilakukan oleh orang biasa," kata Said.

Sementara itu Direktur Eksekutif Institute Resourcess Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan pemerintah telah bermain akal-akalan terhadap kebijakan ekspor minerba yang telah ditetapkan UU Minerba dengan cara mempermainkan kadar mineral dalam tembaga. Menurutnya jika mengacu kepada UU Minerba ekspor minerba yang bisa diekspor haruslah dengan kadar 100 persen.

Artinya, menurut Marwan,  pemerintah telah melanggar UU Minerba demi mengakomodasi keinginan pemilik tambang. Pemerintah dinilai Marwan telah mengakali pasal 103 dan pasal 170 UU Minerba untuk mengakomodasi kepentingan pengusaha tambang.

Menurut Marwan jika pemerintah ingin mengakomodir beberapa kontraktor tambang bukan dengan cara mengakali pasal-pasal di dalam UU Minerba, tetapi seharusnya pemerintah membentuk Perppu. Marwan menilai pemerintah malah memberikan kepada pengusaha tambang hanya tiga tahun untuk 15 persen karena membangun smelter dan sesudah itu menjadi 100 persen. Padahal kondisi yang ideal menurut UU Minerba tidak ada tenggat waktu untuk pemurnian.  "Kalau seperti ini seolah-olah pemerintah mau seenaknya saja dengan menafsirkan undang-undang. Sampai empat tahun memberikan waktu kepada pengusaha tambang seolah-olah itu putusan rakyat Indonesia," kata Marwan kepada Gresnews.com.

BACA JUGA: