GRESNEWS.COM - Tahun 2013 dan 2014 (saat Pemilu 2014 dilaksanakan) boleh disebut sebagai "tahun berat". Konflik politik, vertikal maupun horizontal potensial terjadi di masyarakat. Makanya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) - yang saat ini tengah membuka pendaftaran anggota baru - harus steril dari kepentingan politik.

Demikian salah satu poin yang diungkapkan Koalisi Perlindungan Saksi dan Korban (KPSK), terdiri atas Wahyu Wagiman, Deputi Direktur Pembelaan HAM untuk Keadilan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Emerson Yuntho dari Indonesia Corruption Watch, Sekretaris Eksekutif Institute for Criminal Justice (ICJR), Adiani Viviana, terkait dibukanya pendaftaran anggota baru LPSK.

Bukan Hanya Saksi, Juga Penegak Hukum

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membuka pendaftaran seleksi calon anggota Periode Kedua (25/3-8/4 2013). Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2006, LPSK diisi oleh tujuh orang anggota atau Komisioner, dengan masa jabatan lima tahun. Setelah berakhir dalam satu kali masa jabatan, anggota LPSK dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Dalam proses ini, Panitia Seleksi sebagaimana diamanatkan UU No. 13 Tahun 2006 dan Peraturan Ketua LPSK No KEP-042/LPSK/II/2013 tentang Susunan Panitia Seleksi, dan Pemilihan calon Anggota LPSK Periode 2013-2015, wajib menetapkan 21 nama calon anggota LPSK dan melaporkannya kepada Ketua LPSK untuk diteruskan kepada Presiden RI.

"Koalisi Perlindungan Saksi dan Korban mengapresiasi Panitia Seleksi. Karena dengan dibukanya seleksi calon anggota LPSK akan menjaga kesinambungan kinerja LPSK, yang akan berakhir pada 8 Agustus 2013," tegas mereka senada. Sehingga pelaksanaan tugas dan fungsi LPSK dalam melindungi saksi dan memberi bantuan kepada korban akan tetap berjalan.

Untuk proses seleksi, Koalisi Perlindungan Saksi dan Korban mengharapkan keseriusan Panitia Seleksi untuk mencari figur-figur yang berintegritas dan memiliki motivasi kuat untuk melayani masyarakat, bahkan bila perlu Panitia Seleksi harus menjemput calon yang dianggap berpotensi.

Koalisi juga mengharap tak ada intervensi dari LPSK dalam menentukan calon-calon yang akan diserahkan kepada Presiden RI. Panitia Seleksi juga harus memilih calon-calon anggota LPSK berdasarkan kepentingan atau urgensitas kerja-kerja LPSK ke depan. Misalnya, pakar perlindungan saksi, pakar di bidang dukungan terhadap korban kejahatan (victim support), bidang hukum HAM dan pidana, psikologi, medis, dan lain-lain.

Dengan begitu, Panitia Seleksi bisa menghasilkan calon anggota LPSK yang mampu menjalankan mandatnya untuk melindungi saksi dan korban. Sosialisasi Proses Seleksi calon anggota LPSK juga harus didorong ke masyarakat yang lebih luas, tidak terbatas pada aparat penegak hukum, birokrat atau akademisi, namun juga kepada Lembaga Swadaya Masyarakat, sehingga pelibatan elemen masyarakat sipil dalam seleksi bisa memberikan masukan yang cukup bagi Panitia Seleksi.

Dalam berbagai kesempatan, Emerson Yuntho juga menyatakan, sebaiknya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tidak merekrut anggota dari kepolisian. "Untuk menghindari konflik kepentingan," katanya di sebuah acara diskusi. Lebih jauh lagi, kata Emerson, LPSK seharusnya tak hanya melindungi saksi dan korban, tetapi juga melindungi penegak hukum.

Ia memberi contoh, dalam kasus kriminalisasi terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, LPSK mustinya bisa mengambil peran dengan melindunginya. Namun, mengingat anggota LPSK adalah anggota kepolisian, maka dalam hal ini dia berpendapat ada konflik kepentingan.

Konflik kepentingan sejenis itulah yang harus dihindari LPSK di masa depan, dengan wajah-wajah baru yang diharapkan lebih progresif. (*)

 

BACA JUGA: