GRESNEWS.COM - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana memimpin delegasi pemerintah ke Den Haag, Belanda, Minggu (3/3), untuk mengetahui langsung argumentasi akademis maupun prosedur teknis dan administrasi dari ratifikasi statuta Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC).

"Ini ikhtiar awal yang penting, untuk membuat warga negara Indonesia dilindungi oleh ICC, sebagai subjek hukum internasional. Bukan saja dari kejahatan luar biasa di masa depan, namun juga untuk mencari jawaban pasti terhadap pertanyaan: ´Apakah kejahatan di masa lalu yang bersifat continued crime dan karena itu tidak memiliki status kadaluarsa, seperti penghilangan paksa, dapat diperiksa ICC apabila diminta´," kata Denny dalam keterangan tertulis, Minggu (3/3). Delegasi akan bertemu dengan pejabat penting ICC sejak Senin, 4 Maret 2013.

Namun, ikhtiar pemerintah itu mendapatkan reaksi miring dari kalangan DPR. Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani menduga terdapat kepentingan-kepentingan politik di balik langkah itu yang dilakukan di tengah-tengah menaiknya elektabilitas Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto Djojohadikusumo dan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto.

"Ada apa di belakang ini? Saya menyarankan Wamen Denny Indrayana lebih baik membantu menterinya (Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin) untuk menyelesaikan undang-undang karena masih banyak undang-undang wajib pemerintah yang belum selesai," kata Yani kepada Gresnews.com, Minggu (3/3).

Prabowo memang telah lama dikait-kaitkan namanya dengan peristiwa penculikan dan penghilangan paksa sejumlah aktivis prodemokrasi pada 1997 ketika ia menjabat Komandan Kopassus. Aktivis Widji Thukul, Herman Hendrawan, Petrus Bima adalah mereka yang lenyap sampai sekarang. Selain itu, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) juga menemukan dugaan keterlibatan Prabowo dalam kerusuhan Mei 1998 dengan motif mendiskreditkan Panglima ABRI saat itu, Wiranto. Sejumlah warga etnis Tionghoa mengalami penyerangan massa saat itu.

Namun hingga saat ini tidak pernah ada Pengadilan HAM Ad Hoc untuk mengadili kasus Prabowo meskipun Pansus Orang Hilang DPR sudah merekomendasikan presiden untuk membentuknya sejak 2009.

Namun, Denny mengatakan jurisdiksi universal dari ICC secara umum dibatasi pada kejahatan-kejahatan yang terjadi setelah pengadilan permanen PBB ini berdiri, yakni pada 1 Juli 2002, saat statuta pendiriannya dinyatakan resmi berlaku (entered into force). "Pengadilan internasional ini hanya bisa bekerja di negara-negara yang telah meratifikasi statuta pendiriannya, kecuali ditentukan lain oleh Dewan Keamanan PBB," kata Denny.

Dimintai pendapatnya secara terpisah, Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Zainal Abidin membenarkan Statuta itu tidak berlaku surut. "Hanya kejadian setelah tahun 2002 yang berlaku," katanya, Minggu (3/3).

Zainal mengatakan seharusnya langkah Kemenkumham ke ICC itu tidak dipolitisir. "Seharusnya tidak berpengaruh politik, hanya mempelajari saja," ujarnya.

Muhammad Daud dari Divisi Pemantauan dan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) juga tidak melihat sisi politisasi dari kepergian Denny. Namun, dia justru menyoroti pembalikan logika pemerintah mengenai Pengadilan HAM Ad Hoc.

Menurut dia, hasil Rapat Konsultasi DPR dengan Presiden yang diwakili Menteri Hukum dan HAM Joko Suyanto menghasilkan keputusan bahwa Presiden belum bisa menetapkan Pengadilan HAM Ad Hoc dengan alasan Komnas HAM belum memberikan dan memutuskan tersangka pelanggaran HAM.

"Ini kan ngaco. Komnas HAM tugasnya menyelidiki nanti temuannya diserahkan ke Kejaksaan Agung. Sepertinya Joko Suyanto membalik logika," katanya.

Sebelumnya Wakil Ketua Komnas HAM periode lalu Yosep Adi Prasetyo mengatakan, ketidaktahuan sebagian besar masyarakat akan catatan kelam Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, sepanjang sejarah karirnya di Tentara Nasional Indonesia (TNI), adalah konsekuensi dari ketidakjelasan upaya penyidikan yang dilakukan Jaksa Agung.

"Kalau ada pengadilan HAM ad hoc, otomatis Prabowo juga akan tertolong, pengadilan pasti akan melakukan verifikasi apakah dia bersalah atau tidak," jelas Yosep.

Pria yang akrab disapa Stanley itu menambahkan, proses penyidikan dan penuntutan kemudian menuju pengadilan, masih terlihat terkatung-katung. "Memang ada indikasi beliau (Prabowo) disebut-sebut harus bertanggung jawab atas tragedi Mei dan penghilangan orang secara paksa, tapi itu kan baru temuan, jadi harus segera diselidiki lagi secara dalam oleh Jaksa Agung," tambahnya.

Sebagai informasi, ICC adalah pengadilan yang dibentuk oleh PBB dan memiliki jurisdiksi universal terhadap kejahatan-kejahatan luar biasa yang terjadi di negara manapun. Kejahatan-kejahatan luar biasa tersebut, berdasarkan statuta ICC mencakup Genosida, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, Kejahatan Perang, dan satu lagi yang masih dalam kontroversi, yakni Kejahatan Agresi. (LAN/GN-01)







BACA JUGA: