JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hubungan antar partai pendukung pemerintah yakni PAN dan PDIP sedang memanas. Berawal dari berhembusnya kabar reshuffle kabinet. Kedua partai ini pun saling tuding kebandelan masing-masing, situasi kian memanas setelah keduanya meminta satu sama lain untuk bungkam.

Berawal dari beda pendapat di RUU Pemilu dan Perppu tentang Ormas antara PDIP dan partai koalisi pendukung pemerintah dengan sikap PAN. Perbedaan sikap yang sering ditunjukkan oleh PAN sebagai partai politik pendukung pemerintahan membuat PDIP geram.

PDIP pun meminta agar PAN menyatakan berada di luar pemerintahan bila memang punya sikap berbeda. "Ketika partai menyatakan mendukung tapi di tingkat implementasi justru bersifat setengah setengah, presiden punya kewenangan untuk melakukan evaluasi, tetapi PDIP bukan dalam posisi untuk mendorong-dorong. Karena ini kewenangan sepenuhnya dari pak presiden untuk melakukan evaluasi kecuali PDIP dimintai pertimbangannya terkait evaluasi, tentu akan memberikan pertimbangannya," kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (13/7).

Hasto pun berharap PAN konsisten menunjukkan komitmen mendukung pemerintah dan ditunjukkan bukan karena kursi menteri, tapi juga ditunjukkan ke DPR. Sejalan dengan hal itu, Hasto mengatakan PDIP mendukung perombakan (reshuffle) kabinet demi mempercepat efektivitas program pemerintahan. Jika dibutuhkan, PDIP juga siap memberikan penilaian seperti rapor untuk para menteri.

"Sekiranya pak presiden meminta kami akan memberikan (rapor menteri). Dalam mekanisme sistem presidensial, kewenangan untuk melakukan reshuffle sepenuhnya di tangan bapak presiden," ucap Hasto usai acara konsolidasi internal partai di Lamongan, Sabtu (15/7).

PDIP menyebut perombakan kabinet dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan percepatan program pemerintahan Presiden Jokowi. Apalagi masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang harus cepat diselesaikan Jokowi.

"Reshuffle hanya bisa dilakukan atas kehendak bapak presiden, reshuffle dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan percepatan program-program pemerintahan Jokowi-JK. Dengan demikian sekiranya bapak presiden akan melakukan itu, PDIP akan memberikan dukungan sepenuhnya demi efektivitas dan tugas-tugas pemerintahan Pak Jokowi yang tidak ringan, mengingat program kerakyatan Pak Jokowi begitu banyak," kata Hasto.

SERANGAN BALIK PAN - PAN pun meluncurkan serangan balik, PAN ganti merinci ´kebandelan´ PDIP dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK). Politikus senior PAN Drajad Wibowo gantian mengingatkan PDIP juga beberapa kali tak sejalan dengan Jokowi, terutama mengenai posisi Menteri BUMN Rini Soemarno.

"Jika sepenuhnya mendukung Presiden, PDIP seharusnya mendukung Rini menjalankan perintah Presiden. Dalam banyak hal, PDIP justru di barisan depan mengganggu, atau minimal ikut mengganggu Rini," jelas Dradjad dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/7).

"Mulai dari penolakan Rini hadir di Komisi 6, kritik keras terhadap PMN bagi BUMN hingga kasus Pelindo II atau Jakarta International Container Terminal (JICT) dan proyek Semen Indonesia di Rembang. PDIP selalu menggoyang Rini, sementara di seberangnya, Presiden Jokowi terlihat mengandalkan Rini," imbuh dia.

PAN juga menepis tak mendukung pemerintah dan membeberkan sejumlah dukungannya ke pemerintah. "Sebagai bagian dari partai pendukung pemerintah, PAN secara konsisten menjalankan komitmennya. Hal ini terlihat dalam sejumlah legislasi dan usulan pemerintah di DPR didukung oleh PAN, antara lain nominasi Kapolri, APBN 2017, UU Tax Amnesty dan lain-lain," kata Sekjen PAN Eddy Soeparno melalui pesan singkat, Sabtu (15/7).

Eddy mengatakan soal beda pandangan di RUU Pemilu karena merasa belum diajak berdialog dengan partai politik (parpol) lainnya. Pihaknya mengaku terbuka untuk berdialog untuk mencapai titik temu.

"Terkait RUU Pemilu, PAN sangat terbuka untuk dialog agar suatu titik temu bisa tercapai. Hanya saja, kami merasa belum terundang ketika sejumlah parpol membahas isu-isu penting RUU tersebut beberapa waktu yang lalu," ujar Eddy.

Eddy menepis anggapan partainya juga berseberangan dengan pemerintah terkait Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang ormas. Dia menjelaskan partainya berusaha memberikan gambaran positif dan negatif terkait terbitnya Perppu tentang ormas itu.

"Terkait Perppu no 2/2017, PAN justru berupaya untuk menggarisbawahi manfaat dan mudharat Perppu yang dimaksud dan bukan serta merta menolaknya," katanya.

Sebagai partai koalisi pemerintah, kata Eddy, berbeda pendapat adalah hal yang lumrah. Meski begitu dia berharap perbedaan itu bisa disikapi bijaksana dan tidak ´mengusir´ PAN dari koalisi.

"Pada akhirnya, sesama saudara dalam satu keluarga pasti akan berbeda pendapat. Namun demikian, beda pendapat tersebut perlu disikapi secara arif dengan membuka ruang dialog dan jangan justru meminta saudara yang berbeda sikap itu untuk meninggalkan rumah," tutupnya.

SALING DIAM - Usai saling tuding kebandelan, kini masing-masing pihak meminta agar diam tak mengomentari partai lain. PAN dianggap tak setia dengan koalisi, padahal Jokowi membutuhkan dukungan kabinet yang solid.

Pandangan PAN yang berbeda kerap terlintas di media. Politikus PDIP Arteria Dahlan menyebut jika tak sependapat sebaiknya partai itu diam dan tak membuat kegaduhan.

"Paling tidak, kalau tidak sepakat, tidak mau bantu, baiknya kan mengambil sikap diam. Kalau seperti ini namanya bukan anggota dan mitra koalisi yang baik, ini namanya menunggangi pemerintahan sudah berkuasa. Kurang elok dan sangat tidak etis," ujar Arteria dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/7).

Kubu PAN juga gantian meminta PDIP diam dan tak mengomentari partai lain. Menurutnya, PDIP yang lebih dulu mengomentari sikap partainya.

"Itu kan kurang pantas Arteria ngomong begitu. Kalau minta partai lain diam, yang mulai PDIP komentari partai lain, kan dengan arogansinya kita kan punya hak jawab kita jelaskan posisi kita kan begitu," ucap dia.

Sikap PAN itu agaknya juga membuat ´gerah´ kader PDIP yang berada di pemerintahan, Mendagri Tjahjo Kumolo. Tjahjo mengatakan etika berkoalisi seharusnya mengedepankan kepentingan pemerintah demi membangun sistem yang konsisten. "Harusnya tidak elok berkoalisi tapi menikam dari belakang," ujar Tjahjo dalam keterangan tertulis, Jumat (14/7). (dtc)

BACA JUGA: