JAKARTA, GRESNEWS.COM - Upaya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk memperoleh kursi pimpinan nampaknya bakal mulus. Beberapa partai yang notabene merupakan mitra koalisi PDIP memberi sinyal untuk membantu upaya PDIP memperoleh kursi pimpinan di DPR RI.

Maman Imanulhaq Faqih dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memberi sinyal dukungan tersebut. Maman menganggap, permintaan PDIP sebagai partai pendukung untuk mendapat kursi pimpinan DPR merupakan hal yang wajar mengingat PDIP merupakan partai dengan perolehan kursi terbanyak pada Pemilu 2014.

"PKB menyambut baik revisi terbatas. Supaya pimpinan DPR menjadi representasi komposisi partai-partai di DPR ini," kata Maman di Senayan, Jumat (9/12).

Agar usulan itu mendapat dukungan fraksi di DPR, PDIP sendiri telah membentuk tim lobi untuk memuluskan usulannya untuk menambah komposisi pimpinan DPR. Tim lobi tersebut diketuai oleh Junimart Girsang dan Trimedya Panjaitan, Arif Wibowo, Risa Mariska dan Yulia Gunhar selaku anggota.

Namun begitu, Maman berharap agar wacana yang dikemukakan PDIP untuk mendapat kursi di pimpinan DPR tidak memberi pengaruh negatif terhadap konflik politik di parlemen. PKB sendiri, kata Maman, tak mempermasalahkan soal revisi UU MD3 sebagai payung hukum untuk mengubah komposisi DPR menjadi enam orang dengan mengakomodir  PDIP ke dalam kursi pimpinan.

"PKB selalu mengambil posisi moderat tapi juga menghargai proses musyawarah. Sehingga pembahasan UU MD3 tidak mencederai kembali seolah-olah mengingatkan rivalitas, jangan sampai terjadi," ujar Maman.

Saat ditanya soal apakah PDIP telah melakukan lobi ke PKB, dia tidak menjawab pasti. Tapi pada dasarnya PKB menghargai lobi yang akan dilakukan oleh PDIP. Bahkan sesumbar Maman mengungkapkan, revisi UU MD3 dengan mengocok ulang Alat Kelengkapan Dewan (AKD). "Kita belum tahu apa PDIP sudah melobi ke pimpinan PKB," tukas Maman.

Sinyal dukungan untuk PDIP juga muncul dari PPP. Sebelumnya, Epyardi Asda dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengungkap hal yang sama dengan Maman. Epyardi juga menganggap desakan menambah komposisi pimpinan DPR yang mulai diungkapkan Fraksi PDIP pada sidang paripurna pergantian Setya Novanto tak berlebihan.

Menurutnya, PDIP juga memiliki hak untuk menduduki posisi pimpinan DPR. Namun begitu, Epyardi lebih fleksibel. Epyardi bahkan menganggap perubahan itu tak mesti dengan melakukan revisi UU MD3. Dia melihat lebih luas, bisa saja dikembalikan Tatib DPR kepada yang lama sehingga proporsional antara partai bisa diwujudkan.

"Kalau Tatib sekarang ya tidak fair, kembali saja ke Tatib yang lama. Kalau Tatib sekarang kan partai pemenang tidak dapat apa-apa sedang partai yang sedikit perolehan suaranya duduk di pimpinan," ungkap Epyardi saat dihubungi gresnews.com.

Anggota Komisi II tersebut malah mendukung agar pembagian kursi pimpinan proporsional. Langkah itu untuk menekan gejolak politik Senayan agar lebih efektif kinerjanya. PPP sendiri, kata Epyardi, memang belum membahas persoalan penambahan kursi di pimpinan DPR. Namun Epyardi menyerahkan keputusan sepenuhnya ke fraksi.

"Asal proporsional saja saya dukung. Biar tidak bergejolak terus," kata politisi asal Sumatera Barat itu.

GENAP BIKIN SUSAH - Hanya saja, upaya PDIP mendapatkan jatah kursi pimpinan DPR ini dinilai bisa menimbulkan polemik. Presiden PKS Sohibul Iman mengkritik usulan penambahan kursi pimpinan untuk PDIP.

"Ini akan dibahas. Kalau ditambah satu kan jadi enam, jadi susah mengambil keputusan, harus ganjil. Misalnya itu contoh yang rasional," kata Sohibul kepada wartawan, Kamis (8/12).

Pimpinan DPR kini berjumlah lima, yakni Ketua Setya Novanto dan Wakil Ketua Fadli Zon, Fahri Hamzah, Taufik Kurniawan, dan Agus Hermanto. Menurut Sohibul, pembahasan wacana tersebut baru digaungkan saat paripurna kembalinya Setya Novanto sebagai Ketua DPR.

Hingga saat ini belum ada pembahasan lebih lanjut. "Kita belum membahas secara khusus ya. Ini kan muncul saat paripurna, sekarang apakah pimpinan DPR akan menindaklanjuti atau tidak sekarang ini belum ada komunikasi," ungkapnya.

"Kan kalau ingin membahas pimpinan akan mengundang seluruh fraksi untuk membahas usulan itu," sambung dia. Sohibul mengaku belum diajak berkomunikasi oleh PDIP. "Kepada saya belum," jawabnya.

Secara terpisah, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini juga mengungkapkan hal yang sama. Menurut dia belum ada pembahasan revisi UU MD3 di tingkat Badan Musyawarah (Bamus).

"Perubahan UU MD3 untuk menambah pimpinan DPR belum pernah dibicarakan di Bamus. Yang sudah disepakati untuk penguatan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)," kata Jazuli.

Menanggapi hal ini, pengamat politik dari The Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menganggap upaya PDIP untuk masuk ke dalam komposisi pimpinan DPR bisa saja dilakukan. Namun itu diperkirakan akan sulit kalau partai seperti Golkar masih belum memberi ruang.

Tapi celah itu sangat mungkin terjadi. Arya melihat komposisi politik koalisi di pemerintahan juga terkadang tidak seirama dengan konflik politik di parlemen. Karena, menurut Arya, bisa saja nanti usulan revisi tersebut akan memengaruhi ke alat kelengkapan dewan lain seperti ketua komisi. Tapi dengan menambah unsur pimpinan itu bisa saja menjadi jalan tengahnya.

"Kalau deadlock salah satu cara jalan tengah. Untuk mengakomodir dengan cara jalan tengah menambah kursi," kata Arya kepada gresnews.com, melalui sambungan teleponnya.

Meskipun begitu, Arya melihat penambahan kursi pimpinan menjadi enam juga diprediksi akan mengganjal proses pengambilan keputusan di DPR. Menurutnya tetap pada komposisi ganjil sehingga bisa memudahkan untuk memgambil keputusan strategis di parlemen.

"Terlalu banyak. Idealnya ganjil memang tidak ada aturannya. Karena kalau voting suaranya akan kusulitan. Akan susah juga," tukas Arya.

TIDAK BISA MENDADAK - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan jalan PDIP untuk merevisi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD atau dikenal (UU MD3) masih panjang. Fahri menyebut untuk merevisi UU MD3 itu harus melalui program legislasi nasional (prolegnas).

"(UU MD3) itu belum masuk prolegnas, kalau mau itu (revisi) harus dimasukkan ke prolegnas. Tidak bisa tiba-tiba nongol," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (9/12).

Fahri mengatakan pembahasan prolegnas itu merupakan hasil kesepakatan pemerintah yang diwakili Kementerian Hukum dan HAM dan DPR yang diwakili oleh Baleg. "Nantinya disahkan ke paripurna dimasukkan ke prolegnas masuk jadi pembahasan yang terjadwal," kata dia.

Fahri sendiri tidak sepakat dengan rencana revisi UU MD3 terbatas. Dia ingin revisi terkait UU itu dilakukan menyeluruh dan menegaskan fungsi dan tugas masing-masing lembaga.

"Saya cenderung perubahan yang menyeluruh, seperti yang kita inginkan DPR punya UU sendiri. DPR dimasukkan ke rezim lembaga daerah, supaya lembaga ini detail," bebernya.

"Jadi perilaku anggota diatur detail, tata tertib (tatib) masuk UU supaya kuat mengikat, kedisiplinan anggota meningkat. Kalau bisa revisinya komprehensif," sambung Fahri.

Fahri kemudian menjelaskan prosesnya. Dia mengatakan satu-satunya cara PDIP untuk mendapatkan kursi dengan mengusulkan revisi UU itu ke program legislasi nasional (prolegnas).

"Idealnya masuk prolegnas. Saya sudah baca, bilang ke PDIP memang enggak bisa kita maksa. UU punya DPR tapi rakyat melihat kalau ada kesalahan bisa mengajukan Judicial Review, repot," kata Fahri.

PDIP punya pilihan sebagai pintu masuk kadernya duduk di jajaran kursi pimpinan DPR. Mereka bisa meminta tambahan kursi atau mengganti salah satu pimpinan (kocok ulang). Fahri sendiri mengaku rela kursinya diambil oleh PDIP.

"Saya tidak ada masalah ditambah (pimpinan) tapi jangan kita melakukan kesalahan berjamaah, di-judicial review malu, wibawa DPR-nya turun. Masuk kursi saya bisa aja, kocok ulang, perubahan UU yang penting prolegnas dulu," kata dia. (dtc)

BACA JUGA: