JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengangkatan Komjen Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo beberapa hari lalu sempat membuat ramai ternyata tidak berhenti sampai disitu. Isu panas kembali bergulir lantaran Presiden Jokowi juga mencalonkan Wakabaintelkam Irjen Pol Lutfi Lubihanto sebagai pendamping Komjen Pol Tito Karnavian nantinya jika disetujui sebagai kapolri.

Hal ini membuat gaduh lantaran Irjen Luthfi bukan berasal dari golongan senior Polri sama halnya dengan Komjen Tito. Dikhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan yang semakin besar di kalangan jendral senior Polri.

Tito lulusan Akpol 87 menjadi Kapolri dengan melangkahi enam angkatan di kepolisian, yakni Akpol 81, 82, 83, 84, 85, dan Akpol 86. Sedikitnya ada 100 jenderal yang dilangkahi Tito. Selain itu menjelang Hari Bhayangkara hingga akhir 2016 ada sejumlah jenderal Polri yang memasuki masa pensiun.

Sementara Lutfi, lulusan Akpol 1984, jabatan terakhir jenderal bintang dua ini adalah Kepala Kepolisian Daerah Jambi. Pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, 23 Januari 1961 ini merupakan seorang perwira tinggi Polri yang sejak 31 Desember 2015 mengemban amanat sebagai Wakabaintelkam Polri.

Menurut pengamat militer Muradi, presiden tidak mempunyai wewenang untuk ikut campur dalam pengangkatan Wakapolri. Sebab pengangkatan tersebut merupakan kewenangan Kapolri baru dan Wankjati. Jika Presiden tetap memaksakan hal itu maka dikhawatirkan akan terjadi masalah baru di tubuh Polri.

"Sudah luar biasa loh waktu pak Tito diangkat tidak terjadi kemarahan besar dari para senior, maka jangan ditambah lagi," ungkap Muradi kepada gresnews.com, Selasa (21/6).

Ia menambahkan, kemungkinan Komjen Budi Gunawan yang merupakan salah satu perwira tinggi polisi paling senior yang masih aktif hingga saat ini tidak marah waktu ditunjuknya Komjen Tito sebagai Kapolri menunjukan bahwa Tito memiliki komunikasi cukup bagus dengan para seniornya. Sebab dalam kepolisian, komunikasi adalah hal yang paling penting untuk membangun konsolidasi internal.

Sedangkan terkait Irjen Luthfi, dinilai belum memiliki kapasitas yang mumpuni untuk melakukan komunikasi dengan baik. Apabila Luthfi dipaksakan menjadi Wakapolri akan menimbulkan masalah walaupun tidak sampai terjadi chaos.

Muradi menyarankan, agar Tito lebih bijaksana dan cerdas dalam menyikapi dinamika yang terjadi sekarang ini. Dalam budaya kepolisian sudah wajar apabila Tito mengangkat seniornya menjadi Wakapolri agar lebih mudah melakukan konsolidasi internal. Dikarenakan posisi senior dalam tubuh Polri memang tidak masuk pada ranah sistem tata kelola akan tetapi posisi senior dalam budaya Polri sebagai figur tentu tidak dapat diacuhkan begitu saja.

Selain itu, masa jabatan Tito yang cukup lama bisa menjadi siasat untuk mengakomodir kepentingan senior dan juniornya. Masa jabatan selama 6 tahun dapat digunakan Tito untuk merolling jabatan Wakpolri agar bisa diisi oleh angkatan 84 dan 85 untuk beberapa tahun.

Setelah itu bisa dilakukan pergantian jika ingin tetap mengangkat Luthfi, dikarenakan kebutuhan Tito bukan hanya mengumpulkan orang-orang yang dia anggap clear. Tetapi bagaimana untuk mengakomodir kebutuhan yang terjadi sekarang, seperti menjembatani antara angkatan tau dan muda.

"Luthfi itu dekat dengan Pak Jokowi waktu masih menjadi walikota dan Luthfi Kapolres. Jadi itu bukan menjadi alasan yang tepat untuk mengangkat Wakpolri," tegasnya.

PILIH SENIOR - Senada dengan Muradi, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo juga menyatakan agar Tito memilih wakilnya dari kalangan senior. Dalam hal ini ia menyarankan Budi Gunawan yang dipilih menjadi Wakapolri mendampingi Tito. BG dianggap bisa membantu Tito melakukan penetrasi hubungan harmonis terhadap para seniornya di kepolisian sehingga kedepannya jabatan Kapolri yang dia pegang akan lebih mudah.

"Pertahankan BG, dan lakukan penetrasi sehingga jembatan antara senior dan junior dapat terjadi," ujar Bamsoet di gedung DPR, Selasa, (21/6).

Jika Wakapolri yang diajukan oleh Presiden Jokowi adalah Luthfi, maka akan tercipta kumpulan jenderal muda di jajaran petinggi. Sehingga akan menimbulkan pertanyaan bahwa ada sesuatu yang terjadi dalam 3 tahunan ini, dikarenakan dari sekian banyaknya jenderal di kepolisian tapi tidak ada yang terpilih.

Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa menyatakan, motif kesemsemnya Pak Jokowi dengan Wakaba Intelkam Polri Irjen Pol Luthfi Lubihanto patut dipertanyakan. Sangat tidak bijaksana jika Presiden memaksakan keinginannya hanya karena kepentingan pribadi yang dapat menimbulkan chaos di tubuh Polri.

"Jika ini benar, maka Tito dan Luthfi akan membentuk gerombolan muda yang menyingkirkan seniornya," ujar Desmond di gedung DPR, Selasa (21/6).

Oleh karena itu, ia meminta agar pak Jokowi mempertimbangkan kembali rencana pengangkatan Luthfi sebagai Wakpolri dikarenakan hal tersebut bukan sebuah keputusan yang bijaksana. Karena jika Luthfi tiba-tiba melejit menjadi Wakapolri akan menjadi keajaiban yang akan membuat banyak orang tercengang.

"Ini motifnya politik, karena Luthfi pernah bertugas di Solo dan itu sudah sangat jelas," tegasnya.

Diketahui rencananya, Tito menjalani fit and proper test sebagai Kapolri Kamis, 23 Juni 2016 di Komisi III. Selasa (22/6), Komisi III yang membidangi hukum terlebih dulu mengundang PPATK, KPK dan Kompolnas untuk meminta rekam jejak Kepala BNPT itu.

Sementara Tito sendiri mengaku belum memikirkan siapa yang akan dijadikan Wakapolri jika dirinya telah sah menjadi Kapolri. Saat ini dia sedang fokus untuk persiapan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan Kamis pekan ini.

"Saya belum mikir itu. Baru mikir fit and proper test," kata Tito usai acara buka puasa bersama di rumah Ketua DPR Jl Widya Chandra, Nomor 10, Jakarta Selatan, Senin (20/6).

Tito mengatakan, saat ini dirinya sedang sibuk menyiapkan bahan fit and proper test, yakni terkait visi, misi dan materi lainnya. Dia pun pasrah akan hasilnya nanti. "Saya enggak tahu (hasilnya). Saya berdoa kepada Allah supaya lancar," kata mantan Kapolda Metro Jaya ini. (dtc)

BACA JUGA: