JAKARTA, GRESNEWS.COM – Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghinaan terhadap Peradilan (contempt of court) menuai pro dan kontra. Para pendukung beleid ini berpendapat perlu melihat banyaknya kasus penghinaan terhadap peradilan yang terjadi saat ini. Sementara mereka yang menolak beranggapan penghinaan pada pengadilan cukup diatur dalam KUHP sehingga tidak perlu diatur dalam undang-undang (UU) lainnya.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) fraksi PDIP Junimart Girsang mengatakan saat ini RUU contempt of court tidak masuk ke dalam RUU prioritas tapi masuk ke dalam program legislasi nasional DPR. "Sebelumnya UU ini belum pernah ada. Sebab contempt of court selama ini diatur dalam UU Mahkamah Agung," ujar Junimart saat dihubungi Gresnews.com, Jumat (5/6).

Ia menjelaskan RUU tersebut nantinya berisi aturan soal perbuatan atau sikap seseorang yang mengganggu jalannya persidangan dan bisa merendahkan martabat persidangan. Menurutnya RUU ini diperlukan karena berkaca pada praktek persidangan selama ini, mereka yang tidak merasa puas atas proses dalam pengadilan malah memaki-maki. "Itu kan tidak boleh," lanjutnya.

Senada dengan Junimart, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menyatakan dukungannya atas RUU Contempt of Court meskipun tidak semua orang setuju. Menurutnya, wacana ini perlu dibuka untuk didiskusikan. Sebab Indonesia saat ini sudah harus sampai pada tahap memperhatikan pentingnya menghormati pengadilan.

"Jadi sikap-sikap yang tidak menghormati putusan pengadilan, hakim, forum pengadilan harus diatasi. Sebab demokrasi yang sehat hanya mungkin tumbuh dan berkembang kalau diiringi dengan respected and respectable judiciary yaitu cabang kekuasaan kehakiman yang dihormati dan terhormat," ujar Jimly pada Gresnews.com usai rapat koordinasi persiapan Pilkada dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu di KPU, Jakarta, Jumat (5/6).

Berbeda dengan lainnya, pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia Muzakkir mengatakan RUU tersebut untuk saat ini tidak penting dan tidak perlu menjadi prioritas. Sebab poin contempt of court sudah masuk ke dalam RUU KUHP.  Masalah penghinaan terhadap peradilan cukup diatur dalam KUHP dan tidak diperlukan pengembangan UU parsial dalam perkembangan hukum pidana saat ini.

"Jadi lebih baik gunakan sarana hukum yang ada saat ini," ujar Muzakkir saat dihubungi Gresnews.com pada kesempatan terpisah, Jumat (5/6).

Ia melanjutkan pasal-pasal yang ada di dalam KUHP cukup berdayakan sudah cukup mengatur contempt of court. Menurutnya yang perlu dilakukan saat ini adalah berupaya agar pengadilan tidak dihina. Caranya pengadilan, panitera, jaksa, dan polisi harus bertindak profesional sesuai kode etik.

Menurutnya kalau semua pihak terkait pengadilan dan aparat hukum profesional dengan tidak menyalahgunakan wewenang, maka secara tidak langsung mereka menjaga wibawanya sendiri. Sehingga hal itu yang penting. Kalau ada UU yang mengatur contempt of court tapi internalnya sendiri tidak melakukan perbaikan sistem justru akan berpotensi memunculkan tindakan penghinaan pada pengadilan.

"Mestinya mahkamah agung, jaksa agung, polri dan jajarannya perbaiki kinerja mereka sendiri. Supaya meningkatkan profesionalisme, saya yakin contempt of court tidak akan terjadi," tuturnya.

BACA JUGA: