JAKARTA, GRESNEWS.COM - Para terdakwa kasus korupsi akan mempunyai "rumah baru" mulai Senin (16/11) ini. Mereka tidak lagi duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang berlokasi di Jalan HR. Rasuna Said Kavling C 19, Kuningan, Jakarta Selatan.

Para terdakwa itu kini bersidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, (Tipikor) yang berlokasi di Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat. Ini berarti, selesai sudah "masa bakti" Pengadilan Tipikor, Kuningan yang menjadi tempat para terdakwa korupsi menunggu nasib sejak 2007 lalu.

Setidaknya, ada empat terdakwa korupsi yang pertama kali mencicipi lokasi baru ini. Mereka adalah mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella, dan juga mantan Menteri ESDM Jero Wacik.‎

Ketiganya mempunyai agenda yang sama yaitu pemeriksaan saksi. Dan satu lagi, mantan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara, Medan Syamsir Yusfan yang akan membacakan pembelaan atau pledoinya dalam kasus suap pengajuan gugatan perkara Bansos.

Di lokasi baru, secara ukuran memang jauh lebih besar dari gedung lama. Tercatat ada 21 ruang sidang yang bisa digunakan para hakim untuk memproses suatu perkara. Dari jumlah itu, khusus untuk kasus korupsi mempunyai jatah 4 ruang yang berada di lantai satu dan lantai dua.

Untuk lantai satu, sebenarnya ada dua ruang sidang yang diberi nama Kartika I dan II. Ruang di lantai satu ini merupakan yang utama dibanding dengan ruang lainnya. Alasannya, ruangan ini mempunyai luas lebih besar dan bisa menampung sekitar 100 pengunjung sidang.

Selanjutnya ada di lantai dua disebut dengan nama Cakra. Ada tiga ruang sidang disini dan memang diperuntukkan bagi kasus tindak pidana korupsi. Ruang ini sedikit lebih kecil dari ruang utama dan bisa menampung lebih dari 50 pengunjung.

Dan untuk lantai tiga, terdapat 16 ruang sidang dengan nama berbeda, yaitu Sari, Candra dan Tirta. Pengadilan Tipikor, memang tidak berdiri sendiri di lokasi tersebut. Bersamanya, ada juga Pengadilan Hak Asasi Manusia, Niaga, Hubungan Industri, dan Pengadilan Umum.

Gedung ini sendiri terdiri dari 9 lantai. Dan di lantai 4, merupakan ruang hakim dan para panitera, baik itu panitera pengganti, maupun panitera utama. Ada yang menarik di lantai ini, ruang ketua dan wakil ketua panitera terlihat jauh lebih luas daripada ruangan para hakim.

Para hakim sendiri setiap ruangan terdiri dari tiga orang, dan hanya mempunyai kursi biasa layaknya pegawai kantor. Sedangkan ruangan panitera, ukurannya jauh lebih besar dan lebih mewah disertai dengan sofa untuk penerima tamu.

Selanjutnya di lantai 5, adalah ruangan untuk kepaniteraan kasus perdata dan juga juru sita. Di lantai 6, kita bisa menemui ruang panitera untuk kasus pidana umum, korupsi, dan hubungan industrial. Dan yang menarik, lantai ini juga terdapat lapangan futsal yang bisa digunakan untuk berolahraga.

Sayangnya, lapangan ini dilapisi dengan aspal, bukan dengan rumput sintetis atau lapisan karet seperti pada umumnya. Dan hal ini tentu saja rentan membuat para pemain cidera. Sedangkan untuk lantai 7,8, dan 9 berisi peralatan gedung.

Kemudian untuk lantai bawah tanah, terdapat tiga ruang tahanan yang berbeda ukuran. Untuk yang paling besar, diperuntukkan bagi terdakwa kasus pidana umum. Dan disebelahnya, merupakan terdakwa wanita dan anak-anak. Satu lagi ukuran yang lebih kecil merupakan tempat bagi terdakwa kasus korupsi.

Jika di Pengadilan Tipikor, Kuningan ruang parkir sangat terbatas, jangan khawatir, di lokasi yang baru ini mempunyai lahan parkir cukup luas. Selain di ruang bawah tanah, setiap lantai juga dilengkapi lahan parkir sehingga lebih memudahkan pengunjung untuk memarkirkan kendaraannya.

LAMBANG HAKIM JADI NAMA RUANG SIDANG - Jika dilihat, berarti ada lima jenis ruang sidang yang berada dalam Pengadilan Tipikor yang baru. Masing-masing nama ternyata diambil dari lambang yang melekat pada seorang hakim.

Hal itu pun diamini Humas Pengadilan Tipikor, Jakarta, Sutio Djumagi. "Namanya diambil dari lambang yang ada pada kami (hakim)" terang Sutio saat menemani awak media berkeliling gedung pengadilan, Jumat (13/11).

Berikut arti nama-nama itu menurut penelusuran gresnews.com :
1. Sifat Kartika (bintang) melambangkan ketakwaan hakim pada Tuhan Yang Maha Esa dengan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang beradab.

2. Sifat Cakra (senjata ampuh penegak keadilan) melambangkan sifat adil, baik di dalam maupun di luar kedinasan. Dalam kedinasan, hakim bersikap adil, tidak berprasangka atau memihak, bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan, memutuskan berdasarkan keyakinan hati nurani, dan sanggup mempertanggung jawabkan kepada Tuhan. Di luar kedinasan hakim bersifat saling menghargai, tertib dan lugas, berpandangan luas dan mencari saling pengertian.

3. Candra (bulan) melambangkan kebijaksanaan dan kewibawaan. Dalam kedinasan, hakim harus memiliki kepribadian, bijaksana, berilmu, sabar, tegas, disiplin dan penuh pengabdian pada profesinya. Di luar kedinasan, hakim harus dapat dipercaya, penuh rasa tanggung jawab, menimbulkan rasa hormat, anggun, dan berwibawa.

4. Sari (bunga yang harum) menggambarkan hakim yang berbudi luhur dan berperilaku tanpa cela. Dalam kedinasannya ia selalu tawakal, sopan, bermotivasi meningkatkan pengabdiannya, ingin maju, dan bertenggang rasa. Di luar kedinasannya, ia selalu berhati-hati, sopan dan susila, menyenangkan dalam pergaulan, bertenggang rasa, dan berusaha menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya.

5. Tirta (air) melukiskan sifat hakim yang penuh kejujuran (bersih), berdiri di atas semua kepentingan, bebas dari pengaruh siapapun, tanpa pamrih, dan tabah. Sedangkan di luar kedinasan, ia tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan kedudukannya, tidak berjiwa aji mumpung dan senantiasa waspada.

GEDUNG MEWAH RATUSAN MILIAR - Jika dilihat megahnya gedung pengadilan baru ini, tentu muncul pertanyaan berapa anggaran yang diperlukan untuk membangun lokasi ini. Sutio Djumagi pun menjelaskan bahwa biaya untuk membangun pengadilan memang tidak sedikit, yakni mencapai ratusan miliar.

"Kalau tidak salah untuk tanahnya saja sekitar Rp71 miliar dan bangunannya sekitar Rp60 miliar. Ya kalau ditotal Rp131 miliar-lah," terang Sutio.

Anggaran sebesar itu, secara keseluruhan merupakan milik Mahkamah Agung. Tetapi, Sutio menerangkan uang tersebut diambil dari Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pria yang beberapa saat lagi pindah jabatan menjadi Kepala Pengadilan Negeri Karawang ini juga menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk membangun gedung tidak sedikit, yaitu sekitar 4 tahun lamanya. Dimulai dari 2011 dan selesai pada 2015 ini.

Dibalik megahnya gedung baru pengadilan ini, ternyata masih ada beberapa kekurangan khususnya bagi para awak media yang meliput. Salah satunya yaitu lokasi pengeras suara yang terlalu tinggi sehingga sulit dijangkau oleh alat perekam.

Kemudian, tempat untuk meliput juga relatif lebih kecil. Para wartawan hanya diberikan ruang sekitar 2x4 meter dibelakang kursi pengunjung. Hal ini tentu saja menyulitkan para pewarta foto dan juga juru kamera dalam mengambil gambar.

Sutio Djumagi pun mengakui hal ini. "Memang cukup sedikit ruang bagi wartawan. Maklum saja, kita pakai ahli dari Amerika. Disana kan tidak boleh wartawan mengambil sidang dari depan," terang Sutio.

Kekurangan lainnya yaitu alat perekam yang biasa digunakan KPK pun ternyata belum siap. Ini tentu saja menjadi pekerjaan rumah sendiri, karena biasanya lembaga antirasuah itu selalu mempunyai alat rekam dalam setiap sidang.

Selanjutnya, ruang sidang ini juga belum tersambung dengan ruang wartawan di Kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. Di Gedung sebelumnya, para awak media bisa menyaksikan secara langsung proses sidang dari Gedung KPK.

Gresnews.com sudah coba mengkonfirmasi hal ini kepada Pelaksana harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriaty. Namun, hingga berita ini diturunkan tidak ada konfirmasi mengenai hal tersebut.

Kekurangan laiannya adalah kamera pemantau di Gedung ini juga sangat sedikit. Ada beberapa lorong dari ruang tahanan ke lokasi sidang yang tidak dilengkapi kamera pengawas. Kemudian, beberapa lorong lain dan tangga akses dari lantai dasar ke ruang sidang juga tidak mempunyai alat tersebut. Kamera pengawas juga hanya ada di beberapa lokasi, seperti di depan elevator yang ada di setiap lantainya. Sayangnya Sutio Djumagi tidak bisa menjelaskan mengenai kekurangan ini.

BACA JUGA: