JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rainforest Action Network (RAN) merilis sebuah laporan bertajuk "Leuser Watch" yang memperlihatkan hasil penyelidikan lapangan yang mengejutkan dari kegiatan perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit nakal––pemasok yang terkenal menyalurkan kelapa sawit bermasalah kepada merek-merek besar global––kini terbukti untuk kedua kalinya membuka hutan hujan Ekosistem Leuser yang penting bagi dunia. Dalam laporan itu terungkap, perusahaan kelapa sawit PT Agra Bumi Niaga (PT ABN), terbukti membuka hutan pada laporan Leuser Watch yang dikeluarkan oleh RAN bulan Februari 2017.

Tiga bulan kemudian citra satelit baru menunjukkan, penggundulan hutan di Kawasan kritis Leuser masih berlanjut. PT ABN telah membuka hutan yang menjadi habitat vital bagi beberapa kawanan terakhir gajah Sumatera untuk perkebunan kelapa sawit. PT ABN juga terus membuka lahan meskipun moratorium penebangan hutan untuk pembangunan kelapa sawit baru di seluruh Indonesia telah ditetapkan, termasuk di dalam konsesi yang ada.

Direktur Kampanye Agribisnis untuk RAN Gemma Tillack mengungkapkan, gambar satelit menunjukkan bahwa PT ABN telah mengurangi luas hutan dari 420 hektare di bulan Juni 2016 hingga hanya tersisa hampir 88 hektare pada bulan April 2017. "Jika kami bisa melacak perusahaan-perusahaan ini dengan sumber daya terbatas kami, pastilah perusahaan global berkeuntungan miliaran dollar juga seharusnya dapat melacak perusahaan-perusahaan ini. Ini masalah prioritas. Apa yang lebih penting bagi mereka, keuntungan atau kelangsungan planet ini?" kata Tillack dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Selasa (25/7).

Dokumen hasil penyelidikan lapangan menunjukkan bagaimana PT ABN memasok kelapa sawit dari konsesi miliknya ke pabrik pengolahan kelapa sawit milik PT Ensem Sawita, pabrik pengolahan yang termasuk dalam daftar dan peta pemasok yang diterbitkan oleh enam pedagang minyak sawit terbesar di dunia––Wilmar, Musim Mas, Golden Agri-Resources (GAR), Cargill, IOI dan ADM. Daftar tersebut menunjukkan bahwa PT Ensem Sawita tercatat ikut memasok minyak kelapa sawit ke kilang yang terdapat di AS, Kanada, dan Eropa, untuk kemudian disalurkan kepada seluruh perusahaan dan merek global terbesar dunia.

Seperti yang telah dilaporkan oleh kantor berita The Guardian, Jumat 21 Juli lalu perwakilan perusahaan PT Ensem Sawita telah mengkonfirmasi temuan dalam laporan tersebut dan menyesalkan kesalahan yang terjadi, menyatakan telah lalai dalam menyelaraskan informasi perubahan nama menjadi perusahaan penebangan kayu. Namun, perubahan nama ini juga pernah dilaporkan sebelumnya. Secara mengejutkan, laporan terbaru Leuser Watch ini menunjukkan bahwa merek besar dunia seperti PepsiCo, McDonald´s, Nestle, Unilever, Kellogg´s, Mars, Procter & Gamble dan banyak perusahaan lainnya, terhubung dengan satu aktivitas deforestasi ini, melalui sumber minyak kelapa sawit yang mereka pasok dari perusahaan minyak sawit terbesar di dunia.

Perusahaan yang diprofilkan dalam laporan tersebut diyakini memiliki pangsa pasar gabungan kelapa sawit lebih dari 60%. "Para pengusaha dan banyak merek ini, sudah membuat janji publik bahwa kelapa sawit yang mereka beli dan jual bebas dari deforestasi, pembukaan lahan gambut, maupun eksploitasi," ujar Tillack.

"Fakta bahwa perusahaan tersebut berulang kali bergantung pada kerja LSM seperti RAN untuk mengungkap isu semacam ini pada rantai pasok mereka sangat tidak bisa diterima, dan menunjukkan bahwa perusahaan itu sendiri tidak menegakkan peraturan moratorium hutan. Nasib Ekosistem Leuser sangat bergantung pada keseimbangan, sementara perusahaan-perusahaan ini terus memompa minyak kelapa sawit bermasalah ke pasar dunia," tambahnya.

Dia mengatakan, konsumen kehilangan kesabaran, integritas dan reputasi merek-merek ini juga dipertaruhkan. "Jika tidak ada tindakan yang segera dilakukan untuk menegakkan kebijakan Nol Deforestasi, merek-merek ini akan dikenal sebagai perusahaan raksasa yang bertanggung jawab atas kerusakan Ekosistem Leuser, tempat terakhir di dunia di mana gajah, orangutan, badak dan harimau Sumatera hidup berdampingan di alam bebas," pungkas Tillack. (mag)

BACA JUGA: