JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Langkah Kejaksaan Agung menyidik proyek pengadaan mobil listrik yang diusung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berimbas pada PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Perusahaan penjual gas ini salah satu penyokong dana proyek pengadaan mobil listrik bersama dua BUMN lainnya yakni PT Pertamina (Persero) dan BRI.
 
Tiga perusahaan BUMN, yakni BRI, PGN, dan PT Pertamina (Persero) menjadi sponsor pengadaan mobil elektrik untuk kegiatan operasional konferensi forum kerja sama ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Nusa Dua, Bali, Oktober 2013. Kegiatan sponsorsip pengadaan 16 unit mobil elektrik itu dilakukan atas permintaan Dahlan Iskan saat menjabat menteri BUMN.

PT Sarimas Ahmadi Pratama sebagai perancang mobil listrik menerima pesanan proyek dari tiga BUMN tersebut. BRI memesan empat bus listrik dan satu unit mobil jenis multipurpose vehicle (MPV); PGN meminta dibuatkan empat bus dan satu unit MPV; dan Pertamina memesan enam unit MPV. Nilai proyek pengadaan 16 unit mobil mencapai Rp 32 miliar.

Jenis mobil listrik yang disiapkan dalam forum APEC saat itu adalah jenis bus, executive car, dan sport selo yang diklaim sudah lolos tes sertifikasi Kementerian Perhubungan. Mobil ramah lingkungan itu sedianya digunakan untuk mengangkut para delegasi dari berbagai negara yang menghadiri forum.

Namun, proyek mobil listrik tersebut akhirnya gagal, 16 mobil listrik berjenis micro bus dan electronic executive tidak bisa digunakan. Akhirnya dihibahkan ke sejumlah perguruan tinggi di antaranya Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya dan Institut Teknologi Bandung.  

Padahal ketiga BUMN tersebut telah mengucurkan dana mencapai Rp32 miliar. Dalam kasus ini Kejaksaan Agung telah menetapkan dua tersangka yaitu mantan petinggi di Kementerian BUMN sekaligus Direktur Utama Perusahaan Umum Perikanan Indonesia, Agus Suherman dan Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi. Penyidik juga telah memeriksa mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan sebagai saksi.

PERAN PGN - Untuk mengetahui lebih jauh duduk perkara kasus ini, Kejaksaan Agung telah memanggil Direktur Utama PGN Hendi Prio Santoso dalam kapasitasnya sebagai saksi, pada Kamis (18/6).   Selain Hendi Kejaksaan Agung juga memanggil M. Ali Mantan Kepala Divisi Sekretariat Perusahaan PT BRI (Persero) namun ia berhalangan hadir. 

Kepala Subdirektorat Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Sarjono Turin menjelaskan pemeriksaan Dirut PGN terkait anggaran untuk membiayai pengadaan Mobil Listrik tersebut. "Pada pokoknya terkait dengan tugas dan kewenangannya selaku Direktur Utama PGN dalam pengadaan ini," jelas Sarjono kepada gresnews.com, Rabu (24/6).

PGN mensponsori lima mobil berupa empat unit mobil jenis Electric Microbus dan satu unit Electric Executive Car. Hanya dalam pelaksanaannya keempat mobil tak diselesaikan hingga berakhirnya APEC saat itu, hanya satu unit yang rampung. Bahkan mobil-mobil tersebut teronggok di bengkel perusahaan milik Dasep Ahmadi di kawasan Jatimulya, Kampung Sawah, Depok, Jawa Barat.

Sekretaris Perusahaan PGN Henri Yusup membenarkan telah menggelontorkan dana untuk proyek pengadaan 16 mobil listrik tahun anggaran 2013. PGN bersama Bank Rakyat Indonesia dan Pertamina memberikan dana ke Kementerian Badan Usaha Milik Negara sebesar Rp 32 miliar untuk pengadaan mobil berjenis micro bus dan electronic executive.

"Kalau sampai beberapa BUMN mengeluarkan dana, itu pasti ada permintaan," kata Sekretaris Perusahaan PGN Herry Yusuf seperti dikutip dari tempo.co.

Herry menambahkan tak mengetahui detil soal proses permintaan dan pengeluaran dana untuk mobil yang rencananya diperuntukkan acara APEC 2013 tersebut. Ia hanya membenarkan sejumlah pejabat PGN telah menerima dan memenuhi panggilan pemeriksaan oleh Kejaksaan Agung. "Kami kooperatif, semua sudah dijelaskan rekan-rekan kami," jelas Herry.

KEJAGUNG SITA MOBIL LISTRIK BAHAN ALPHARD - Setelah menetapkan tersangka, tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung langsung menyita delapan unit bus listrik dan dua MPV bermotor listrik dari bengkel milik Dasep di Jalan Jati Mulya No. 5 Kampung Sawah, Depok‎, Selasa (23/6). Satu unit mobil diboyong ke Gedung Bundar untuk dijadikan sebagai contoh bukti dan alat pemeriksaan, selain dipamerkan ke publik. 

Mobil yang dipajang di Gedung Bundar merupakan kendaraan berjenis microbus electric car berwarna putih. Tak butuh waktu lama bagi siapapun untuk menyadari bahwa mobil tersebut merupakan Toyota Alphard keluaran produksi 2002.

Penyidik pidana khusus mengatakan mobil itu sengaja dirombak sedemikian rupa untuk menyamarkan wujud aslinya. Bagian body samping, bemper depan, kerangka kaca, hingga logo diubah dan dipoles untuk mengubah bentuk dari wujud aslinya.

Logo Toyota di bagian bemper depan dicabut. Tinggi mobil pun terlihat lebih ceper dengan body tambahan di bagian bawah. Sementara di logo belakang, terpampang pelat besi bertuliskan ´AHMADI´.

"Body-nya dirombak habis-habisan. Tapi kerangka dan body dasar tetap Toyota Alphard. Ini tidak bisa dikibuli," ujar seorang penyidik yang enggan ditulis namanya.

Mobil yang dibawa ke Gedung Bundar itu merupakan salah satu mobil yang dipesan PT. BRI. (Persero). Tbk dari Dasep melalui perusahaannya, PT Sarimas Ahmadi Pratama. Penyidik mengatakan, selain body, Dasep hanya mengganti mesin utama menjadi motor listrik.

Mobil itu kini teronggok dalam keadaan tidak berfungsi. Tim penyidik terpaksa membawanya dengan mobil derek lantaran tak ada yang berani membawanya. "Kalau di tengah jalan konslet, bisa berabe," ujar penyidik tersebut.

Sarjono Turin, menyatakan mobil itu sengaja dipamerkan ke publik agar masyarakat bisa melihat keganjilan di balik proyek senilai lebih dari Rp32 miliar tersebut. "Kami akan tunjukkan ke publik bahwa itu merupakan mobil hasil karya anak bangsa yang tidak bisa digunakan tapi dibayar Rp2 miliar," ujar Sarjono.

Mobil itu hanyalah satu dari 16 mobil listrik yang gagal diproduksi sebagai ajang pamer karya anak negeri di Konferensi Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2013. Berdasarkan hasil kontrak, kata Turin, satu unit mobil listrik dibanderol Rp2 miliar. Harga itu sudah termasuk pajak dan surat-surat kepemilikan. Pihak sponsor tinggal menerima kunci.

Namun berdasarkan hasil penyidikan, Turin mendapati mobil tidak lulus uji emisi dan Kementerian Perhubungan tidak mengeluarkan izin hasil test drive. "Mobil itu berbahaya digunakan di jalan umum. Kecepatan maksimum hanya bisa mencapai 29 km/jam. Jika kecepatan melebihi 70-80 km/jam, mobil bisa overheat," ujar Turin. 

DASEP AHMADI BELA DIRI - Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi, yang kini tersangka rupanya membela diri hingga tidak bisa selesaikan semua pengadaan yang dipesan BUMN. Dia mengungkapkan mobil listrik yang diproduksinya untuk kepentingan Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) 2013 pesanan BUMN sebagiannya masih belum dibayar.

"Ada beberapa mobil bus listrik yang belum dikirim karena belum dibayar sampai sekarang," ujar Dasep seperti dikutip kabar24.com.

Dasep enggan menyebutkan BUMN yang belum membayar pengadaan bus listrik tersebut. Yang jelas, kata dia, ada tiga BUMN yang memesan produksi bus listrik antara lain PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk., PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk., dan anak usaha PT Pertamina.

"Salah satu kendala kenapa mobil belum dikirim karena ada keterlambatan pembayaran. Sudah ditagih juga belum bayar," ujarnya.

Menurutnya, jumlah mobil listrik yang diproduksi untuk PT BRI Tbk sebanyak lima unit, PT PGN Tbk lima unit dan enam unit untuk anak usaha PT Pertamina yang akan dibagikan ke sejumlah kampus seperti UI, ITB, UGM, IPB dan lainnya.

PT Sarimas Ahmadi Pratama, kata dia, mendapat proyek pengadaan 16 mobil listrik untuk kegiatan APEC 2013 senilai Rp32 miliar. Kerja sama tersebut untuk mengembangkan prototipe mobil listrik dengan model terbaru. "Kami kerjakan mobil pesanan itu dari nol, jadi produksi dari awal, bukan modifikasi," paparnya.

BACA JUGA: