JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan masih terus mengejar mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dengan sederet kasus korupsi. Setelah menetapkan Dahlan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penjualan aset milik PT Panca Wira Usaha (PWU) dan kasus pengadaan 16 mobil listrik di Kementerian BUMN, Pemilik jaringan media Jawa Pos Grup ini masih diincar kasus dugaan korupsi pembangunan gardu induk Pembangkit dan Jaringan PLN untuk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Kasus ini ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 2014 silam. Dahlan sempat menjadi tersangka bersama 15 orang lainnya. Pada 2015 Dahlan mengajukan gugatan praperadilan dan menang. Dan setahun berlalu, Dahlan tak kunjung kembali ditetapkan tersangka.

Namun belakangan, khususnya ditolaknya gugatan praperadilan dalam kasus mobil listrik seolah menjadi angin segar Kejaksaan untuk kembali menjadikannya tersangka. "Kita sudah ketemu Kajati DKI, saya minta segera untuk dicermati kembali, karena sudah lama terhenti, karena DI selalu mengatakan dia sakit, sementara 15 orang lainnya sudah masuk penjara, ini menjadi perhatian kita," kata Jaksa Agung Moh Prasetyo akhir pekan ini di Kejaksaan Agung.

Prasetyo menegaskan dugaan penyimpangan pembangunan gardu induk era Dahlan tak hanya terjadi di wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara. Kasus serupa terjadi di wilayah Sumatera. Tim jaksa masih mencermatinya.

Eks politisi Partai Nasdem ini membantah terseretnya Dahlan Iskan dengan sejumlah kasus korupsi karena ada tendensi politik tertentu. Kasus yang dibidikkan ke Dahlan syarat kejanggalan dan lebih condong kriminalisasi.

"Sama sekali bukan karena ada tendensi apapun, kita hanya ingin menyelamatkan uang rakyat. Bahwa ada dibentuk opini kriminalisasi, itu mereka yang bentuk," ungkap Prasetyo.

Terkait kasus ini, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta diam-diam tengah mengkaji untuk mengeluarkan lagi Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru terhadap Dahlan yng saat kasus ini terjadi, menjabat sebagai Dirut PT PLN (Persero). Pengkajian tersebut dilakukan agar tidak ada celah lagi Dahlan lolos ketika jadi tersangka.

"Ya, sampai sekarang masih dikaji oleh penyidik," kata Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta, Sarjono Turin di Jakarta, Minggu (19/3).

Pada 2015, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan Dahlan Iskan yang diantaranya menyebutkan penetapan tersangka terhadap Dahlan Iskan oleh kejaksaan adalah tidak sah. Pengkajian dilakukan agar saat dikeluarkan Sprindik baru, tidak memberikan celah tersangka mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan negeri.

Mantan Kajari Jakarta Selatan ini juga membantah jika pasca putusan praperadilan itu, pihak kejaksaan tidak akan melanjutkan penanganan perkara tersebut. "Terus dilanjutkan, yang jelas kami masih mengkajinya," lanjut Sarjono.

Dalam kasus itu, sebanyak 15 orang terdakwa telah divonis bersalah oleh pengadilan. Mereka di antaranya, Pelaksana Kontruksi Jaringan Jawa Bali (JJB) IV Region Jawa Barat Fauzan Yunaz, Syaifoel Arief selaku Manajer Unit Pelaksana Kontruksi (UPK) Jaringan Jawa Bali (JJB) IV Region DKI Jakarta dan Baten, I Nyoman Sardjana selaku Manajer Konstruksi dan Operasional PIKITRING Jawa Bali, Nusa Tenggara.

Kemudian ada Totot Fregantanto selaku Pegawai PT PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan (PIKITRING) Jawa Bali, Yushan selaku Asisten Engineer Teknik Elektrikal di UPK JJB 2 PT PLN (Persero), Ahmad Yendra Satriana selaku Deputi Manajer Akuntansi PIKITRING Jawa Bali Nusa Tenggara PT PLN (Persero), dan Yuyus Rusyadi Sastra selaku pegawai PLN (Persero) PIKITRING Jawa Bali. Berikutnya, Endy Purwanto selaku pegawai PT PLN (Persero) PIKITRING Jawa Bali, dan Arief Susilo Hadi selaku pegawai PT PLN Proring Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.

BUKTI KUAT - Proyek pembangunan gardu induk ini bersumber dari APBN Kementerian ESDM. Nilai proyek ini sebesar Rp1 triliun untuk proyek multiyears. Dalam prosesnya diduga banyak tanah fiktif yang dijadikan lokasi pembangunan gardu sehingga mengakibatkan proyek ini mangkrak. Sementara anggaran termin pertama telah cair. BPKP menaksir kerugian sementara sekitar Rp33,2 miliar.

Dugaan korupsi pembangunan Gardu Induk Jawa, Bali dan Nusa Tenggara semua terbukti dalam persidangan. Terakhir sembilan terdakwa divonis bersalah dengan hukuman penjara satu tahun empat bulan.

Kesembilan terdakwa itu diantaranya, yakni Fauzan Yunas selaku Manajer Unit Pelasana Kontruksi Jaringan Jawa Bali (JJB) IV Region Jawa Barat, Syaifoel Arief selaku Manajer Unit Pelaksana Kontruksi (UPK) Jaringan Jawa Bali (JJB) IV Region DKI Jakarta dan Baten.

Lalu I Nyoman Sardjana selaku Manajer Konstruksi dan Operasional PIKITRING Jawa Bali, Nusa Tenggara, Totot Fregantanto selaku Pegawai PT PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan (PIKITRING) Jawa Bali, Yushan selaku Asisten Engineer Teknik Elektrikal di UPK JJB 2 PT PLN.

lainnya, Ahmad Yendra Satriana selaku Deputi Manajer Akuntansi, Yuyus Rusyadi Sastra selaku pegawai PT PLN, Endy Purwanto selaku pegawai PT PLN dan Arief Susilo Hadi selaku pegawai PT PLN Proring Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.

Kejati DKI sejak awal meyakini ada peran Dahlan dalam kasus pembangunan Gardu Induk dengan anggaran Rp1 triliun itu. Sebab nama Dahlan muncul sejak penetapan tersangka awal.

Salah seorang penyidik saat itu, Sunarto mengatakan, penetapan tersangka Dahlan telah terpenuhi dengan ditemukannya bukti permulaan yang cukup berupa keterangan dari 11 orang dan sejumlah dokumen. Khususnya keterangan dari Ferdinand Rambing dan Egon.

Berdasarkan keterangan saksi dan dokumen tersebut penyidik mengeluarkan surat perintah penyidikan bernomor Prin-752/O.1/Fd.1/06/2015 atas nama Dahlan Iskan selaku Kuasa Pengguna Anggaran yang memiliki peran terjadinya tindak pidana.

Sunarto menjelaskan sejumlah peran Dahlan. Dahlan telah mengajukan permohonan izin kontrak multiyears dengan menerbitkan surat-surat yang isinya tidak benar mengenai tuntasnya lahan yang akan digunakan untuk pembangunan Gardu Induk.

Dalam kasus ini tersangka memerintahkan pelaksanaan pelelangan meskipun tanahnya belum tersedia dan dana untuk pembangunannya belum ada karena persetujuan pembayaran izin kontrak multiyears belum terbit.

"Tersangka melakukan penyimpangan terhadap ketentuan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 untuk pencairan uang muka dan pembayaran atas material yang ada di lokasi," kata Sunarto.

BACA JUGA: