JAKARTA - Pemerintah didorong lebih banyak lagi memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri. Tujuannya adalah untuk mengurangi impor dan memajukan industri dalam negeri itu sendiri.

Ketua Bidang Perdagangan, Perindustrian, ESDM Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Rama Datau mengatakan perlu adanya dukungan pemerintah yang besar untuk kemajuan industri pendukung atau industri penyedia bahan baku dalam negeri.

"Kita di Indonesia ini masih sangat bergantung kepada barang-barang material impor. Ke depan, pemerintah, khususnya melalui BUMN, bisa mengeluarkan kebijakan untuk memprioritaskan penggunaan produk buatan dalam negeri. Karena industri kita akan maju apabila industri pendukungnya ikut maju. Jangan hanya industri utamanya saja yang difokuskan oleh pemerintah melainkan industri pendukungnya juga harus diperhatikan," ujar Rama kepada Gresnews.com, Senin (2/3), melalui surat elektronik.

BPP HIPMI melakukan pertemuan dengan PT Krakatau Steel, salah satu perusahaan BUMN, untuk membahas peluang kemitraan strategis yang bisa dijalin di antara kedua pihak. Dalam pertemuan tersebut, Rama menjelaskan, total nilai CAPEX (capital expenditure/belanja modal) BUMN mencapai Rp2.400 triliun. Angka tersebut lebih besar dari total APBN. Dibutuhkan adanya pemetaan terkait pemanfaatan dari nilai tersebut, proporsinya diserap oleh produk dalam negeri atau produk impor.

“Harapan kami lebih dari 50% anggaran tersebut terserap oleh industri dalam negeri, bukan diisi oleh produk-produk impor. Kalau ini bisa terjadi maka harapan pak presiden, yaitu muncul pengusaha-pengusaha besar baru di Indonesia, dapat terwujud," ujarnya.

Rama menilai, Direktur Utama PT Krakatau Steel Silmy Karim bisa dijadikan contoh dalam hal efisiensi biaya (cost efficiency). "Apalagi Pak Silmy itu sudah teruji karena sudah berhasil membuat terobosan dengan memangkas rutin cost dari US$30 juta menjadi US$18 juta," kata Direktur Gobel group itu.

(G-2)

BACA JUGA: