GRESNEWS.COM - Menyusul proses investigasi yang dilakukan oleh otoritas penegak hukum Swiss dan Amerika Serikat terhadap skandal dugaan pencucian uang, penyuapan, dan korupsi sistematik yang dilakukan oleh sejumlah pejabat federasi sepakbola internasional (FIFA), Transparency International meminta Presiden FIFA Sepp Blatter untuk mundur dari jabatannya dan tak boleh lagi mengikuti pemilihan Presiden FIFA yang akan digelar pada Jumat, 29 Mei mendatang.

Direktur Eksekutif lembaga antikorupsi internasional itu, Cobus de Swardt, menyatakan seluruh skandal itu terjadi di bawah kepemimpinan dan tanggung jawab Sepp Blatter yang telah berjalan selama dua dekade terakhir.

"Atas nama fans dan tata kelola yang baik dalam sepakbola, ini saatnya bagi dia (Sepp Blatter) untuk turun. Pemilihan presiden (FIFA) tidak akan memiliki kredibilitas jika ada pihak yang terkait dengan skandal ini," kata Swardt dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh Transparency International, Rabu (27/5).

Swardt menekankan pada transparansi untuk semua hal yang berkaitan dengan konflik kepentingan dan potensi penyuapan terhadap para anggota Komite Eksekutif FIFA yang terlibat dalam pemilihan presiden FIFA mendatang. "Tangan mereka (Komite Eksekutif) harus dibersihkan," ujarnya.

Pada 2011, Transparency International melansir publikasi berjudul Safe Hands. Publikasi itu berkaitan dengan dorongan terhadap pengungkapan sejumlah dugaan skandal di dalam tubuh organisasi sepakbola dunia tersebut. Dalam laporan itu terungkap sejumlah area yang sangat rawan terhadap praktik korupsi, terutama penyuapan, yakni: pemilihan tuan rumah Piala Dunia, alokasi dana bagi para anggota FIFA, pembayaran kepada pihak pemerintah, kontrak televisi dan sponsor, penjualan dan distribusi tiket pertandingan, serta proses penyelesaian perkara atas nama FIFA.

Sebulan lalu, Transparency International juga mengadakan jajak pendapat yang bekerja sama dengan Football Addicts dengan responden sebanyak 35 ribu fans sepakbola di 30 negara. Hasilnya: tiga dari empat responden menginginkan Sepp Blatter tak lagi menjabat Presiden FIFA. Sebanyak 69% responden menyatakan tak lagi menaruh kepercayaan terhadap FIFA.

Sementara itu, skandal korupsi FIFA ini juga merembet kepada kekhawatiran para sponsor. Sponsor mendorong perbaikan tata kelola FIFA berdasarkan prinsip transparansi dan antikorupsi.

Perusahaan-perusahaan seperti Coca-Cola, Visa, dan Adidas sejak beberapa bulan terakhir telah menyuarakan kekhawatiran mengenai kabar adanya skandal di dalam tubuh FIFA, salah satunya ketika beredar berita tentang terjadinya korupsi dalam pembangunan stadion yang dipersiapkan untuk Piala Dunia Qatar 2022. Dan faktanya, otoritas Swiss dan Amerika Serikat sekarang mengungkap skandal yang berkaitan dengan penunjukan Russia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018 dan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.

Seperti dikutip dari goupstate.com, perusahaan seperti Adidas, Coca-Cola, Visa, Gazprom, dan Hyundai/KIA Motors adalah sponsor jangka panjang FIFA yang memiliki hak untuk menggunakan nama FIFA dalam semua aktivitas periklanan, peliputan, dan penayangan brand di stadion.

Ada juga sponsor "lapis kedua" FIFA seperti Budweiser dan McDonald´s yang membayar kepada FIFA untuk aktivitas publikasi sepanjang turnamen Piala Dunia.

Ada juga sponsor yang mengadakan perikatan dengan federasi sepakbola negara anggota FIFA seperti Nike, yang bekerjasama dengan timnas Brazil.

Lalu ada juga perusahaan agensi yang membeli hak siar dan komersial pertandingan dari FIFA dan menjualnya kembali kepada perusahaan media. Salah satunya adalah Traffic Sports USA yang masuk sebagai salah satu pihak yang ditangkap oleh otoritas Amerika Serikat kemarin.

Nike merupakan salah satu perusahaan yang disorot terkait penangkapan pejabat FIFA kemarin. Pada 1996, Nike membayar kepada federasi sepakbola Brazil (CBF) sebanyak US$160 juta

Pihak Nike kemarin seperti dikutip Reuters menyatakan, "Seperti fans di mana pun pada umumnya, kami menaruh perhatian dan sangat peduli pada pengusutan skandal ini. Nike percaya pada prinsip etis dan fair play baik dalam bisnis maupun olahraga dan menentang keras segala bentuk manipulasi maupun korupsi. Kami akan bekerja sama dan terus bekerja sama dengan penegak hukum."

Sepp Blatter menanggapi proses hukum ini dengan berkata, seperti dilansir Sky Sports, "Sudah semestinya kami menyambut investigasi dari otoritas Amerika Serikat dan Swiss dan percaya bahwa hal itu akan memperkuat langkah-langkah yang diambil FIFA untuk membasmi setiap penyelewengan dalam sepakbola."

Sebagai informasi, otoritas Swiss dan FBI menangkap enam pejabat FIFA kemarin di Hotel Baur Au Lac Zurich atas dugaan suap Rp1,32 triliun sejak 1990.

Sementara itu, otoritas Amerika Serikat telah melansir nama-nama pihak yang terlibat skandal FIFA, yakni:

1. Jeffrey Webb: Saat ini menjabat sebagai wakil presiden FIFA dan anggota Komite Eksekutif FIFA, presiden CONCACAF, anggota Komite Eksekutif Uni Sepak Bola Karibia (CFU), dan juga presiden Asosiasi Sepak Bola Kepulauan Cayman.

2. Eduardo Li: Saat ini adalah anggota Komite Eksekutif FIFA, anggota komite Eksekutif CONCACAF, dan juga presiden federasi sepak bola Kosta Rika (FEDEFUT).

3. Julio Rocha: Saat ini pejabat pengembangan FIFA, mantan presiden Uni Sepak Bola Amerika Tengah (UNCAF), dan presiden federasi sepak bola Nikaragua (FENIFUT).

4. Costas Takkas: Atase presiden CONCACAF, mantan Sekretaris Jenderal CIFA.

5. Jack Warner: Mantan wakil presiden FIFA, anggota Komite Eksekutif FIFA, presiden CONCACAF, presiden CFU dan juga penasihat Federasi Sepak Bola Trinidad dan Tobago (TTFF).

6. Eugenio Figueredo: wakil presiden FIFA saat ini dan juga anggota Komite Eksekutif FIFA, mantan presiden CONMEBOL, dan juga presiden asosiasi sepak bola Uruguay (AUF).

7. Rafael Esquivel: Anggota Komite Eksekutif CONMEBOL dan juga presiden federasi sepak bola Venezuela.

8. Jose Maria Marin: Mantan presiden federasi sepak bola Brasil, anggota komite organisasi FIFA untuk turnamen sepakbola Olimpiade.

9. Nicolas Leoz: Mantan anggota Komite Eksekutif FIFA dan presiden CONMEBOL.

Empat orang dari perusahaan periklanan dan pemasaran rekanan FIFA:

1. Alejandro Burzaco: Controlling principal of Torneos y Competencias S.A., kantor pemasaran yang berbasis di Argentina.Next

2. Aaron Davidson: Presiden dari Traffic USA

3. Hugo Jinkis dan Mariano Jinkis: Full Play Group S.A., kantor pemasaran olahraga yang berbasis di Argentina.

Satu orang berperan sebagai "makelar" antara para petinggi FIFA dan perusahaan periklanan.

1. Jose Margulies: Controlling Principal Valente Corp. and Somerton Ltd.

Dari Indonesia, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menyambut gembira pengungkapan skandal FIFA itu.

"Masyarakat Indonesia tidak boleh takut, tidak boleh gentar. Kalau selama ini kita mengagung-agungkan mereka (FIFA), sesungguhnya ada masalah yang sangat besar. Kalau ada yang menakut-nakuti sanksi FIFA, Indonesia disanksi, Imam Nahrawi bertanggung jawab apapun keputusan FIFA," kata Imam di Pangkal Pinang, Rabu (27/5).

Federasi sepakbola Indonesia PSSI belum melansir sikap resmi terkait skandal FIFA itu.

Sementara itu, legenda hidup sepakbola Argentina, Diego Armando Maradona, berkomentar atas terungkapnya skandal FIFA ini dengan kalimat, "Hari ini tak ada lagi sepakbola, tak ada lagi transparansi. Hanya kebohongan pada semua orang dan ditunjukkan kembali dengan memilih Blatter."

Maradona menyebut FIFA punya tabungan sebanyak US$1,5 miliar. (dtc)

BACA JUGA: