JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus penggunaan ijazah palsu belakangan kembali marak diperbincangkan, khususnya setelah Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir mengungkap adanya perguruan tinggi yang disinyalir tidak melaksanakan proses perkuliahan, namun mengeluarkan ijazah. Sejumlah menteri hingga kepala daerah langsung bereaksi dan memperingatkan para pegawainya yang terbukti menggunakan ijazah palsu, dapat disanksi hingga pecat.

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengimbau masyarakat atau pihak-pihak yang mengetahui adanya praktik jual-beli ijazah palsu ataupun mereka yang menggunakan gelar akademik bodong itu demi kepentingan pribadi, agar segera melaporkannya kepada pihak terkait. "Para pelapor tidak perlu takut, karena kerahasiaan identitas dan keamanan dijamin undang-undang," kata Semendawai dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Kamis (28/5).

Sejalan dengan Menteri Ristek dan Dikti, Semendawai menilai kasus ijazah palsu sangat merugikan. Bahkan, dampaknya bisa mengganggu kepentingan nasional yang lebih besar. "Bagaimana Indonesia bisa menciptakan sumber daya manusia berkualitas dan mampu bersaing di kancah internasional demi kemajuan bangsa, jika menggunakan ijazah palsu? Belum lagi kerugian lain yang timbul akibat jabatan-jabatan publik dikuasai oleh orang-orang yang tidak jujur," ujar dia.

Mengingat praktik ijazah palsu sudah berlangsung cukup lama, kata Semendawai, tentu ada di antara mereka yang terlibat atau menggunakan ijazah palsu, saat ini tengah "duduk" nyaman bermodalkan ijazah palsu itu. Karena itulah, bagi yang mengetahui, tidak perlu ragu untuk melapor. "Jika memang ada ancaman terhadap mereka yang berniat melapor atau mengungkap kasus ini, LPSK siap memberikan perlindungan karena itu merupakan tugas dan fungsi LPSK sesuai amanat UU," tegas Semendawai.

Sesuai Pasal 5 huruf a Undang-undang (UU) 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, disebutkan, setiap saksi berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. "Pada pasal yang sama huruf i, juga ditegaskan hak saksi untuk dirahasiakan identitasnya," ujar dia.

Pasca mencuatnya kasus ijazah palsu beberapa waktu terakhir, Kemenristek Dikti telah membuka laman khusus, forlap.dikti.go.id, bagi mereka yang menemukan ijazah yang dicurigai palsu atau perguruan tinggi yang mencurigakan. Semua pengaduan masyarakat yang masuk, akan ditindaklanjuti dengan pengecekan untuk mengetahui ijazah dan perguruan tinggi yang dilaporkan bermasalah atau tidak.

Kasus ijazah palsu ini juga langsung ditindaklanjuti aparat Polda Metro Jaya dengan melakukan penggerebekan dan penangkapan terhadap penyedia jasa pembuatan ijazah palsu di Pasar Pramuka Pojok, Jakarta Timur. Ijazah palsu itu diduga digunakan penggunanya untuk berbagai kepentingan, termasuk mendaftar menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di berbagai kementerian dan lembaga pemerintahan lainnya.

Terkait hal ini, sebelumnya, pihak Bareskrim Mabes Polri menyatakan akan berkoordinasi dengan pihak Kemenristek Dikti untuk menyelidiki kasus ini. "Belum, hari ini saya baru akan koordinasi dan bertemu dengan Pak Menteri," kata Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti di Ruang Rupatama Mabes Polri, Selasa (26/5).

Badrodin mengatakan, polisi belum menyelidiki kasus ini, karena belum mengetahui detil praktik-praktik pemalsuan yang dimaksud. Polisi melihat banyak bentuk-bentuk pemalsuan ijazah ini. Apakah ada orang lain yang memalsukan, ijazah asli tapi palsu, atau orang yang tidak kuliah tapi hanya membayar kemudian mendapat ijazah.

Untuk itu Polisi perlu melihat dan mempelajari substansi kasus pemalsuan ijazah itu sebelum melakukan penyelidikan lebih lanjut. Termasuk apakah orang-orang yang membayar ijazah itu akan dipidanakan atau tidak. Atau memang pemalsuan itu sudah terorganisir atau tidak. "Nanti kita pelajari substansi materinya, kan kita juga belum sampai kesana," kata Badrodin.

Indonesia Police Watch (IPW) menyayangkan lambannya polisi mengusut kasus pemalsuan ijazah ini. Sebab kasus ijazah palsu tidak hanya merusak citra pendidikan tinggi, lebih dari itu akan menghancurkan kepercayaan publik terhadap kualitas pendidikan tinggi di negeri ini.

"Polri harus bekerja cepat melakukan penggerebekan dan penyitaan ke lembaga-lembaga pendidikan yang dicurigai, sebelum mereka menghilangkan barang bukti," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangan persnya kepada Gresnews.com.

Polri harus mengungkapkan secara transparan berapa banyak lembaga pendidikan yang terlibat dalam kasus ijazah aspal atau jual beli. Selain itu Polri perlu mengungkapkan berapa banyak orang yang memakai ijazah aspal saat ini, termasuk pejabat, anggota legislatif, kepala daerah dan lainnya.

Sebab selama ini begitu banyak laporan masyarakat ke polisi tentang adanya kepala daerah yang diduga memakai ijazah aspal. Namun laporan laporan itu tidak diproses dengan serius oleh polisi. "Dengan terkuaknya kasus ini sudah saatnya Polri menyeret para pelaku dan pengguna ijazah aspal itu ke proses hukum agar bisa segera diadili," kata Neta.

Ada tiga modus pemalsuan ijazah ini. Pertama, menggunakan nomor induk mahasiswa yang drop out, si pengguna masuk di tengah jalan tapi harus membayar uang kuliah selama delapan semester dan biaya lainnya yang. Cukup besar. Namun tidak harus kuliah, hanya hadir saat ujian. Kedua, bisa mengikuti kuliah dan bisa tidak tapi setiap ujian pasti lulus.

Ketiga, tidak kuliah dan tidak ujian tapi membayar semua biaya kuliah selama delapan semester dan biaya lainnya. "Modus dan jaringan mafia pendidikan tinggi yang memperdagangkan ijazah aspal ini harus segera dibongkar Polri agar citra dan kredibilitas pendidikan Indonesia terjaga," tandas Neta.

BACA JUGA: