JAKARTA, GRESNEWS.COM – Sebanyak tujuh advokat dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) kembali mengajukan gugatan soal sumpah advokat lantaran tidak bisa beracara di pengadilan. Padahal sebelumnya persoalan sumpah advokat pernah diajukan pada 2009 dan dikabulkan Mahkamah Konstitusi bahwa pengadilan tinggi tidak wajib mengambil sumpah advokat.

Gugatan ini diajukan oleh anggota KAI diantaranya Abraham Amos, Johny Bakar, Rahmat Artha Wicaksana, Andreas Wibisiono, Mohamad John Mirza, Mintarno, dan Ricardo Putra. Mereka mempermasalahkan Pasal 4 Ayat (1) dan Ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat).

Pasal 4 Ayat (1) berisi ketentuan yang mewajibkan pada advokat sebelum menjalankan profesinya agar bersumpah menurut agama di sidang terbuka pengadilan tinggi di wilayah domisili hukumnya. Lalu Ayat (3) berisi ketentuan salinan berita sumpah oleh panitera pengadilan tinggi dikirimkan pada Mahkamah Agung (MA).

Pemohon Abraham mengatakan Mahkamah Konstitusi pernah mengeluarkan putusan Nomor 101/PUU-VII/2009 (Putusan MK 101/2009) terkait Pasal 4 UU Advokat. Putusan tersebut menyatakan frasa ´di sidang terbuka pengadilan tinggi di wilayah domisili hukumnya´ tidak dimaknai pengadilan tinggi atas perintah undang-undang wajib mengambil sumpah bagi para advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi advokat yang dalam jangka waktu dua tahun sejak putusan diucapkan.

"Persoalannya putusan MK 101/2009 itu sampai sekarang tidak dilaksanakan," ujar Abraham pada sidang pendahuluan pengujian UU Advokat di gedung MK, Jakarta, Senin (6/4).

Ia menjelaskan sesuai perintah MK dalam dua tahun setelah putusan ini dibacakan, organisasi advokat juga sudah harus melaksanakan kongres bersama. "Tapi kongres ini tidak terlaksana. Sehingga seharusnya diselesaikan di peradilan umum. Tapi penyelesaian ini juga tidak pernah dilaksanakan oleh organisasi yang ada," lanjut Abraham.

Lalu KAI pun melayangkan putusan MK tersebut pada pejabat tinggi negara tapi tidak ada tanggapan responsif dari 2011 hingga kini. Sampai pada akhirnya persoalan ini berkepanjangan dan advokat KAI dilarang beracara di pengadilan. Mereka pun telah meminta penetapan dari majelis hakim pengadilan negeri tapi tidak pernah dikabulkan. Sebab dianggap dampaknya akan menjadi besar bila penyumpaham dilaksanakan oleh organisasi advokat yang tidak diakui.

Selanjutnya, dalam petitumnya ia meminta agar Pasal 4 Ayat (1) dan Ayat (3) UU Advokat tidak dimaknai sebagai hak mutlak pengadilan tinggi di wilayah domisili hukumnya. Mereka juga meminta pasal tersebut dimaknai bahwa penyumpahan advokat adalah kewajiban dari organisasi advokat masing-masing dengan segala akibat hukumnya.

Pemohon lainnya, Johny Bakar mengatakan polisi disumpah oleh polisi, jaksa juga disumpah oleh jaksa, sehingga seharusnya advokat yang juga penegak hukum disumpah juga dengan sesama advokat. "Jadi masing-masing sajalah. Kenapa kami harus disumpah pengadilan tinggi," ujarnya usai sidang pengujian.

Menanggapi permohonan pemohon, Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan berdasarkan putusan yang sudah ada oleh MK, sebenarnya sudah ada akses untuk memberikan jalan keluar terkait masalah penyumpahan. Sehingga persoalannya ada pada faktor implementasi. "Jadi soal bagaimana petinggi organisasi yang menjadi bagian dari unsur Peradi dan KAI mau dipadukan tidak ada titik temu," ujar Suhartoyo pada kesempatan yang sama.

BACA JUGA: