JAKARTA, GRESNEWS.COM - Berlakunya ketentuan Pasal 119 dan Pasal 123 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Frasa "wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon" yang tercantum dalam dua pasal ini dianggap sebagai norma yang diskriminatif. Bahkan  melanggar prinsip pokok keadilan equality (kesamaan) dalam hukum dan pemerintahan bagi para pegawai negeri sipil (PNS) yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
 
Aturan yang mengharuskan PNS netral, bebas dari intervensi politik dan tidak berpolitik karena PNS sebagai abdi negara, dianggap tidak tepat ketika dituangkan dalam ketentuan Pasal 119 dan Pasal 123 Ayat (3) UU ASN. Alasannya netralitas PNS, bebas dari intervensi politik dan tetap memusatkan perhatian pada kewajiban PNS,  tidak perlu harus mengundurkan diri sebagai PNS apabila hendak mencalonkan diri  sebagai kepala daerah. Sebab secara organisasi, segala tugas kepegawaian masih dapat dilakukan PNS  lain dalam satu kantor yang tidak mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah.
 
Pernyataan itu disampaiakan Hyronimus Rowa, saksi ahli pemohon, di sidang lanjutan pengujian UU ASN. Pengujian UU ASN dimohonkan  Eduardus Nunaki, asisten pada sekretariat daerah Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat yang berniat mencalonkan diri sebagai kepala daerah,  di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, akarta Pusat, Senin (15/12).
 
"Apabila ketentuan pasal itu tetap diberlakukan, berimplikasi PNS tidak  memiliki kesempatan yang sama dengan warga negara lainnya untuk ikut serta dalam seluruh proses pemilihan kepala daerah," ujar Hyronimus.
 
Ia berpendapat, implikasi hukum bagi  PNS yang menjadi calon kepala daerah tidak perlu diperlakukan sama dengan PNS yang tidak mencalonkan diri. Selama PNS masih  menjadi calon dan belum dilantik sebagai kepala daerah. PNS bisa dikenakan cuti di luar tanggungan negara. Hal ini untuk menjamin hak asasi manusia (HAM) para PNS sebagaimana dijamin Pasal 27 ayat (3) UUD 1945.
 
Pemaknaan ketentuan Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 itu dengan pencalon PNS sebagai kepala daerah, menurutnya, untuk memenuhi asas hukum bahwa segala warga Negara mempuyai kesamaan kedudukan hukum dan pemerintahan.  Ia berpendapat, dengan berlakukanya Pasal 119 dan Pasal 123 Ayat (3) tanpa ada pengecualian jelas sudah membatasi persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan itu.
 
Atas dasar itu, ia menyatakan, agar Pasal 119 dan Pasal 123 Ayat (3) UU ASN perlu dibatalkan dan dikoreksi secara hukum karena tidak sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) UUD 1945. Karena itu, Hyronimus Rowa berpendapat, “frasa sejak mendaftar sebagai calon" harus diganti menjadi “sejak pelantikan”.
 
Ketika kedua pasal itu diuji dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, juga mengandung makna, tidak menjamin asas kepastian hukum bagi PNS karena tahapannya masih mendaftar dan belum memiliki kekuatan hukum tetap sebagai kepala daerah terpilih yang dibuktikan dengan pelantikan kepala daerah.
 
“Berlakunya Pasal 119 dan Pasal 123 Ayat (3) menyebabkan calon kepala daerah secara premature melepaskan diri sebagai PNS,” tegasnya. Padahal, kata dia, pelantikan kepala merupakan titik awal seseorang kepala daerah  memiliki kepastian hukum sebagai kepala daerah. Di saat itu PNS baru wajib mengundurkan diri sebagai PNS.
 
Sebelumnya, Eduard Nunaki bersama tujuh Pegawai Negeri Sipil (PNS) lainnya mengajukan uji materi (judicial review) UU ASN ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan PNS sebagai calon kepala daerah di Provinsi Papua. Mereka menilai Pasal 119 dan 123 ayat (3) UU ASN mengebiri hak PNS untuk ikut mencalonkan diri sebagai presiden, kepala daerah dan anggota legislatif.
 
Para pemohon berpendapat ketentuan yang termuat dalam Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Kedua pasal itu juga dinilai menimbulkan pertentangan dan ketidakpastian hukum dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 88 ayat (1), Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123 ayat (1) dan (2), dan Pasal 124 ayat (1) dan (2) UU ASN.
 
Mereka menganggap perlu ada kekhususan dalam pelaksanaan ASN di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Sebab, ketika Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) diberlakukan maka rekrutmen Calon Kepala Daerah di kedua provinsi tersebut harus menunggu PNS yang memasuki masa pensiun dan tentu sudan melewati usia produktif sehingga akan berdampak negatif pada pelaksanaan tugasnya sebagai kepala daerah.
 

BACA JUGA: