JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dua kali Direktur Utama PT Pos Indonesia Budi Setiawan yang menjadi tersangka dugaan korupsi portable data terminal (PDT) di PT Pos tidak hadir panggilan jaksa dengan alasan sakit. Penyidik Kejaksaan Agung pun mengancam akan melakukan pemanggilan paksa.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengatakan, langkah tersebut akan dilakukan setelah penyidik melakukan kroscek kebenaran sakit sang Dirut. Budi Setiawan sudah dua kali tidak memenuhi panggilan penyidik karena sakit. Surat pemberitahuan disampaikan oleh kuasa hukumnya.

"Tiga kali mangkir siapa tahu perlu kita jemput, sejauh ini belum. Tapi apabila panggilan ketiga tetap berasalan sakit kita perlu second opinion," kata Tony di Kejagung, Jumat (12/12).

Yang jelas, kata Tony, sepanjang ketidakhadiran dengan alasan yang sah tentu penyidik akan menghormati. Namun sebaliknya, apabila alasan ketidak hadiran itu tidak bisa diterima penyidik akan melakukan kroscek terhadap tersangka. Tony menyampaikan, penyidik telah menjadwal ulang pemanggilan orang nomor satu di PT Pos tersebut pekan depan.

Dalam kasus ini Kejaksaan Agung telah menetap lima tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT Pos Indonesia Budi Setiawan karyawati PT Datindo Infonet Prima Sukianti Hartanto, Direktur PT Datindo Infonet Prima Effendy Christina, Muhajirin selaku Penanggung Jawab Satuan Tugas Pemeriksa dan Penerima Barang di PT Pos Indonesia Bandung, dan Senior Vice Presiden Tecnologi Informasi PT Pos Indonesia berinisial Budhi Setyawan.

Disinggung akan ditahannya Dirut PT Pos Budi Setiawan, Kasubdit Penyidikan Sarjono Turin tak menepis kemungkinan langkah penahanan ini akan dilanjutkan kepada tiga tersangka lainnya. Saat ini penyidik fokus dua tersangka yang telah ditahan, Muhajirin dan Budi Setyawan. "Tentu, semua akan dipertimbangkan," jelas Turin.

Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mendesak Kejaksaan Agung tegas terhadap tersangka yang tidak hadir panggilan pemeriksaan. Alasan sakit para tersangka tindak pidana korupsi merupakan modus lama yang digunakan untuk mengelabuhi aparat penegak hukum.

Menurutnya, alasan sakit sering digunakan oleh para tersangka untuk menghindari hukuman, agar dapat hukuman keringanan atau bisa bebas dari hukuman. Oleh karena itu, lanjut Uchok, penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung perlu mengambil langkah tegas, agar tidak digampangi para tersangka korupsi. "Jemput paksa, lalu tahan masukan ke rutan," jelasnya.

Kasus pengadaan tersebut berawal saat proyek pengadaan alat PDT dicanangkan pada Mei hingga Agustus 2013. Alat yang bentuknya mirip telepon genggam itu akan digunakan pengantar pos untuk mengirim barang kepada penerima. Nantinya, data yang berasal dari pengantar pos tersebut akan terkirim ke server pusat.

PT Pos menjalin kontrak dengan PT Datindo Infonet untuk pengadaan alat tersebut dan mengeluarkan dana hingga Rp 10,5 miliar. Dana itu didapat PT Pos dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kendala ditemui ketika dari 1725 alat PDT yang dibeli hanya 50 yang berfungsi namun tidak sesuai spesifikasi yang tertera dalam kontrak. Salah satu kekurangan dalam alat tersebut adalah tidak adanya GPS dan daya baterai yang hanya bertahan selama tiga jam. Padahal dalam kontrak, harusnya alat tersebut memiliki GPS dengan daya tahan baterai mencapai delapan jam.

Kini 1725 alat tersebut sudah disita oleh Kejaksaan Agung. Selain itu, penggeledahan yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung di PT Pos, Bandung, menghasilkan temuan berkas pengadaan 1725 PDT, yang juga akan dijadikan sebagai barang bukti.

BACA JUGA: