JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah mencari kepastian atas ditetapkannya Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) Budi Setiawan sebagai tersangka kasus korupsi Portable Data Terminals (PDT) oleh Kejaksaan Agung. Pasalnya dalam penetapan nama tersebut terdapat dua nama Budi Setiawan dalam jajaran Direksi.

Sekretaris Menteri Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro mengatakan saat ini pihaknya sedang mencari dokumen formal terkait penetapan status tersangka yang sudah ditetapkan oleh Kejaksaan Agung. Menurutnya dalam jajaran Direksi PT Pos Indonesia (Persero) terdapat dua nama yang sama meski berbeda hurufnya yaitu Budi Setyawan dan Budi Setiawan.

Oleh karena itu, Imam mengaku Kementerian BUMN sedang mencari kejelasan "Budi" yang mana yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. "Ada dua nama yang mirip. Salah seorang direkturnya juga Budi Setyawan. Beda huruf saja. Kami lagi cari dokumen resminya terkait penetapan status tersangka untuk memperoleh kepastian atas berita tersebut," kata Imam, Jakarta, Selasa (4/11).

Kejaksaan Agung sendiri telah menjelaskan bahwa yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Direktur Utama PT Pos Indonesia Budi Setiawan. Penetapan Budi sebagai tersangka dilakukan penyidik Kejagung sejak sepekan lalu.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Tribagus Spontana mengatakan Dirut PT Pos Indonesia ditetapkan sebagai tersangka setelah dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi termasuk sang Dirut. Bahkan penyidik juga telah memanggil mantan Dirut PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana.

"Jadi ini menyusul penetapan tersangka sebelumnya, jadi sudah ada 2 Dirut BUMN kita jadikan tersangka," jelas Tony di Kejagung, Senin (3/11) kemarin.

Sayangnya dari PT Pos sendiri belum ada keterangan resmi terkait masalah ini. Ketika dihubungi Gresnews.com, baik Dirut PT POs Indonesia Budi Setiawan maupun Kepala Humas PT Pos Indonesia A Sofian tidak membalas pesan singkat dan telepon. Hanya saja sebelumnya, Vice President Corporate Communication PT Pos Indonesia Bambang Dwi Purwanto menjelaskan penggunaan anggaran APBN yang dimaksud oleh beberapa kalangan bukanlah untuk pengadaan PDT tetapi dialokasikan untuk pekerjaan SISFOKOM (Sistem Informasi dan Komunikasi).

Dia juga menegaskan pekerjaan SISFOKOM yang berasal dari APBN tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan proses pemeriksaan PDT. "Kami klarikasi bahwa nilai kontrak PDT sebesar Rp10,5 miliar dan menggunakan anggaran perusahaan," kata Bambang.

Bambang mengungkapkan tim dari Kejaksaan Agung sudah melakukan pemeriksaan dan penggeledahan di tiga lokasi kantor pusat perusahaan yaitu di lantai 7 Graha Pos Indonesia, Jalan Banda No 30 di Ruangan Direktur Utama dan Direktur Teknologi dan Jasa Keuangan. Kemudian lantai 3 Graha Pos Indonesia di Divisi IT dan Divisi Pengadaan Barang, Jasa di Jalan Jakarta No 34 Bandung dan Ruangan Direktur Keuangan di Jalan Cilaki No 73 Bandung.

Dia menambahkan dari hasil pemeriksaan tersebut tim Kejaksaan Agung RI melakukan penyitaan empat bundel fotokopi dokumen pengadaan mulai dari pelelangan pertama sampai pelelangan keempat PDT tahun 2012 sampai 2013 dan 1 unit CPU yang digunakan untuk mengerjakan dokumen pengadaan PDT.

"Penggeledahan yang dilakukan tim Kejaksaan Agung untuk melengkapi proses pemeriksaan atas tersangka M dan EC. Tersangka diduga melakukan kesalahan dalam serah terima barang PDT tersebut," kata Bambang.

BACA JUGA: