JAKARTA, GRESNEWS.COM - DPR menyatakan Megawati Soekarno Putri, Tjahjo Kumolo, Dwi Ria Latifa dan kawan-kawan  tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) dalam pengujian Undang UNdang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Karena itu, DPR meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan PDIP.

Alasannya, Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 telah menyatakan anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum bahwa peserta pemilu untuk memilih anggota DPR adalah parpol. Selanjutnya, Pasal 22E ayat 3 UUD 1945. Bahwa anggota DPR yang terpilih selanjutnya dikelompokkan dalam fraksi-fraksi DPR.

Menurut  Aziz Syamsudin selaku kuasa hukum DPR yang juga Wakil ketua Komisi III DPR berpendapat para pemohon perkara nomor: 73/PUU-XII/2014 terdiri dari pemohon I Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri; pemohon II, Sekretaris Jenderal DPP PDIP Tjahjo Kumolo; Pemohon III Dwi Ria Latifa; dkk tidak memiliki legal standing.

Sebab, PDIP telah terwakili dalam fraksi di DPR. Bahkan Tjahyo sendiri adalah anggota DPR aktif yang memiliki hak konstitusional. "Dengan demikian para pemohon tidak memiliki legal standing karena sebagai partai politik, mereka telah diwakili fraksi dan anggotanya di DPR," tutur Aziz Syamsudin saat menyampaikan keterangannya dalam sidang uji materi UU MD3 di gedunh MK, Selasa (23/9).
Azis  mengatakan,  hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 20A ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain dalam undang-undang ini, setiap anggota Dewan mempunyai hak untuk mengajukkan pertanyaan, menyampailkan usul dan pendapat. Hal ini dipertegas dengan Pasal 21 UUD 1945 yang memberikan hak bagi anggota DPR untuk mengajukan usul rancangan undang-undang.

Berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 22E ayat 3 UUD 1945, maka para pemohon sebagai partai politik yang telah terwakili dalam Fraksi PDIP dan anggota DPR dari PDIP adalah bagian yang penting dan tidak terpisahkan dalam pembuatan UU MD3. "Sebagai bagian dari fraksi, tidak tepat jika pemohon mengajukan uji materi setelah RUU MD3 menjadi undang-undang," jelasnya.

Menurutnya, tindakan PDIP yang mempersoalkan UU MD3 sama dengan mempersoalkan tindakan fraksi dan anggota sendiri dihadapan sidang konstitusi.

Seperti diketahui, setidaknya ada 23 pasal yang digugat oleh lima pemohon berbeda dari UU MD3. PDIP meminta MK menguji 7 pasal, yakni Pasal 84, Pasal 97, Pasal 104, Pasal 109, Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 152.

Sementara pemohon lainnya Khofifah Indar Prawansa, Rieke Diah Pitaloka dan kawan-kawan juga meminta 7 pasal dalam UU MD3 di uji oleh MK. Ketujuh pasal itu adalah Pasal 97 ayat (2), Pasal 104 ayat (2), Pasal 109 ayat (2), Pasal 115 ayat (2), Pasal 121 ayat (2), Pasal 152 ayat (2), dan Pasal 158 ayat (2)

Sedang Supriyadi Widodo Eddyono,  Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana serta pemohon Alghiffari sama-sama meminta  MK menguji Pasal 245.

Permintahan permohonan uji materi bahkan lebih banyak dimohonkan oleh Dewan Perwakilan Daearah (DPD) yakni terhadap 18 pasal. Pasal tersebut adalah Pasal 71 huruf c, Pasal 72, Pasal 165, Pasal 166 ayat (2), Pasal 167 ayat (1), Pasal 170 ayat (5), Pasal 171 ayat (1), Pasal 174 ayat (4), ayat (5), Pasal 224 ayat (5), Pasal 245 ayat (1), Pasal 249 huruf b, Pasal 250 ayat (1), Pasal 252 ayat (4), Pasal 276 ayat (1), Pasal 277 ayat (1), Pasal 281, Pasal 305, dan Pasal 307 ayat (2) huruf d

BACA JUGA: