JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tersangka korupsi pengadaan ATR 42-5000 seri MSN 601 Winny Erwindia telah ditahan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur selama 20 hari sejak 5 September 2014 kemarin. Namun tim kuasa hukum Ketua KONI DKI Jakarta, Masyhudi Ridwan bersikukuh menyatakan kliennya tidak terlibat kasus tersebut.

Masyhudi mengatakan, setelah dilakukan telaah dan analisa fakta serta telaah yuridis, Winny selaku Direktur Utama Bank DKI saat itu ikut terlibat dan bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Posisi Winny hanya menyetujui dan memberikan disposisi atas permohonan kredit untuk pembiayaan investasi pesawat jenis ATR 42-5000.

"Saat menyetujui tersebut Winny mengingatkan bawahannya untuk melaksanaan pencairan kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Masyhudi kepada Gresnews.com, Mingu (7/9).

Kasus ini bermula ketika Dirut PT Energy Spectrum (PT ES) Banu Anwari mengajukan permohonan pembiayaan sebesar US$9,4 juta atau Rp80 miliaran ke Group Syariah Bank DKI. Karena nilai kreditnya besar, maka persetujuan tersebut harus dilakukan oleh dewan direksi.

Hanya saja saat presentasi di hadapan direksi pada 8 Oktober 2007, Masyhudi menyatakan, ada kerja sama antara Dirut PT ES dengan Athouf Ibnu Tama selaku Pimpinan Group Syariah dan Hendro Wiratmoko selaku Analisis Pemasaran Group Syariah Bank DKI dengan menyampaikan laporan tidak sesuai fakta.

"Laporan kunjungan setempat ke PT ES, paket analisa pembiayaan/usulan fasilitas pembiayaan yang dituangkan dalam Memorandum Pengusulan Pembiayaan (MPP) tidak diterangkan apa adanya tetapi dikarang supaya PT ES memenuhi syarat pengajuan kredit dan dewab direksi menyetujui," tutur mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung itu.

Lalu pada 31 Oktober 2007 Bank Syariah DKI mengeluarkan Surat Pemberitahuan Persetujuan Pembiayaan (SP3) No. 1618/DIR/GSY/2007 yang ditandatangani Athouf Ibnu Tama selaku Pimpinan Group Syariah dan Muhammad Irfandi sebagai Direktur Pemasaran kepada PT ES sebesar US$9,4 juta dengan skema murabahah/wakalah bil ujrah.

Kemudian pada 1 November 2007 dibuatlah perjanjian pembiayaan investasi antara Bank DKI Syariah dan PT ES dihadapan Notaris Siti Rohmah Caryana. Yang menandatangani adalah Athouf dengan Irfandi dan Banu Anwari. Pada 6 November Banu mengajukan permohonan pembukaan L/C ke Bank Syariah atas nama PT ES dengan nominal sesuai pengajuan.

Pada 7 November Group Syariah menerbitka L/C yang ditujukan kepada Phoenix Air Craft & Leasing Pte Ltd untuk pembelian pesawat ATR 42-500 seri MSN. Setelah dibayarkan pesawat diterbangkan ke Indonesia pada Desember dan langsung masuk hanggar di Lanud Halim Perdana Kusuma.

Dari rentetan tersebut, dengan menyetujui hingga dicairkan, menurut analisa Masyhudi tidak ada tindakan Winny yang melawan hukum. Begitu juga tidak ada penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatan. Bahkan mantan Kapuspenkum Kejagung era Jaka Agung Abdurrahman Shaleh 2005-2006 silam ini menyatakan perbuatan yang dilakukan Winny selaku Dirut Bank DKI tidak merugikan keuangan negara.

Dari sanalah sejak ditetapkan tersangka 2011 belum ada proses hukum selanjutnya. "Menurut kami penyidik ragu-ragu untuk memidanakan Winny," kata Masyhudi.

Perkara ini mulai disidik pada 2011 di masa Jampidsus dijabat Andhi Nirwanto yang saat ini menjabat Wakil Jaksa Agung. Setelah hampir empat tahunan tak tersentuh di bawah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus R Widyo Pramono, Winny akhirnya ditahan.

Dalam perkara tersebut, Kejagung telah mempidanakan Pemimpin Group Syariah PT Bank DKI Athouf Ibnu Tama, Analis Pembiayaan Group Syariah Bank DKI Hendro Wiratmoko dan Dirut PT Energy Spectrum Banu Anwari serta Irfandi selaku Direktur Pemasaran Bank DKI.

Keempatnya dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi karena proyek pengadaan tersebut "total lost" dan pesawat yang diadakan telah disita di Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Ditersangkakannya Winny oleh Kejagung karena status hukum ketiga terpidana tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Sementara Irfandi sebelumnya juga sudah ditahan.

Masyhudi  mengatakan penahanan atas kliennya tersebut dinilai berlebihan dan sewenang-wenang. Selama ini Winny telah kooperatif. Bahkan saat ke luar negerinya untuk berobat, Masyhudi menyuruhnya untuk pulang guna memenuhi panggila ketiga penyidik.

Sementara itu Kapuspenkum Kejagung Tony Tribagus Spontana mengatakan penahan Winny dilakukan sesuai ketentuan. Penyidik memutus untuk dilakukan penahanan berdasarkan pertimbangan objektif dan subjektif sesuai dengan ketentuan KUHPidana.

"Yang bersangkutan ditahan karena ditakutkan hilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya," jelas Tony.

BACA JUGA: