JAKARTA,GRESNEWS.COM - Meskipun sila ke-5 Pancasila menegaskan soal Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, faktanya, pendidikan hukum di Indonesia tidak banyak atau bahkan nihil menawarkan gagasan keadilan sosial. Hal ini terungkap dalam presentasi dan diskusi di hari pertama Konferensi Internasional Filsafat Hukum dan Temu Ilmiah Filsafat Hukum Asosiasi Filsafat Hukum Nasional (AFHI) yang berlangsung awal September ini.

Ketua AFHI, Herlambang P. Wiratraman, menyampaikan, dalam beberapa tahun terakhir ini keprihatinan masyarakat dunia tentang keadilan dan ketidakadilan semakin meningkat. "Fakultas hukum dan para sarjana hukum harus menyadari bahwa saat ini telah terjadi pembajakan wacana tentang keadilan dan menyerang hak-hak rakyat. Sehingga kita harus mendekati keadilan tidak hanya dari perspektif doktrinal, tetapi juga melihat dari sisi hukum, keadilan, dan ketidakadilan, terutama dari pengalaman dan perdebatan filosofis," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Rabu (3/9).

Hal senada juga disampaikan Dr. Derk Venema dari Netherlands Journal of Legal Philosophy, yang juga wakil dari The Netherlands Association for Philosophy of Law (Vereniging voor Wijsbegeerte van het Recht) yang menjadi pembicara kunci di Konferensi Internasional ini. Derk memaparkan perlunya memahami soal keadilan transisi, yang merupakan kombinasi antara apa yang disebut keadilan sosial dan keadilan legal/hukum. Derk juga mengungkapkan pengalaman sejumlah negara, terutama belajar dari pengalaman Eropa.

Sementara itu, Dr. Myrna A Safitri, Direktur Epistema Institute memaparkan betapa kompleksnya konflik dan soal keadilan ekososial di Indonesia berkaitan dengan memburuknya pengelolaan sumberdaya alam. Deforestasi secara masif, telah melahirkan meluasnya ketidakadilan sosial.

Dan yang menyedihkan, hukum seakan tak mampu bekerja secara baik dalam mendorong perubahan kebijakan dan politik kekuasaan yang mempromosikan keadilan ekologis dan sosial. "Konflik sumber daya alam telah menyebabkan kemiskinan struktural pada masyarakat yang tinggal di sekitar dan di dalam hutan. 21% dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan," kata Myrna. Dia berharap agar kampus mampu melihat realitas, dan menerjemahkahkan dalam Tridarma Perguruan Tinggi.

Konferensi ini dilaksanakan selama tiga hari, sejak tanggal 2 September 2014 hingga 4 September 2014 di Binus University. Kegiatan ini merupakan kegiatan bersama antara Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) dengan Universitas Bina Nusantara, Universitas Pancasila, Universitas Atmadjaya, Universitas Airlangga, STF Driyarkara, KontraS, Lembaga Independensi Peradilan (LeIP), Satjipto Raharjo Institute, Epistema Institute dan Perkumpulan HuMa.

Tak kurang dari 35 makalah dipresentasikan dalam Konferensi Internasional dan 106 makalah dipresentasikan dalam Konferensi Nasional. Harapannya, Konferensi ini dapat mendorong terbukanya ruang debat lebih luas dan tajam soal regangan isu keadilan hukum, keadilan sosial dan keadilan eko-sosial.

BACA JUGA: