JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pegiat antiorupsi Taufik Basari mendorong Komisi Yudisial (KY) untuk serius mengungkap dugaan suap terhadap majelis hakim yang menangani perkara peninjauan kembali (PK) Sudjiono Timan. Dibebaskannya terpidana sekaligus buronan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia senilai Rp 2,2 triliun itu diduga kuat beraroma suap. Taufik mengatakan KY harus dapat mengungkap dan menjelaskan kepada publik, apa sebenarnya yang terjadi dalam proses penanganan PK itu. "Termasuk memberikan penjelasan pola apa yang terjadi di MA sehingga kasus dugaan suap itu muncul," ujar Taufik kepada Gresnews.com, Kamis (9/1).

Selain itu Taufik juga mendesak KY untuk melakukan penelusuran lebih lanjut. KY, kata dia, harus bisa membongkar dan membuktikan kalau ada dugaan suap yang diterima majelis hakim yang menangani PK Sudjiono Timan. "KY jangan setengah-setengah menelusuri dugaan suap ini, KY harus bisa membuka semuanya sehingga publik bisa mendapat kejelasan," katanya.

Taufik berpendapat, kasus PK Sudjiono Timan menjadi sangat fenomenal dalam penegakan hukum pada 2013. "Kalau ini dibiarkan tanpa penyelesaian tuntas, terbuka, dan penelusuran lebih lanjut maka akan muncul preseden yang buruk bagi penegakan hukum," tegasnya.

Taufik menilai, sistem yang baik dan sudah ada dalam institusi peradilan harus diikuti dengan personel-personel yang baik pula. Ketika sistem yang baik itu dijalankan orang-orang yang tidak benar maka sistemnya akan menjadi rusak. Ia mencontohkan kasus yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK). Periode pertama dan kedua MK, kata dia, proses rekruitmen hakim kontitusi sangat bagus. Ada tim seleksi dan ada partisifasi publik untuk terlibat mengawasi proses seleksi itu.

Namun, memasuki periode ketiga, kredibilitas rekruitmen hakim konstitusi mulai rusak, termasuk tidak adanya partisipasi publik untuk mengawasi proses seleksi. Hal ini terbukti dari putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang membatalkan Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tentang SK Pengangkatan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati. Akibatnya sistem yang baik di MK rusak dan kredibilitas MK terancam karena kasus suap yang menimpa Akil Mochtar. "MA pun begitu, ujung dari proses seleksi Hakim Agung ada di DPR, dimana ada proses politik, ada negosiasi siapa yang akan dipilih untuk menjadi hakim agung," ujarnya.

Komisi Yudisial sendiri mengagendakan pemanggilan kembali tiga anggota majelis hakim yang menangani perkara PK Sudjiono Timan untuk diperiksa ulang. Komisioner Komisi Yudisial bidang Rekrutmen Hakim Tauffiqurrahman Syahuri mengatakan, pemeriksaan ulang ini dilakukan karena terdapat perbedaan antara keterangan saksi dan keterangan awal para anggota majelis hakim. "Hal yang bakal dimintakan klarifikasi mengenai alur berkas perkara," katanya.

Putusan PK Sudjiono memang sangat kontroversial. Majelis hakim PK yang terdiri dari Ketua Hakim Agung Suhadi dengan hakim anggota Andi Samsan Nganro, Abdul Latief, Sri Murwahyuni, dan Sophian Martabaya membebaskan Sudjiono dari vonis yang dijatuhkan di tingkat kasasi. Pada tingkat kasasi Sudjiono dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp 369 miliar pada 2004. Dari kelima hakim itu hanya Sri Murwahyuni yang tidak menyetujui pembebasan Sudjiono.

Putusan ini dinilai janggal karena saat mengajukan PK status Sudjiono adalah buronan. Sedangkan yang mengajukan PK adalah istri Sudjiono Timan. Sudjiono kabur saat akan dieksekusi pada 7 Desember 2004. Padahal saat itu dia sudah dikenakan pencekalan bahkan paspornya sudah ditarik. Sejak itulah, dia masuk daftar pencarian orang dan belum pernah dicabut.

Sementara Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan atas hakim dan proses pengambilan putusan PK yang membebaskan koruptor Sudjiono Timan. Menurutnya, tidak ada kesalahan dalam putusan tersebut. "Tim MA menilai tidak terdapat kesalahan yang fundamental dalam penanganan perkara Sudjiono Timan," ujar Hatta pada 3 Desember lalu.

BACA JUGA: