JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pakar Hukum Pidana Chairul Huda menilai putusan Badan Pengawas Mahkamah Agung yang menyatakan tidak ada kesalahan fundamental dalam putusan PK yang membebaskan koruptor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sudjiono Timan dari segala jeratan hukum sebagai keputusan yang asal-asalan. Sebab keputusan MA untuk menyidangkan perkara PK itu sendiri cacat hukum karena PK diajukan oleh Hasdiwati istri Sudjiono Timan.

Dalam perkara pokok itu sendiri kata Chairul seharusnya majelis PK memutuskan permohonan PK itu dinyatakan tidak dapat diterima atau niet ontvankelijk verklaard (NO). "Alasannya, karena pemohon PK tidak memiliki legal standing, sehingga putusannya tetap berisi pemidanaan, tetapi oleh hakim PK diputus bebas. Kok dipandang tidak ada kesalahan prinsipil?" kata Chairul Huda kepada Gresnews.com, Selasa (31/12).

Chairul menilai, majelis hakim telah secara sembrono menafsirkan istri Sudjiono Timan adalah ahli waris yang berhak mengajukan PK. Dia bilang istri Sudjiono Timan tidak bisa disebut sebagai ahli waris karena Sudjiono Timan masih hidup. Istilah ´ahli waris´ hanya bagi mereka yang menurut hukum menjadi penerima waris dari seseorang yang sudah meninggal dunia. "Jadi jelas, putusan PK tersebut harusnya tidak dapat diterima karena diajukan oleh orang yang menurut undang-undang tidak berhak mengajukan permohonan dimaksud," jelasnya.

Sebelumnya, Ketua MA Hatta Ali menyatakan, pemeriksaan yang dilakukan Badan Pengawas (Bawas) terhadap putusan peninjauan kembali (PK) Sudjiono Timan sudah rampung. Hasilnya, tidak ditemukan kesalahan fundamental dalam putusan PK yang menyatakan koruptor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu bebas dari segala jeratan hukum. "Tim menilai tidak terdapat kesalahan yang fundamental. Kalau pun ada kesalahan itu cuma sedikit, karena itu terkait terbitnya SEMA (Surat Edaran MA) Nomor 1 tahun 2012," kata Hatta di Gedung MA, Senin kemarin.

Hatta menerangkan, dalam surat itu memang diatur tentang terpidana atau pemohon PK wajib hadir. Namun, SEMA itu berlaku sejak diterbitkan, yakni pada 28 Juni 2012. Sementara permohonan PK Sudjiono masuk pada Januari 2012. Karena itu, lanjut Hatta, Bawas tidak bisa memberikan sanksi atau hukuman terhadap majelis PK Sudjiono yang dipimpin Hakim Agung Suhadi dengan anggota Andi Samsan Nganro, Sri Murwahyuni, Sofyan Martabaya, dan Abdul Latief.

Hatta menerangkan, mengenai ahli waris yang mengajukan PK, dalam hal ini istri Sudjiono, bahwa majelis PK menyatakan tidak ada masalah. Hatta berkelit, majelis hakim PK mengutip dan menafsirkan pendapat mantan Wakil Ketua MA, Yahya Harahap yang menyatakan bahwa ahli waris tidak harus pewarisnya harus yang sudah meninggal dunia. "Ini yang disitir oleh majelis, bahwa istrinya selaku ahli waris, sehingga dapat mengajukan PK," jelas Hatta.

Hanya saja menurut Chairul penafsiran itu sangat keliru. "Berarti MA telah mengubah undang-undang. Kata ´ahli waris´ telah diubah menjadi ´isteri´ atau ´anak´ atau ´saudara kandung´ dalam hal tidak ada ´anak´ atau ´orang tua´ dan seterusnya menurut Hukum waris. Kacau sekali republik ini jika judicative menjadi active legislator," tegasnya.

Sementara itu menurut Pakar Hukum Pidana Indriyanto Seno Aji, dalam kasus ini tidak masalah jika PK diajukan oleh istri Sudjiono Timan. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak memberikan pengertian ahli waris. Tetapi ahli waris dalam pemahaman hukum perdata sebagai alur yang dapat diharmonisasikan pada hukum pidana. Ahli waris menurut Seno tidak selalu diartikan orang yang mendapat hak waris dari orang yang sudah meninggal dunia.

Pembandingnya kata Seno, seorang ahli waris yang membuat penetapan ahli waris diperkenankan oleh hukum meskipun pewaris masih hidup. "Jadi silahkan saja bila ahli waris dalam hal ini istri dari Sudjiono Timan mengajukan PK. Pengakuan yang dimaksud masih dalam batas legalitas yg dibenarkan dalam hukum dan praktik pengadilan," jelasnya.

Perkara ini sendiri menjadi kontroversi karena dibebaskannya Sudjiono Timan oleh majelis hakim PK ini diduga berbau suap. Tim Panel Investigasi Komisi Yudisial mengatakan telah mendapat petunjuk yang mengarah pada adanya perilaku tak wajar dari dari majelis hakim yang menyidangkan perkara PK ini.

Ketua Tim Panel Investigasi KY Taufiqurrahman Syahuri mengatakan pihaknya menemukan fakta ada sejumlah hakim yang kerap pergi ke Singapura. "Kami menemukan ada hakim yang sering pergi ke Singapura. Ini pengembangan dari PK Sudjiono Timan," kata Taufiq.

Perilaku ini kata dia mengarah pada adanya dugaan suap dalam persidangan PK kasus Sudjiono Timan. Selain itu Tim panel Investigasi KY juga menemukan ada anggota majelis hakim PK yang memiliki kekayaan yang tidak wajar.

Sebelumnya pada tingkat kasasi yang diputus pada 3 Desember 2004, Sudjiono Timan yang merupakan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi dan telah merugikan negara sebesar Rp 2 triliun.

Ia divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 50 juta dengan kewajiban membayar biaya pengganti sebesar Rp 369 miliar. Namun saat akan dieksekusi pada tanggal 7 Desember 2004, Sudjiono Timan telah kabur. Padahal Sudjiono Timan sudah dikenakan pencekalan.

BACA JUGA: