JAKARTA, GRESNEWS.COM - PT Kharissa Permai sebenarnya punya kunci kemenangan saat menghadapi PT Lion Mentari Airlines, operator maskapai Lion Air di pengadilan. Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan Indonesia (Astindo) menyatakan untuk membuktikan Kharissa Permai Holiday memiliki hubungan hukum dengan Lion Air harus diliat history reservasi tiket.

Sebagaimana diketahui awalnya Kharissa menggugat Lion Air ke PN Jakpus dengan nomor perkara 420/PDT.G/2013/PN.JKT.PST. Dalam gugatannya, PT Kharissa Permai Holiday menilai Lion Air melakukan pembatalan penerbangan secara sepihak terhadap 91 jamaah umrah PT KPH untuk penerbangan 30 Mei 2013. Saat itu PT KPH membeli tiket seharga US$ 98 ribu. Namun belakangan Lion justru menggugat balik Kharissa dengan alasan tidak pernah ada hubungan langsung. Lion menyebutkan Kharissa tidak membeli tiket pada Lion namun membeli dari pihak ketiga yakni biro penjualan.

Ketua DPN Astindo Pauline Suharno menjelaskan secara hubungan hukum antara maskapai dengan biro travel memang tidak ada perjanjian khusus. Tetapi ada reservasi tiket yang dapat menunjukkan bahwa ada kerjasama antara pihak maskapai dan biro travel.

Menurut Pauline, jika pembatalan penerbangan datang dari pihak maskapai maka yang bertanggung adalah maskapai. Untuk itu Pauline menyarankan kepada Kharissa Permai melihat history reservasi tiket karena didalamnya terdapat kode booking dan jadwal penerbangan.

"Jika memang itu semuanya terekam maka pihak Lion yang harus mengganti kerugiannya," kata Pauline kepada Gresnews.com, Jakarta, Senin (9/12).

Kendati demikian, Pauline mengaku curiga bahwa pembelian tiket yang dilakukan oleh PT Kharissa Permai Holiday merupakan tiket fiktif karena PT Kharissa Permai Holiday membeli dari pihak ketiga. Artinya, menurut Pauline apakah pihak ketiga tersebut sudah melakukan konfirmasi kepada Lion Air atau belum, jikalau belum maka pihak ketiga tersebut merupakan agen nakal yang menipu PT Kharissa Permai Holiday.

"Apakah memang Lion mengissue tiket, kalau tidak berarti pihak ketiganya nakal," kata Pauline.

Sementara itu, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Bambang S. Ervan mengatakan jika mengacu kepada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 pasal 12 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara bahwa pembatalan penerbangan pihak maskapai harus memberitahukan kepada penumpang paling lambat tujuh hari sebelum pelaksanaan penerbangan.

Bambang menjelaskan ketika adanya pembatalan tersebut maka pihak maskapai wajib mengembalikan seluruh uang tiket yang telah dibayarkan penumpang.

"Ya maskapai wajib bertanggung jawab kepada penumpang," kata Bambang kepada Gresnews.com.

Bambang mengatakan hal yang perlu dilihat adalah perjanjian antara maskapai dengan penumpang atau biro jasa sebagai perantara penumpang untuk mendapatkan tiket. Maka dari itu perlu dilihat ketentuan-ketentuan yang harus disampaikan oleh Biro Jasa kepada penumpang mengenai perjanjian membeli tiket dengan maskapai.

"Jadi hubungan maskapai dengan pembeli tiket itu bagaimana tanggung jawabnya lalu biro jasa kepada pengguna jasa dan maskapai itu bagaimana tanggung jawabnya. Itu yang harus disampaikan," kata Bambang.

(Heronimus Ronito/GN-04)

BACA JUGA: