MAHKAMAH Konstitusi (MK) membatalkan sejumlah pasal dalam UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Hakim konstitusi mengabulkan seluruh permohonan pengusaha tambang Fatriansyah Aria dan Fahrizan. Sementara permohonan terpisah dari para pengusaha tambang John Murod, Zuristyo Firmadata, Nico Plamonia, dan Johardi hanya dikabulkan untuk sebagian.

Pada  permohonan Nomor 25/PUU-VIII/2010 yang diajukan Fatriansyah dan Fahrizan, MK membatalkan Pasal 22 huruf e dan f sepanjang frasa ´dan atau´ dan  Pasal 52 ayat (1) UU Minerba sepanjang frasa ´dengan luas paling sedikit 5.000 hektare dan´, karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Ini artinya syarat luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) minimal 5.000 hektare dihapus.    
 
Sementara dalam permohonan John Murod, Zuristyo Firmadata, Nico Plamonia, dan Johardi nomor 30/PUU-VIII/2010, MK membatalkan Pasal 55 ayat (1) sepanjang frasa ´dengan luas paling sedikit 500 hektare dan´, Pasal 61 ayat (1) sepanjang frasa ´dengan luas paling sedikit 5.000 hektare dan´, dan frasa ´dengan cara lelang´ dalam Pasal 51, Pasal 60, Pasal 75 ayat (4) UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai, ´lelang dilakukan dengan menyamakan antarpeserta lelang WIUP dan WIUPK dalam hal kemampuan administratif/manajemen, teknis, lingkungan dan finansial yang berbeda terhadap objek yang akan dilelang´.             
 
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian dan menolak permohonan para pemohon selebihnya," kata Ketua Majelis MK, Mahfud MD saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Senin (4/6).       
 
Sebelumnya, Fatriansyah dan Fahrizan meminta MK membatalkan Pasal 22 huruf e dan f, Pasal 52 ayat (1) UU Minerba. Dua pasal termasuk dari 11 pasal yang diuji John Murod Dkk yakni Pasal 22 huruf a, huruf c, huruf f, Pasal 38, Pasal 51, Pasal 52 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 58 ayat (1), Pasal 60, Pasal 61 ayat (1), Pasal 75 ayat (4), Pasal 172, dan Pasal 173 ayat (3) UU Minerba.
 
Pasal-pasal itu dinilai berpotensi memperkecil atau menghilangkan kesempatan masyarakat untuk berusaha. Hal itu sangat diskriminatif dan merugikan pengusaha kecil dan menengah bidang pertambangan timah, khususnya di Provinsi Bangka Belitung. Salah satunya syarat luas minimal WIUP yang harus dipenuhi bila ingin memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP).
 
Untuk eksplorasi mineral logam, WIUP minimal 5000 hektar (Pasal 52 ayat (1), Sedangkan, untuk eksplorasi mineral bukan logam, WIUP minimal 500 hektare (Pasal 55 ayat (1). Untuk eksplorasi batubara, WIUP minimal 500 hektare (Pasal 58 ayat (1). Sebab, persyaratan luas minimal WIUP eksplorasi tersebut tak mungkin dipenuhi oleh perusahaan kecil/menengah.
 
Dalam pertimbangan putusan Nomor 25/PUU-VIII/2010, Mahkamah menilai Pasal 22 huruf f UU Minerba berpotensi menghalangi hak rakyat untuk berpartisipasi dan memenuhi kebutuhan ekonomi melalui kegiatan pertambangan mineral dan batubara. "Karena faktanya tidak semua kegiatan pertambangan rakyat sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 tahun," imbuh juru bicara MK, Akil Mochtar.

Reduksi hak rakyat
Mahkamah menyatakan Pasal 52 ayat (1) telah menimbulkan diskriminasi bagi para pemohon yang merupakan penambang skala kecil. "Batas minimal 5.000 hektare ini dengan sendirinya juga berpotensi mereduksi atau menghilangkan hak-hak para pengusaha pertambangan, karena belum tentu suatu wilayah pertambangan akan tersedia luas wilayah eksplorasi minimal 5.000 hektare," kata Akil.
 
Sementara pertimbangan putusan permohonan No. 30/PUU-VIII/2010, Mahkamah juga berpendapat batas luas minimal 500 hektare (Pasal 55 ayat (1)) dan batas luas minimal 5.000 hektare (Pasal 61 ayat (1)) dengan sendirinya akan mereduksi atau bahkan menghilangkan hak-hak pengusaha di bidang pertambangan.
 
Sebab, belum tentu dalam suatu WIUP akan tersedia luas wilayah eksplorasi minimal 500 hektare dan maksimal 5.000 hektare. Dihapuskannnya luas paling sedikit untuk diberikan WIUP eksplorasi mineral bukan logam dan WIUP eksplorasi batubara tetap sesuai dengan potensi serta daya dukung lingkungan.
 
"Pokok permohonan mengenai Pasal 22 huruf a dan c, Pasal 38 huruf a serta Pasal 173 UU Minerba tidak beralasan menurut hukum. Sementara Pasal 169 huruf a dan Pasal 173 ayat (2) UU Minerba dikesampingkan," pungkas Mahfud.

BACA JUGA: