JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bersama Banyuwangi´s Forum For Environmental Learning (BaFFEL) membuat petisi yang meminta Presiden Joko Widodo untuk mengembalikan status Hutan Tumpang Pitu sebagai hutan lindung. Mereka juga meminta pemerintah menghentikan praktik penambangan emas di kawasan Tumpang Pitu. Pasalnya, penambangan yang dilakukan di Hutan Tumpang Pitu berdampak buruk terhadap warga yang tinggal tak jauh dari aktivitas penambangan.

Dalam petisi yang dipelopori BaFFEL itu dijelaskan, penambangan emas di kawasan Tumpang Pitu berawal sejak Pemerintah Daerah Banyuwangi mengusulkan alih status hutan tersebut ke Kementerian Kehutanan pada 2013. Zulkifli Hasan yang kala itu menjabat sebagai Menteri Kehutanan menandatangani surat alih fungsi hutan lindung menjadi hutan produksi. Peralihan status itulah yang membuka terjadinya peluang aktivitas penambangan di Tumpang Pitu.

Koordinator JATAM Nasional, Merah Johansyah, mengecam keras aktivitas penambangan yang dilakukan PT Bumi Suksesindo (PT BSI). Merah meminta pemerintah melakukan evaluasi terhadap penambangan yang berisiko terhadap keberlangsungan lingkungan masyarakat sekitar area pertambangan. "Izin tambang BSI harus dievaluasi karena punya banyak problem spasial," ujar Merah kepada gresnews.com, Selasa (23/8).

Lebih lanjut Merah menyebutkan perlunya pemerintah membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) guna mengantisipasi dampak yang timbul akibat penambangan. Jarak 6,7 kilometer dari kawasan penambangan ke lingkungan masyarakat tak menjamin dampaknya bisa diantisipasi. Karena itu, Merah menganggap aktivitas penambangan yang dilakukan PT BSI harus dihentikan.

"Dekat dengan ruang hidup warga, dekat kawasan ekowisata pantai pulau merah, di kawasan hutan lindung, dekat kawasan yang ditopang sektor perikanan. Sudah selayaknya dievaluasi dan dicabut izinnya," tegas Merah.

Dalam petisi tersebut, BaFFEL juga menyitir data tentang luas hutan di pulau yang semakin tahun berkurang. Padahal ukuran ideal hutan itu 30 persen dari luas pulau. Menurut Forest Watch Indonesia, luas hutan Pulau Jawa hanya tersisa 11 persen. Sementara itu, data terakhir Agustus 2016 yang dirilis Departemen Hukum Lingkungan-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai penyelenggara Forum Akademisi untuk Reposisi Tata Kelola Hutan Jawa, tercatat luas hutan Pulau Jawa hanya tersisa 3 juta hektare atau setara dengan 4,3 persen luas Pulau Jawa.

Melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pemerintah sendiri sebenarnya sudah melarang kegiatan open pit mining (penambangan terbuka) di hutan lindung. Namun ganjalan itu kemudian disiasati dengan menurunkan status Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu (HLGTP) menjadi hutan produksi.

Lalu pada 2013, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan yang kini menjabat Ketua MPR menerbitkan surat keputusan Nomor SK.826/Menhut –II/2013. Dengan begitu HLGTP seluas 1.942 hektare kemudian menjadi hutan produksi.

SK Menteri Kehutanan ini diterbitkan karena adanya usulan dari Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. Usulan tersebut tertuang secara tertulis dalam Surat Nomor 522/635/429/108/2012 tanggal 10 Oktober 2012. Upaya menurunkan status ini dinilai Jatam untuk memuluskan praktik penambangan emas yang terletak di Tumpang Pitu.

Pada 2012, Bupati Banyuwangi yang memberikan persetujuan Izin Usaha Pertambang (IUP) kepada PT Bumi Suksesindo (PT BSI). Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menandatangani Surat Keputusan Bupati Nomor 188/555/KEP/429.011/2011 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Kepada PT Bumi Suksesindo.

ORANG KUAT DI BALIK PT BSI - Warga Banyuwangi memang sudah berkali-kali berupaya agar aktivitas penambangan di kawasan Tumpang Pitu dihentikan. Namun, warga akhirnya malah kerap terlibat bentrokan dengan aparat keamanan dari pihak TNI dan Brimob yang menjaga lokasi pertambangan.

Warga sendiri mengaku heran mengapa lokasi pertambangan yang dekat dengan kawasan hutan lindung dan taman nasional Meru Betiri itu tetap dibiarkan berlangsung dan diberi izin. Warga memang mafhum ada tangan kuat di balik perusahaan itu.

Seperti diketahui, PT Bumi Suksesindo adalah salah satu anak perusahaan dari Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA). Perusahaan itu didirikan pada tanggal 5 September 2012 dengan nama PT Merdeka Serasi Jaya. PT Merdeka Copper Gold Tbk sendiri sahamnya dikuasai oleh PT Saratoga Investama Sedaya Tbk dan Invident Capital Indonesia yang keduanya didirikan oleh Sandiago Uno dan Edwin Soeryadjaya.

Sementara Pemda Banyuwangi sendiri memiliki sahan MDKA sebesar 6,8 persen. Duduk sebagai Presiden Komisaris mantan Kepala BIN Jenderal (Purn) AM Hendropriyono, dan anak Hendro, Rony N Hendropriyono, sebagai Direktur yang membidangi masalah sosial dan lingkungan hidup serta komunitas masyarakat.

MDKA mendapat lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk dua anak usaha yaitu PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI). Lokasi pertambangannya terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. PT BSI mendapatkan lahan seluas 4.998 hektare, sementara PT DSI mendapat IUP seluas 6.623 hektare.

BANJIR DAMPAK PENAMBANGAN - Warga memang menentang mati-matian aktivitas pertambangan di kawasan tersebut karena terbukti telah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Rosdi Bahtiar Martadi dari BaFFEL mengungkapkan, banjir lumpur yang melanda kawasan wisata Pantai Pulau Merah, Kabupaten Banyuwangi, pada dua pekan terakhir disebabkan aktivitas penambangan oleh PT BSI.

Karena itu, dia berharap, pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan dampak yang ditimbulkan tersebut. Dalam petisi yang telah ditandatangani oleh hampir 700 orang sejak dibuat pada 22 Agustus 2016, Rosdi meminta presiden untuk mencabut izin penambangan di kawasan Hutan Tumpang Pitu dan mengembalikan statusnya menjadi hutan lindung.

Selama ini, sebelum adanya ledakan yang dilakukan PT BSI itu belum pernah ada banjir seperti yang terjadi beberapa pekan ini. "Kalau kondisi terkini, lumpur itu sebarannya sampai empat kilometer lepas pantai. Ya, artinya memang menyulitkan bagi nelayan," kata Rosdi kepada gresnews.com, Selasa (23/8).

Rosdi mengaku khawatir aktvitas tambang tersebut akan mengganggu keselamatan warga yang sebenarnya bermukim tak jauh dari lokasi penambangan itu. Dia meyakini, banjir yang terjadi akibat ledakan oleh PT BSI pada 27 April 2016 lalu. "Kalau jarak dari pelelangan ikan itu kan 6,7 kilometer, tapi kalau dari jarak permukiman penduduk hanya 3 kilometer," ungkap Rosdi.

Dia juga menyayangkan langkah pemerintah melakukan alih fungsi hutan lindung menjadi hutan produksi tanpa ada sosialisasi kepada masyarakat. "Enggak ada sosialisasi dari pemerintah. Logikanya kan, kalau kebijakan strategis itu diambil karena berkaitan dengan masyarakat harus ada sosialisasi kepada masyarakat," tandasnya.

Ada delapan poin tuntutan dalam petisi tersebut, diantaranya adalah:

1. Menginstruksikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengembalikan fungsi Tumpang Pitu dari hutan produksi menjadi hutan lindung;

2. Menginstruksikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut surat keputusan Nomor SK. 826/Menhut –II/2013 tentang Perubahan Fungsi antar Fungsi Pokok Kawasan Hutan Lindung Menjadi Hutan Produksi Tetap Yang Terletak di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Sukamade, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur seluas 1.942 hektare;

3. Menginstruksikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut surat Izin Prinsip Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) No. S.317/Menhut – VII/ 2014 tanggal 25 Juli 2014;

4.  Menginstruksikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut surat Izin Prinsip Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) No. SK.812/Menhut-II/IPPKH/2014 tanggal 25 September 2014;

5. Menginstruksikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut surat Izin Prinsip Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) no. 18/1/IPPKH/PMDN/2016 tanggal 29 Februari 2016;

6.  Menginstruksikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mencabut penetapan Tumpang Pitu sebagai Objek Vital Nasional dengan cara menncabut SK Menteri KESDM No 631k/30/MEM/2016  tanggal 16 Februari 2016;

7.  Menginstruksikan Bupati Banyuwangi untuk mencabut Surat Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/555/KEP/429.011/2011 tanggal 11 Juli 2012 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Kepada PT. Bumi Suksesindo;

8. Menginstruksikan Bupati Banyuwangi untuk mencabut Surat Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/930/kep/429.011/2012 tanggal 10 Desember 2012 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Kepada PT Damai Suksesindo.

BACA JUGA: