KONTROVERSI konser Lady GaGa terus bergulir. Pro dan kontra mewarnai rencana pergelaran musik pelantun Born This Way itu di Jakarta, dalam rangkaian tur Asia.

Indonesian Police Watch (IPW) mendesak Polri bersikap konsisten terhadap pemberian izin keramaian bagi konser Lady Gaga, terkait UU Antipornografi Nomor 44/2008.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menuding Polri tidak cerdas dan cermat dalam menghadapi situasi tuntutan digelarnya konser musik. Pasalnya, kebebasan ekspresi merupakan hak setiap orang.

Sikap pro dan kontra tersebut dikemukakan Ketua Presidium IPW Neta S Pane dan Kordinator KontraS Haris Azhar kepada gresnews.com di Jakarta, Kamis (17/5).

Neta menuturkan, adalah tugas polisi untuk menjaga ketertiban umum dan menegakkan UU Antipornografi.

Definisi pornografi dalam UU Antipornografi Nomor 44/2008: "Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat."

"Jika Polri sudah menilai ada potensi pornoaksi dalam pementasan Lady Gaga, adalah tugas Polda Metro Jaya untuk mencegah dan melarang pertunjukan tersebut," ungkap Neta S Pane.

Sebaliknya, di tempat terpisah, Haris Azhar mengingatkan Polri untuk bertindak bukan berdasarkan desakan atau dorongan dari pihak tertentu.

"Polisi tidak bisa melakukan pelarangan terhadap para fans berat Lady Gaga yang menirukan semua yang ada pada dia. Kita tidak dapat pungkiri transisi budaya baik barat maupun nasional di era ini semakin mudah untuk masuk ke Indonesia," tambah Haris.

Persepsi Polri
Haris menambahkan, Polri seharusnya dapat melihat berdasarkan persepsinya sendiri dan bukan berdasarkan dorongan atau desakan dari siapa pun.

"Apabila terdapat unsur yang membahayakan stabilitas keamanan nasional itu boleh dilakukan," ungkap Haris.

IPW menilai, Polri tidak ragu-ragu meskipun banyak pihak yang mengecam pelarangan tersebut. Sebab dalam Pasal 19 Ayat B UU Antipornografi disebutkan (adalah tugas Polri untuk) melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan pornografi. Sementara dalam Pasal 21 disebutkan, masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

"Untuk itu, IPW mendukung langkah Polri menegakkan UU Antipornografi. Pihak asing yang ingin tampil di Indonesia harus mau memahami bahwa Indonesia memiliki UU Antipornografi. Jika mereka tidak mengindahkan UU tersebut harus siap-siap dilarang tampil oleh Polri," tambah Pane.

Haris balik menggugat soal perizinan, yang dinilai KontraS janggal karena tidak mungkin ada penjualan tiket apabila tidak disertai perizinan.

"Konser tersebut tidak menimbulkan ancaman nasional, justru ancaman atau kegaduhan nasional terjadi akibat sikap politis dan rusuh-rusuh sekelompok orang yang suka serang-serang tempat publik," ungkapnya lagi.

Neta pun mengingatkan pencekalan tidak hanya diterapkan Polri pada artis asing tapi juga berlaku pada artis nasional. IPW pun menyebutkan dicekalnya sejumlah artis dangdut, karena dianggap memperagakan pornoaksi.

"Jika ada artis asing yang hendak mempertontonkan pornoaksi segera dilarang, sehingga tidak ada diskriminasi dalam penegakan UU Antipornografi," ungkap Neta.

BACA JUGA: