JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengusutan perkara dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile-8 di Kejaksaan Agung kian buram. Surat perintah penyidikan (Sprindik) baru yang dijanjikan Kejaksaan akan segera diterbitkan tak kunjung terealisasi. Kejaksaan Agung beralasan masih menunggu lampu hijau dari Menteri Keuangan.

"Kita lagi proses izin Menteri Keuangan," dalih Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jammpidsus) Arminsyah, Sabtu (11/3).

Armin mengatakan dalam pengusutan kasus korupsi restitusi pajak PT Mobile-8, tim penyidik melakukan penyelidikan ulang. Penyidik akan mengikuti ketentuan dan prosedur penanganan kasus ini. Sebelumnya, tim penyidik telah mengantongi surat rekomendasi dari Ditjen Pajak untuk mengusut kasus ini.

Ditjen Pajak memberikan lampu hijau tim penyidik mengusut dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp86 miliar berdasar audit Badan Pemeriksa Keuangan. Namun paska dibatalkan oleh pengadilan Kejaksaan Agung harus memulai pengusutan kasus tersebut dari awal.

"Jadi kita minta izin (Menkeu), kita proses lagi," kata Armin.

Sebelumnya dalam kasus ini Kejaksaan Agung telah menetapkan dua tersangka. Mereka adalah Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK), Hary Djaja dan Anthony Candra selaku mantan Direktur PT Mobile-8.

Paska menjadi tersangka, keduanya kemudian mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jaksel. Belakangan PN Jaksel mengabulkan gugatan tersebut. Dalam putusannya, hakim menyatakan Kejagung tidak berwenang menangani kasus restitusi pajak PT Mobile-8. Pengadilan menyatakan yang berwenang menangani perkara itu adalah PPNS Pajak.

Namun Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, pihaknya masih punya peluang untuk membuka penyidikan baru meski sempat dikalahkan dalam praperadilan. Prasetyo menegaskan bahwa dalam kasus ini, kejaksaan tak menangani persoalan pajak, tetapi korupsi dalam perpajakannya.

Prasetyo menyampaikan ada fakta yang terlewat oleh hakim bahwa Dirjen pajak menyatakan jaksa memiliki kewenangan untuk menangani kasus itu.

"Jadi yang ditangani adalah dugaan korupsinya, ada manipulasi di sana, ada transaksi fiktif. Kemudian hitung-hitungan pajaknya mengatakan ada kelebihan. Lebih bayar kok minta restitusi," kata Prasetyo.

MINTA DIHENTIKAN - Sementara itu, Kuasa hukum Hary Djaja dan Antony Chandra, Hotman Paris Hutapea meminta Kejaksaan Agung menghentikan penyidikan dan tidak lagi menerbitkan Sprindik baru. Hotman menyebut kasus restitusi pajak bukan pidana korupsi tapi pidana pajak.

Jadi, kata Hotman yang berwenang menyidik adalah Penyidik dari Ditjen Pajak. "Ini  bukan kewenangan Kejagung karena di UU pajak jelas disebutkan yang berwenang menyidik itu tindak pidana pajak adalah penyidik Ditjen pajak," kata Hotman.

Hotman mengatakan transaksi fiktif yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp86 miliar itu tidak berdasar. Transaksi penjualan sebesar Rp80 miliar dari Mobile-8 adalah peningkatan penjualan. Sedang uang sebesar Rp10 miliar yang diterima Mobile-8 bukanlah kerugian negara yang disebabkan transaksi penjualan sebesar Rp80 miliar pada 2007. Dalam kasus pajak Mobile-8, negara malah untung sebesar Rp8 miliar dari hasil peningkatan penjualan sebesar Rp80 miliar yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen.

Namun versi Kejagung ada dugaan manipulasi transaksi antara PT Mobile-8 dengan PT Djaya Nusantara Komunikasi yang ditunjuk sebagai distributor pengadaan. PT DNK mengaku tak mampu membeli barang dalam jumlah itu.

Akhirnya, transaksi direkayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya. Pada pertengahan 2008, PT Djaya Nusantara Komunikasi menerima faktur pajak dari PT Mobile-8 dengan total nilai sekitar Rp114 miliar.

Faktur pajak itu diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi pada dua perusahaan. Faktur pajak itu kemudian digunakan PT Mobile-8 untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara melalui KPP di Surabaya agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009.

PT Mobile-8 akhirnya menerima pembayaran restitusi meski tidak berhak karena tidak ada transaksi. Aksi manipulasi inilah yang diungkap kejaksaan dan dijadikan dasar kewenangan untuk mengusut perkara tersebut.

BACA JUGA: