JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2017 telah berhasil dilaksanakan, kini, Komisi Pemilihan Umum pun tengah sibuk melakukan perhitungan suara. Jika perhitunan selesai, kemungkinan adanya sengketa hasil perolehan suara pun mulai menjelang, namun di sisi lain, Mahkamah Konstitusi yang akan menangani perkara sengketa pilkada, sudah kehilangan satu hakim yaitu Patrialis Akbar yang sudah diberhentikan secara tidak hormat karena kasus suap.

Kini pemerintah pun tengah menggodok nama-nama calon pengganti Patrialis. "Panselnya sekarang ini sudah dibuat, dibentuk, disusun, dan segera nantinya dijalankan agar proses untuk melengkapi. Karena memang dengan telah selesainya pilkada ini pasti akan ada sengketa pilkada yang didaftarkan di MK," kata Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung usai mengikuti Rapat Terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (16/2) sore.

Pramono menegaskan, dalam proses seleksi hakim MK ini, Presiden Joko Widodo menginginkan agar betul-betul dilakukan secara transparan dan terbuka. Pramono sendiri memperkirakan, dengan telah selesainya pilkada ini akan ada sengketa pilkada yang didaftarkan di MK, karena itu penggantian Patrialis menjadi mendesak. "Jadi masing-masing yang di bawah 2,5% pasti ancang-ancang untuk bersengketa di MK. Sehingga dengan demikian, proses itu akan segera dilakukan. Sekarang ini sedang dalam tahapan itu," ujar Pramono.

Mengenai nama-nama calon anggota Pansel Hakim MK, Seskab Pramono Anung mengaku belum ada penunjukan. Namun ia meyakinkan, bahwa prosesnya akan dilakukan secara terbuka. Adapun soal target, menurut Seskab, jika berjalan lancar maka sebelum proses sengkata pilkada itu mudah-mudahan sudah ada keputusan tentang Hakim MK yang baru.

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah sendiri telah menerima daftar nama calon pengganti Patrialis Akbar. "Soal hakimnya memang pengganti Patrialis ini saya kira sudah. Segera pemerintah (umumkan). Sudah masuk mudah-mudahan ini juga dilantik jadi sembilan," ujar JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (17/2).

Penunjukan nama hakim pengganti Patrialis dilakukan dengan cepat karena MK akan menangani sengketa Pilkada dalam dua minggu ke depan. Namun JK berkeyakinan jumlah hakim MK saat ini masih cukup menangani perkara-perkara yang masuk ke MK.

JK juga yakin perkara sengketa Pilkada di MK tidak akan banyak karena MK hanya akan menangani sengketa Pilkada yang memiliki selisih 2 persen suara. "Jadi paling Banten itu contohnya yang bisa. kalau yang selisih jauh ya, tentu tidak masuk dalam suatu objek lagi," ucapnya.

Terkait siapa penggantinya, memang banyak usulan agar pemerintah tak menetapkan calon dari parpol sebagai pengganti Patrialis. Beberapa nama sudah beredar seperti Refly Harun, Saldi Isra, Yusmic Foekh, Budiman NPD Sinaga, dan Margarito Kamis.

Refly Harun adalah doktor hukum Tata Negara dari Universitas Gajah Mada. Demikian pula dengan Saldi yang merupakan guru besar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Sumatera Barat dan juga aktivis antikorupsi. Sementara Yusmic Foekh adalah seorang dan Wakil Dekan Universitas Katolik Atmajaya. Budiman Sinaga adalahdosen Hukum Tata Negara di Universitas Nomensen dan Universitas Pelita Harapan, Medan. Pun demikian dengan nama Margarito Kamis yang juga merupakan ahli hukum tata negara.

Terkait pengganti Patrialis, Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) meminta agar pemerintah memilih orang yang berintegritas. "Di mana-mana soalnya integritas. Ada orang yang track recordnya bagus tapi begitu dikasih kekuasaan dia goyah," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (19/2).

Menurut Saut, integritas harus dikedepankan. Setelah itu, rekam jejak orang tersebut harus dipastikan. "Integritas itu di depan dari track record. Kalau integritas menurut saya tidak boleh berubah," ujar Saut.

KPK pun berpesan agar MK semakin baik ke depannya. "KPK sesuai UU bisa masuk koordinasi supervisi pencegahan dan penindakan. Nah di situ kita masuk tata kelola, ada banyak studi dan riset kajian kita nanti kita bikin kajian sebaiknya bagaimana, business proccessnya seperti apa dan bisa lihat peluangnya di mana dan kalau ada permintaan bisa juga kita buat kajian business process-nya," ucap Saut.

SEGERA TUNTAS - MK sendiri jauh-jauh hari sudah berharap agar pemilihan pengganti Patrialis Akbar dilakukan dengan segera dan maksimal, Maret 2017 sudah selesai, karena setelah itu, MK akan segera menyidangkan sengketa Pilkada Serentak 2017 sehingga dibutuhkan full team hakim konstitusi karena sidangnya digelar secara maraton. "Harapan kami, Maret 2017 sudah ada penggantinya," kata Ketua MK Prof Arief Hidayat, beberapa waktu lalu.

Namun sepenuhnya MK menyerahkan proses tersebut kepada presiden. Apakah mengadakan seleksi dari nol atau menyodorkan nama yang pernah diseleksi sebelumnya. "Itu terserah Pak Presiden," ujar guru besar Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, itu.

Namun, bila sampai persidangan Pilkada serentak tidak ada pengganti Patrialis, Arief telah menyiapkan skenario sidang menjadi dua majelis. "Masing-masing majelis empat hakim konstitusi," ujar Arief.

Arief berharap sengketa Pilkada serentak yang masuk nantinya tidak sebanyak pada Pilkada serentak 2015. Sebab, MK akan konsisten menerapkan ambang batas angka minimal selisih suara yang bisa digugat ke MK. Namun, bila gugatan tetap banyak seperti pada Pilkada serentak 2015, MK tidak mempermasalahkannya. "Prinsipnya, kami selalu siap," pungkas Arief.

Polri sendiri sudah menegaskan, pasangan calon yang mengikuti pilkada serentak di 101 daerah bersikap sportif atas hasil perolehan suara. Keberatan atas hasil penghitungan suara harus diselesaikan melalui jalur hukum dengan mengajukan gugatan sengketa Pilkada.

"Kepada seluruh para elite masing-masing pendukung, baik unsur parpol, untuk dapat menjadikan jalur hukum menjadi pilihan dalam penyelesaian sengketa. Kami mengharapkan penyelesaian sengketa harus dilakukan secara martabat, tidak dengan cara-cara kekerasan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar.

Boy meminta semua pihak, terutama para pasangan calon, menunggu hasil resmi dari penghitungan suara di KPU. Meski sejumlah lembaga survei sudah merilis hasil hitung cepat (quick count), hasil tersebut ditegaskan Boy bukan hasil resmi.

"Hasil yang secara sah yang dapat kita pedomani hasil resmi dilakukan penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan jajarannya. Ini perlu kita ingatkan, kita berharap respons publik terhadap kondisi ini harus tetap (dalam) koridor, artinya, sikap yang siap untuk menang dan kalah sportif menerima hasil proses."

Soal peluang Pilkada dua putaran di sejumlah daerah, Boy mengatakan kesiapan Polri melakukan pengamanan dibantu jajaran TNI. Polri sudah menyiapkan skema pengamanan putaran kedua, termasuk berkoordinasi dengan KPU.

"Kita tetap melakukan upaya koordinasi dengan penyelenggara pemilu. Seluruh jajaran kepolisian dibantu TNI akan melaksanakan pengamanan secara maksimal menjaga netralitas, objektivitas dalam pengamanan," kata Boy. (dtc)

BACA JUGA: