JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta lagi-lagi "meloloskan" jeratannya  kepada hakim yang semula diduga terkait tindak pidana korupsi. Ini kali ketiga majelis hakim menyatakan tak menemukan fakta keterlibatan koleganya dalam perkara korupsi yang diadilinya.

Sebelumnya dalam perkara suap yang dilakukan pedangdut Saipul Jamil oleh dua pengacaranya Kasman Sangaji dan Berthanatalia Ruruk Kariman, majelis juga meloloskan hakim Pengadilan Jakarta Utara Ifa Sudewi. Ifa adalah Hakim Ketua yang menangani perkara pelecehan seksual Saipul Jamil. Belakangan dalam proses sidang itu terungkap ada transasi uang, antara pengacara Saipul dengan staf pengadilan dengan maksud untuk meringankan hukuman.  

Dalam perkara ini hakim Pengadilan Tipikor tak menyentuh hakim Ifa. Padahal dalam proses persidangan, terungkap fakta jika antara Ifa dan pengacara Saipul sempat melakukan pertemuan membahas perkara.

Hal yang sama juga terjadi pada putusan Ahmad Yani staf pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusuma dalam kasus penyuapan panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Santoso. Penyuapan tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan perkara yang ditangani Adhitya dan diadili oleh Majelis yang beranggotakan Hakim Casmaya dan Hakim Partahi Tulus Hutapea. Belakangan dalam putusanya Majelis
hakim pengadilan Tipikor meloloskan keterlibatan
Casmaya dan Partahi dan dianggap tidak menerima suap

Padahal dalam persidangan terungkap dua  hakim itu melakukan pertemuan dengan pihak berperkara baik itu Raoul Adhityawiranata Kusuma ataupun Ahmad Yani. Kasus ini sendiri merupakan rangkaian perkara yang sama yang melibatkan Yani, Santoso dan Raoul.

"Tidak terungkap pemberian uang dari Raoul untuk hakim. Dalam pertemuan juga tidak pernah bicara uang dan soal perkara," kata Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki Widodo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (1/2).

Hakim Ibnu menyatakan, meski terbukti melakukan pertemuan ternyata tidak ada komunikasi yang mengarah pada kesepakatan soal uang atau pun membicarakan perkara. Hal itu diperkuat dengan pernyataan Santoso yang merupakan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sekaligus menjadi terdakwa dalam perkara ini.

"Saksi Casmaya dan Partahi tidak melakukan komunikasi tersebut. Dikuatkan keterangan Santoso yang bilang tidak pernah bicara uang kepada hakim. Raoul juga tidak pernah menyerahkan uang kepada hakim," dalih Hakim Ibnu.

Selain itu mengenai adanya pesan singkat Santoso kepada Raoul perihal putusan, Hakim Ibnu beranggapan hal tersebut tidak terbukti dan hanya kebohongan Santoso belaka. Upaya tersebut, kata hakim Ibnu, dilakukan Santoso untuk meyakinkan Raoul saja agar mendapatkan uang.

Peneriman uang Santoso dari Raoul melalui Yani, ujar hakim anggota Yohanes juga tidak diketahui Casmaya dan Partahi. Santoso berencana membawa pulang uang senilai Sin$28 ribu untuk keperluannya sendiri. Sehingga unsur menerima hadiah atau janji kepada hakim tidak terpenuhi.

Unsur pernyetaan diam-diam yang dikemukakan Jaksa juga ditolak majelis. Hakim Yohanes berpendapat jika dalam proses persidangan Raoul menyatakan tidak pernah memberikan uang kepada hakim Casmaya dan juga Partahi.

"Penyertaan diam-diam, di mana tidak perlu ada meeting of mind. Bahwa Raoul menyatakan tidak permah memberi uang pada hakim. Kedua hakim juga tidak permah bicara tentang uang pada Raoul. Bahwa putusan berbeda dengan keinginan Raoul. Maka tidak ada kesepakatan diam-diam," ujar Hakim Yohanes.

DIHUKUM 5 TAHUN - Ibnu Basuki Widodo selaku Ketua Majelis Hakim akhirnya menjatuhkan hukuman kepada Santoso dengan pidana penjara selama 5 tahun dan  denda Rp100 juta. Meskipun lolos dari dakwaan pertama, Santoso tidak bisa mengelak dari dakwaan kedua.

Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun aturan hukum mengenai penyertaan dalam Pasal 55 KUHPidana dianggap tidak terbukti.

Pasal tersebut mengatur tentang penerimaan hadiah atau janji yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan kedudukannya. Tetapi tidak disertakannya Pasal 55 KUHPidana berarti Santoso menanggung sendiri akibat dari suap tersebut.

"Terdakwa tetap dinyatakan terbukti bersalah secara meyakinkan sebagaimana didakwa Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi namun tidak bersama-sama," ujar Hakim Basuki.

Pertimbangan memberatkan, terdakwa selaku pegawai negeri sipil tidak memberi contoh kepada masyarakat. Selain itu perbuatan yang dilakukan Santoso bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Santoso bersalah melakukan tindak pidana korupsi seusai dengan dakwaan subsider, menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Hakim Ibnu.

Kasus ini bermula dari operasi penangkapan yang dilakukan KPK beberapa waktu lalu kepada Ahmad Yani dan Santoso. Dari penangkapan tersebut, penyidik menyita uang senilai Sin$28 ribu yang berasal dari Raoul untuk menyuap majelis hakim Casmaya dan Partahi terkait perkara perdata.

Raoul Adhitya Wiranatakusumah adalah pengacara yang menangani perkara perdata antara PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) dengan PT Mitra Maju Sukses (MMS). Selaku pengacara PT KTP, Roul beberapa kali melakukan pertemuan dengan kedua hakim yang bertujuan untuk mengurus perkara PT KTP agar dimenangkan.

BACA JUGA: