JAKARTA, GRESNEWS.COM - Nama dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Casmaya dan Partahi Tulus Hutapea saat ini tengah menjadi sorotan. Selepas menangani perkara pembunuhan dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso, kedua hakim tersebut tersandung dugaan suap dalam penanganan perkara perdata.

Saat proses persidangan dengan terdakwa Raoul Adhitya Wiranathakusuma dan anak buahnya Ahmad Yani ada keterangan berbeda yang disampaikan keduanya. Casmaya membantah melakukan pertemuan dengan pihak berperkara yaitu PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) dan PT Mitra Maju Sukses (MMS). Sementara Partahi, meskipun "malu-malu" mengakui ada pertemuan itu.

Komisioner Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi mengatakan pihaknya saat ini memang terus melakukan pemantauan terhadap dua hakim tersebut. Dan saat ini, Casmaya dan Partahi sangat berpotensi terkena sanksi pelanggaran kode etik.

"Berita yang saat ini mengemuka tentang hal yang ditanyakan tadi, sedang dalam kajian dan pendalaman untuk penanganan lebih lanjut oleh Komisi Yudisial, dugaan pelanggaran kode etik sangat kuat terjadi," kata Farid kepada wartawan, Jumat (19/11).

Pelanggaran kode etik itu, kata Farid didasarkan pada ketentuan dalam Kode Etik Hakim di poin 1 yaitu berlaku adil khususnya dalam butir 1.1.(2) dan kemudian di poin 5, berintegritas tinggi khususnya butir 5.1.(3).

Namun menurut Farid, pihaknya saat ini masih terus berupaya mendalami peran kedua hakim itu untuk mengambil langkah lebih lanjut. Salah satunya dengan terus memantau proses persidangan yang sedang berlangsung karena nantinya hal itu akan berpengaruh dengan sanksi yang akan djatuhkan.

Meskipun begitu, Farid memastikan jika kedua hakim ini dianggap telah melanggar kode etik. "Bertemu dengan pihak yang sedang berperkara di luar sidang saja sudah catatan sendiri apalagi jika memang memiliki dampak pada vonis," tutur Farid.

Partahi mengakui ada pertemuan yang dilakukan dengan Raoul selaku pihak berperkara sebelum adanya putusan. Partahi adalah hakim ketua yang menangani gugatan perdata ini, sedangkan Casmaya merupakan salah satu hakim anggotanya.

"Ketemu enggak pernah (di ruangan), tapi di lorong mungkin pernah ketemu, kita mau ke ruang panitera mungkin pernah ketemu," kata Partahi di Pengadilan Tipikor, Jakarta (16/11).

Partahi ternyata bukan hanya bertemu pihak tergugat, tetapi ia juga bertemu dengan pihak penggugat yaitu Susi Manurung yang mewakili PT MMS. Susi ketika itu dibawa oleh Santoso yang merupakan panitera dalam perkara tersebut.

"Dia pernah dibawa Santoso, dibilang dia kuasa (dengan nomor perkara) 503, saya tanya mau ngapain, dia bilang mau mau kenalan aja, sudah gitu aja," ujar Partahi.

Meskipun begitu Partahi membantah dijanjikan uang sebesar Sin$25 ribu oleh Raoul untuk memenangkan gugatan. Menurut Partahi jangankan dijanjikan uang, pada pertemuan ia mengklaim sama sekali tidak membicarakan masalah perkara.

"Di sini ada konfirmasi Raoul soalnya (pemberian uang Sin$25 ribu), Anda bilang terima kasih?" cecar Jaksa KPK Iskandar Marwanto yang tak percya begitu saja perkataan Partahi.

Sementara itu Casmaya yang merupakan hakim anggota dalam perkara tersebut pada mulanya mengakui pernah bertemu dengan Raoul. Tetapi, pertemuan itu dilakukan jauh sebelum adanya perkara ini dan dilakukan saat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat masih berlokasi di Jalan Gajah Mada.

"Seingat saya waktu itu masih di pengadilan lama. Raoul datang perkenalkan dia saya alumni empat. Saya dikasih kartu nama saya masukin toga lanjut sidang," ujar Casmaya.

Tetapi pernyataan ini diragukan penuntut umum sebab dalam proses penggeladahan penyidik menemukan kartu nama Raoul di laci meja kerja Casmaya di lantai 4 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang sudah berpindah di Jalan Bungur Besar.

Dan mengenai waktu pertemuan ini juga semakin janggal sebab Casmaya kembali mengakui jika saat proses pindah dari Gajah Mada ke Bungur, segala barang ataupun berkas yang ada di laci meja kerjanya sudah dipindahkan. Dan meja kerjanya pada saat di Gajah Mada juga berbeda dengan yang ada di Bungur.

"Ya ingat-ingat dirapikan ya dirapikan. Karena waktu itu pindah itu kan yang di laci saya masukin plastik saya enggak inget lagi, (mejanya) beda," terang Casmaya.

TERSANDUNG KORUPSI - Sejak 2015 hingga akhir 2016 ini sejumlah nama aparat pengadilan sudah terjerat KPK dalam kasus korupsi. Mereka diantaranya Ketua Majelis Hakim PTUN Medan Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi serta panitera Syamsir Yusfan dalam kasus penerimaan suap terkait penanganan perkara permohonan pengujian kewenangan kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

Tak lama berselang, KPK kembali menangkap tangan Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang dan hakim tindak pidana korupsi Janner Purba, kasus penerimaan suap untuk mempengaruhi putusan terkait kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu. Janner ditangkap bersamaan dengan Hakim ad hoc Pengadilan Negeri Bengkulu Toton, serta Panitera Pengadilan Negeri Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin.

Setelah itu Kasubdit Pranata Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto, dan tak lama berselang KPK menangkap tangan panitera sekertaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Eddy Nasution dalam perkara suap pengurusan kasus perdata Lippo Group. Setelah Eddy, panitera lainnya Santoso juga mengalami nasib yang sama.

Dan dari kasus Santoso inilah nama Partahi dan Casmaya diduga mempunyai keterlibatan dalam perkara ini. Selain itu ada juga nama Rohadi, panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang mempunyai belasan mobil, rumah sakit, rumah mewah, hingga waterpark.

Dalam kasus Rohadi, disebut juga nama Hakim Ifa Sudewi sebagai ketua majelis dalam perkara pelecehan seksual Saipul Jamil. Uang suap Rp250 juta yang diduga untuk mempengaruhi putusan diduga ditujukan kepada Ifa. Dalam proses persidangan, Ifa diketahui juga bertemu pihak berperkara yaitu salah satu advokat Saipul, Berthanatalia Ruruk Kariman.

Tetapi dalam surat tuntutan, Jaksa KPK justru terkesan menghilangkan peran Ifa Sudewi dengan tidak menyematkan Pasal 6 UU Tipikor sebagai suap kepada hakim kepada Rohadi. Menarik ditunggu apakah dalam perkara ini nantinya KPK berani membuktikan keterlibatan Casmaya dan Partahi atau kedua nama ini akan kembali hilang seperti yang terjadi pada Ifa Sudewi.

BACA JUGA: