JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan terus didera  kasus hukum. Selain kasus pelepasan aset milik Badan Usaha Milik Daerah Jawa Timur yang telah membawanya menjadi tersangka. Sejumlah kasus lainnya masih terus menguntitnya. Antara lain kasus mobil listrik, kasus proyek gardu listrik dan kasus cetak sawah yang ditangani Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.    

Kini nama Dahlan kembali terseret-seret terkait kasus penangkapan perwira Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Ajun Komisaris Besar Polisi Raden Brotoseno oleh Satuan Profesi dan Pengamanan (Provost) Mabes Polri. Brotoseno yang dikenal dekat dengan terpidana kasus korupsi wisma Atlet Angelina Sondakh diduga menerima suap senilai Rp1,9 miliar. Penyuapan itu diduga untuk
memperlambat penanganan kasus korupsi cetak sawah yang diduga melibatkan bos Jawa Pos Goup, Dahlan Iskan.

Kasusnya bermula pada Jumat (11/11) lalu, Tim Sapu Bersih Polri menangkap Brotoseno dengan bukti uang senilai Rp1,9 miliar. Mantan penyidik KPK ini menerima suap dari pengacara  berinisial HR yang mengaku sebagai pengacara Dahlan.

Karo Penmas Mabes Polri Kombes Rikwanto mengatakan, Polri berencana memanggil mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan terkait dugaan suap tersebut. Polisi ingin memastikan suap ke Brotoseno perintah dari Dahlan. Brotoseno ditangkap karena diduga menerima suap untuk memuluskan jalannya proses penundaan pemeriksaan DI atas kasus korupsi cetak sawah di Kalimantan Barat periode 2012-2014.

"Memang ada rencana (DI) dipanggil, statusnya sebagai saksi," ujar Rikwanto di Mabes Polri, Jumat (17/11).

Rikwanto memaparkan pengacara DI ini berinisial HR. HR diduga memberikan suap Rp1,9 miliar kepada Brotoseno sebanyak dua kali dan seseorang berinisial D yang juga anggota polisi. HR memberikan uang tersebut melalui perantaranya yakni LM.

"Sudah diperiksa, jadi HR itu memberikan mandat pada LM untuk memberikan uang pada oknum polri yang kita OTT," katanya.

Namun demikian tim kuasa hukum Dahlan  membantah ada nama anggota kuasa hukum kasus cetak sawah berinisial HR. Salah seorang pengacara Dahlan  dalam kasus cetak sawah, Riri Purbasari Dewi mengatakan, tim pengacara yang ditunjuk Dahlan  hanya ada tiga orang, yakni dirinya, Imam, dan Mursyid Budiantoro, tidak ada berinisial HR.

Namun Riri membenarkan bila HR saat ini adalah pengacara untuk perusahaan Jawa Pos Group. Hanya kliennya mengaku tak kenal dengan HR.

MODUS SUAP - Rikwanto mengungkapkan bahwa tujuan suap kasus ini untuk memperlambat penanganan kasus korupsi cetak sawah. Diketahui DI sering ke luar negeri baik bisnis maupun  berobat. Jadi kata Rikwanto, dengan suap ini diminta pemeriksaan terhadapnya dibuat tidak terlalu cepat dan diperlambat.

"Jadi ini pengacara itu yang berikan uang untuk memudahkan pemeriksaan terhadap DI," kata Rikwanto.

Kasus ini disidik saat Kabareskrim dijabat Komjen Budi Waseso. Pada masa Kabarekrim Komjen Anang Iskandar kasus ini tak terdengar. Hingga saat ini kasus belum juga tuntas. Baru saat Dahlan menjadi  tersangka dan ditahan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Sejumlah kasus yang membelitnya satu persatu kembali diusut.

Dalam kasus korupsi cetak sawah belakangan penyidik Bareskrim kembali intensif memeriksa Dahlan di Polda Jawa Timur. Dua kali diperiksa, terakhir pada Jumat (18/11/2016) siang, Dahlan diperiksa terkait kasus cetak sawah BUMN tahun 2012 di Kalimantan.

Dalam kasus ini penyidik telah menetapkan satu tersangka, yakni Dirut PT Sang Hyang Seri, Upik Rosalina yang saat itu menjabat Ketua tim kerja BUMN Peduli 2012. Penyidik menemukan adanya dugaan korupsi cetak sawah fiktif di Kabupaten Ketapang Kalbar tahun 2012 hingga 2014. Padahal sebelumnya masing-masing BUMN diwajibkan untuk menyetorkan dana Rp15 miliar hingga Rp 100 miliar untuk proses cetak sawah.

Proyek cetak sawah itu merupakan proyek patungan dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) sejumlah perusahaan BUMN yang nilainya mencapai Rp317 milar. Perusahaan itu antara lain Bank BNI, PT Askes, Pertamina, Pelindo, Hutama Karya, BRI, dan Perusahaan Gas Negara (PGN). Saat itu Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN  meluncurkan program ini sebagai program unggulan.

KASUS DAHLAN - Namun selepas jadi Menteri BUMN, Dahlan dihadapkan sejumlah kasus hukum. Pertama kasus korupsi penjualan aset PT Panca Wira Usaha (PWU), dalam kasus ini Dahlan telah ditetapkan tersangka. Kedua, kasus gardu induk di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, keterlibatan Dahlan Iskan masih disidik setelah sebelumnya status tersangkanya dianulir Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ketiga, korupsi cetak sawah yang ditangani Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Terakhir kasus pengadaan mobil listrik yang ditangani Kejaksaan Agung.

Dalam kasus pengadaan mobil listrik, Mahkamah Agung membatalkan putusan Judex Facti yang menyatakan Dahlan Iskan tidak terlibat dalam perkara pembuatan mobil listrik. Artinya kasasi MA menegaskan Dahlan ikut terlibat. Kejagung pun mulai memeriksa kembali Dahlan.

Pada 3 November lalu, tim penyidik yang dipimpin Victor Antonius kembali memeriksa Dahlan di Kejati Jatim. Victor mengatakan, pemeriksaan terhadap Dahlan penting karena ada dalam fakta persidangan. Dari pemeriksaan di Kejati Jatim, tim penyidik menemukan benang merah dugaan keterlibatan Dahlan.

Kata Victor, perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh mantan Direktur Utama PLN ini adalah penunjukan langsung perusahaan milik Dasep Ahmadi, untuk melaksanakan proyek mobil listrik. PT Sarimas Ahmadi Pratama, perusahaan Dasep adalah salah satu kelompok binaan Dahlan dalam kelompok Pandawa Putra Petir.

Keterlibatan itu dibenarkan majelis kasasi MA. Salah seorang anggota majelis hakim Krisna Harahap menyatakan, pembuatan  mobil listrik itu tidak melalui tender sesuai ketentuan Kepres 54 Tahun 2010 tetapi dengan penunjukan langsung atas keputusan Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN.

BACA JUGA: