JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung menegaskan, saat ini tengah menyidik kasus dugaan korupsi pembangunan konstruksi runway Bandara Moa, di Tiakur, Maluku Barat yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Maluku Barat Daya tahun 2012 sebesar Rp20 miliar. Proyek multiyears ini diduga telah di-mark up dalam penganggarannya sehingga merugikan negara miliaran rupiah.

Dalam kasus ini tim penyidik telah menetapkan empat orang tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-97/F.2/Fd.1/08/2016 tanggal 4 Agustus 2016. Mereka adalah Direktur PT Polari Jaya Sakti ber­inisial S dan Direktur PT Dwi Putra Pra­tama berinsial NP.

Kemudian, dua pejabat Dinas perhubungan juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Jhon Tangkuman (Kadis Perhubungan Maluku Barat Daya) dan mantan Kadis Perhubungan yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Dewan DPRD Maluku Barat Daya Poly Miru.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Rum mengatakan, tim penyidik Kejaksaan Agung telah diterjunkan ke Maluku Barat Daya dan telah memeriksa 20 orang saksi. Antara lain Samuel Rupilu, Yandri Marthen dan Yermias B.

Ketiganya duduk dalam panitia pengadaan barang dalam proyek bermasalah itu. "Tim penyidik masih memperkuat bukti-bukti korupsinya dengan memeriksa sejumlah saksi untuk segera disidangkan," kata Rum, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/10).

Dari pengembangan penyidikan diketahui, Bandara Moa dikerjakan sejak tahun 2012 dengan menghabiskan anggaran negara sebesar Rp65 miliar. Tahun 2011, pemerintah lewat APBN menggelontorkan dana sebesar Rp25 Miliar, tahun 2012 Rp20 miliar dari APBD Kabupaten Maluku Barat Daya dan Tahun 2013 sebesar Rp15 miliar dari APBN. Selain pembangunan ruang tunggu Bandara Moa dan pagar bandara, Provinsi Maluku juga kembali menggelontorkan dana sebesar Rp5 miliar.

Ketua tim penyidik Soesilo menduga ada kesalahan mekanisme dalam proses tender proyek pembangunan konstruksi landasan pacu Bandara Moa di Kabupaten Maluku Barat Daya. Proses tender ini diduga menyalahi mekanisme sebab perusahaan lain yang dinyatakan keluar sebagai pemenang yaitu PT Tarawesi Artha Mega dengan direkturnya Yani Soasi, tetapi saat pengerjaan di lapangan justru diarahkan pada perusahaan lainnya.

"Jadi perusahaan lain dipinjam benderanya ikut lelang kemudian telah terjadi mark up pembangunan konstruksi landasan pacu Bandara Moa yang dianggarkan dari APBD kabupaten 2012 sebesar Rp20 miliar lalu objek yang sama kembali dianggarkan dalam APBN tahun anggaran 2013," jelas Soesilo.

Dalam kasus ini APBD Maluku Barat Daya telah mencairkan anggaran Rp20 miliar. Pekerjaan fisik proyek tersebut senilai Rp19,5 miliar ditangani oleh PT Polari Jaya Sakti. Sedangkan pengawasan dengan anggaran Rp500 juta ditangani PT Dwi Putra Pratama.

Ketua Komisi C DPRD Maluku Fredek Rahakbauw mendorong Kejaksaan Agung memproses hukum siapapun yang terlibat. Komisi yang menangani masalah pembangunan infrastruktur juga berharap agar Kejagung tidak tebang pilih dalam menangani perkara ini. Siapa saja pihak yang terlibat didalamnya harus diproses hukum.

DUGAAN KETERLIBATAN BUPATI - Dalam penyidikan perkara ini, pihak Kejaksaan Agung memang belum menyentuh Bupati Maluku Barat Daya Barnabas Orno. Namun dugaan ke arah itu memang berhembus cukup kencang.

Penyidik melihat, ada campur tangan dari bupati dalam masalah ini. Hal itu terjadi ketika PT Polaris mulai mengerjakan pembangunan, tiba-tiba ada perintah dari bupati untuk melibatkan juga dua kontraktor lain yang tidak ikut tender.

Selain itu ada juga dugaan keterlibatan adik Barnabas yaitu Aleka Orno yang juga anggota DPRD Provinsi Maluku. Pasalnya, perintah menyertakan dua kontraktor lain dilakukan Barnabas melalui Aleka.

Hanya saja, menurut Soesilo, pihaknya kini masih berkonsentrasi melakukan pemeriksaan terhadap anggota panitia pengadaan barang Dinas Perhubungan Kabupaten Maluku Barat Daya. Dalam pemeriksaan langsung di Maluku Barat Daya, penyidik memeriksa lagi tiga orang panitia pengadaan yaitu Lois Fettar, Josep Parenussa dan Takarina. Ketiganya diperiksa dengan status sebagai saksi.

Kesaksian mereka, kata Soesilo, untuk memperkuat fakta adanya markup dalam proyek pembangunan konstruksi runway bandara Moa. Karena itu penyidik juga belum melakukan penyitaan terhadap dokumen-dokumen terkait proyek tersebut. Soesilo juga menegaskan, penyidik belum melakukan penahanan terhadap para tersangka. "Ada yang masih dipanggil. Intinya kasus ini dalam penyidikan," katanya.

Selain mark up, ada juga dugaan penyelewengan dana dalam kasus ini. Penyidik menyebutkan, anggaran proyek Runway Bandara Moa telah dicairkan, namun pekerjaan tak tuntas. Pekerjaan fisik proyek tersebut senilai Rp19,5 miliar ditangani oleh PT Polaris Jaya Sakti. Sedangkan pengawasan dengan anggaran Rp500 juta ditangani PT Dwi Putra Pratama.

BACA JUGA: