JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang berlokasi di Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat terus menerus menjadi sorotan. Selain menjadi tempat digelarnya sidang tindak pidana kasus korupsi yang melibatkan para pejabat dan juga pengusaha, lokasi ini juga menjadi tempat diadilinya terdakwa kasus dugaan pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin yaitu Jessica Kumala Wongso.

Tak hanya itu, ditangkapnya dua panitera yang salah satunya sekaligus menjadi sekretaris PN Jakarta Pusat M. Santoso dan Edy Nasution membuat tempat mencari keadilan ini semakin sarat kontroversi. Yang terbaru, dua orang pengadil di PN Jakpus yaitu Casmaya dan Partahi Tulus Hutapea disebut terlibat dalam kasus suap terhadap M. Santoso dalam pengurusan perkara perdata nomor 503/PDT.G/2015/PN.JKT.PST.

Perkara itu merupakan gugatan wanprestasi yang diajukan oleh PT Mitra Maju Sukses (PT MMS) terhadap PT Kapuas Tunggal Persada (PT KTP). Gugatan itu didaftarkan pada 29 Oktober 2015. Posisi Partahi Tulus Hutapea sendiri adalah sebagai ketua majelis hakim yang mengadili perkara tersebut. Partahi juga merupakan salah satu hakim yang mengadili perkara Jessica.

Tudingan Casmaya dan Partahi terlibat suap itu muncul dalam dakwaan terhadap Ahmad Yani seorang pegawai kantor pengacara Raoul Aditya Wiranatakusumah. Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum KPK Pulung Rinandoro, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (12/10), Ahmad Yani bersama Raoul didakwa menerima menerima uang dengan total Sin$28 ribu.

"Bahwa terdakwa Ahmad Yani bersama-sama dengan Raoul Adhitya Wiranatakusumah telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan berupa memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang yang jumlah seluruhnya sebesar SGD28 ribu kepada hakim yaitu Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya melalui Muhammad Santoso," kata Pulung.

Terkait adanya dugaan suap kepada kedua hakim tersebut, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang angkat bicara. Menurut Saut, pihaknya akan terus mengkaji setiap fakta yang ada baik itu dalam surat dakwaan yang disusun penuntut umum KPK maupun dalam proses persidangan nanti.

Segala fakta yang ada, kata Saut menjadi bahan bagi penyidik untuk menindaklanjuti."Ya, fakta persidangan dapat menjadi bahan kajian penyidik lebih lanjut atas kasus dimaksudkan," ujar Saut dalam pesan singkatnya kepada gresnews.com, Jumat (14/10).

Meskipun begitu, saat ditanya apakah KPK akan memanggil Partahi dan Casmaya sebagai saksi dalam proses persidangan nanti, Saut mengaku belum mengetahuinya. Sebab hal itu merupakan kewenangan jaksa yang melakukan penuntutan. "Dipelajari dulu, tidak mesti harus langsung (diperiksa), jadi harus didalami dulu," terang Saut.

Pada proses penyidikan, KPK memang telah memanggil Partahi dan Casmaya sebagai saksi atas tersangka M. Santoso. Tapi sayang keduanya mangkir dari pemeriksaan tersebut. "Keduanya tidak hadir tanpa keterangan," kata pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati.

Sementara itu, Komisioner Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi mengakui, pihaknya sudah mendapatkan informasi tersebut. Menurut Farid, dugaan pelanggaran yang dilakukan Partahi dan Casmaya sedang dikaji dan didalami oleh lembanganya. Ia juga menjelaskan, seluruh keterangan yang ada menjadi bahan untuk dilakukan kajian lebih lanjut.

"Dengan kata lain, sejauh ini kami sedang dalam proses mendalami seluruh keterangan yang muncul dalam persidangan tersebut, utamanya yang terkait dengan nama-nama hakim yang disebut," ujar Farid kepada gresnews.com, Jumat (14/10)

Namun sayang Farid masih enggan membeberkan hasil dari kajian yang dilakukan KY terhadap Partahi dan Casmaya. "Sedang berproses dan mohon maaf belum bisa kami publikasikan detailnya, yang pasti jika keterkaitannya kuat, maka pelanggaran kode etik benar telah terjadi,| pungkas Farid.

BERTEMU HAKIM - Nama hakim Casmaya dan Partahi muncul di halaman depan surat dakwaan karyawan Wiranatakusumah Legal dan Consultant, Ahmad Yani. Pemberian suap itu dilakukan Yani bersama-sama dengan atasannya Raoul Adhitya Wiranatakusumah terkait kasus perdata yang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Partahi diketahui sebagai ketua majelis hakim dan Casmaya salah satu anggotanya. Kasus ini sendiri melibatkan dua perusahaan yaitu PT Mitra Maju Sukses (PT MMS) yang menggugat PT Kapuas Tunggal Persada (PT KTP) karena dianggap wanprestasi.

"Memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang yang jumlah seluruhnya sebesar SGD28.000 (dua puluh delapan ribu dollar Singapura), kepada hakim yaitu Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya melalui Muhammad Santoso," kata Jaksa KPK Pulung Rinandoro.

Pulung menjelaskan suap tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan, yaitu dengan maksud agar gugatan PT MMS atas PT KTP ditolak majelis. Putusan itu sendiri bernomor:503/PDT.G/2015/PN.JKT.PST, yang diadili oleh tiga orang majelis hakim yaitu Partahi selaku ketua, Casmaya dan Agustinus Setya Wahyu.

Pulung pun kemudian memaparkan, awal mula pemberian uang kepada para hakim itu. Kejadiannya bermula, setelah beberapa kali dilakukan proses persidangan perkara perdata tersebut, pada tanggal 4 April 2016 Roul selaku kuasa hukum pihak tergugat menghubungi Santoso dan menyampaikan keinginannya untuk memenangkan perkara tersebut, yaitu agar majelis hakim menolak gugatan dari PT MMS. Santoso lantas menyarankan agar Roul menemui Partahi selaku ketua majelis.

Pada 13 April 2016 Raoul datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai saran dari Santoso untuk menemui Partahi. Namun yang bersangkutan tidak ada di ruangannya, ia pun tak habis akal dengan mencoba menemui Casmaya yang juga merupakan salah satu anggota majelis hakim perkara tersebut.

"Selanjutnya tanggal 15 April 2016 Raoul datang kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan berhasil menemui Partahi Tulus Hutapea serta Casmaya di ruangan hakim lantai 4 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," terang Jaksa Pulung.

Setelah itu, Raoul membawa anak buahnya yaitu Ahmad Yani yang nantinya akan menjadi perantara suap untuk diperkenalkan dengan Santoso selaku panitera pengganti. Raoul pun menyerahkan sepenuhnya perihal tindak lanjut pengurusan masalah tersebut kepada Yani karena dirinya akan bepergian keluar negeri. Tetapi sebelum plesir, Raoul sempat bertemu Santoso untuk membicakaran kesepakatan jumlah uang yang akan diberikan untuk mempengaruhi putusan.

"Pada tanggal 17 Juni 2016 Roul menemui Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan menjanjikan akan memberikan uang sebesar SGD25.000 (dua puluh lima ribu dollar Singapura) untuk Majelis Hakim apabila putusan perkara tersebut dimenangkannya yaitu menolak gugatan penggugat. Uang yang diperuntukkan bagi Majelis Hakim tersebut nantinya akan diserahkan melalui Santoso," ujar Pulung. Santoso, kata Pulung juga akan mendapat jatah sebesar Sin$3 ribu atas jasanya itu.

BACA JUGA: