JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras memang hingga saat ini belum ditemukan unsur adanya tindak pidana. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun akhirnya tidak meningkatkan perkara ini dari penyelidikan ke tingkat penyidikan.

Meskipun begitu, bukan berarti perkara ini berhenti begitu saja. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan masih melakukan proses penyelidikan terkait perkara ini.

Dan bukan tidak mungkin jika mempunyai alat bukti yang cukup maka statusnya akan meningkat ke penyidikan. "Pada prinsipnya, penyelidikan itu tidak ada batas waktunya. Jadi jika sewaktu-waktu ada bukti-bukti permulaan dan data baru, masih bisa dilanjutkan kembali," kata Priharsa, Selasa (21/6) malam.

Meskipun belum menemukan unsur pelanggaran pidana, tetapi KPK mengakui adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp9 miliar. Jumlah ini berbeda dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai adanya dugaan kerugian sebesar Rp191 miliar.

Kepada gresnews.com, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan tidak menjelaskan secara rinci mengenai cara mengembalikan kerugian keuangan negara tersebut. Namun ia membuka kemungkinan untuk menyerahkan kepada pihak lain untuk melakukan gugatan secara perdata.

"Bisa melalui Jaksa Pengacara Negara (JPN)," kata Basaria, kepada gresnews.com seusai melakukan pertemuan dengan BPK, Senin (20/6) lalu.

Dilansir dari laman www.kejaksaan.go.id, peran Jaksa Pengacara Negara kewenangannya diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004. Kemudian diperkuat dengan dasar hukum mengenai tugas dan wewenang kejaksaan di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.

Dalam Pasal 30 ayat (2) memuat bahwa di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. Kemudian dalam Pasal 34 ayat (2) berbunyi bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbahan dalam bidang hukum kepada pemerintah lainnya.

MUTLAK DIHENTIKAN - Terpisah, ahli hukum pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji berpendapat jika suatu dugaan korupsi mengenai dugaan menyalahgunakan wewenang yang tertera di dalam Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyebutkan bila unsurnya tidak terbukti, maka KPK tidak dapat menindaklanjuti hal tersebut.

Hal itu juga berlaku meskipun ditemukan kerugian keuangan negara berapapun nilainya. Sebab menurut mantan pimpinan KPK ini, dalam suatu pasal yang diterapkan, unsur-unsurnya harus terlebih dahulu ditemukan untuk meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan.

"Artinya apabila unsur delik perbuatan melawan hukum tidak terbukti, maka aparat penegak hukum tidak dapat menindaklanjuti dugaan perbuatan tersebut," kata Indriyanto kepada gresnews.com.

"Dan perlu dipahami bahwa meski ada dugaan kerugian negara (berapapun jumlahnya) adalah tidak mengikat sebagai tindak pidana bila delik unsur perbuatan melawan hukum tidak terbukti dan tidak memiliki kekuatan pembuktian dengan minumum dua alat bukti," lanjut Indriyanto.

KPK DAN BPK BAHAS BERSAMA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi telah mendatangi kantor Badan Pemeriksa Keuangan untuk membahas beda persepsi soal penyelidikan kasus pembelian Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Senin (20/6). Pimpinan KPK yang hadir terdiri dari Ketua Agus Rahardjo, Wakil Saut Situmarong, Laode Muhammad Syarif dan Basaria Pandjaitan.

"(Pertemuan) ini inisiatif dari KPK. Ini adalah konklusi dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya," kata Agus.

Pertemuan dua lembaga negara itu adalah untuk pertama kalinya sejak KPK menyatakan tidak menemukan perbuatan melawan hukum dalam pembelian RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta. Pernyataan itu disampaikan saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Rabu (15/6/2016).

BPK sebelumnya menyebut laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2014 mendapatkan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP). Salah satu indikasinya, yaitu pengadaan lahan RS Sumber Waras di Jakarta Barat yang dinilai tidak melewati proses pengadaan memadai, sehingga BPK mencatat pembelian lahan merugikan keuangan negara senilai Rp 191 miliar.

KPK pun turun tangan dalam perkara ini dengan meminta BPK mengadakan audit investigasi. Hasil audit investigasi telah diserahkan kepada KPK pada Desember 2015. KPK menyebut hasilnya tidak ada perbuatan hukum. Meski demikian, KPK mengatakan bahwa penyelidikan kasus itu belum dihentikan. Untuk menindaklanjutinya, KPK berencana untuk mempertemukan penyelidiknya dengan auditor BPK.

HASIL AUDIT BPK FINAL - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar menyatakan BPK sudah pernah mengaudit pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI yang hasilnya ada kelebihan bayar Rp 191 miliar yang harus dikembalikan ke negara. BPK tidak akan mengulang audit itu lagi.

"(Audit) sudah final. Saya tegaskan sudah final. Dan di UU apa yang dilakukan BPK tidak ditindaklanjuti berarti melanggar konstitusi," ujar Harry menjawab wartawan, usai menerima aktivis Ratna Sarumpaet, mantan Wagub DKI Prijanto dan puluhan orang dari Aliansi Gerakan Selamatkan Jakarta (AGSJ) di Ruang Arsip Gedung BPK, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (20/6).

Kasus Sumber Waras ini mencuat setelah BPK menyebut laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2014 mendapatkan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP). Salah satu indikasinya, yaitu pengadaan lahan RS Sumber Waras di Jakarta Barat yang dinilai tidak melewati proses pengadaan memadai, sehingga BPK mencatat pembelian lahan merugikan keuangan negara senilai Rp 191 miliar. KPK pun turun tangan dalam perkara ini dengan meminta BPK mengadakan audit investigasi.

Harry menegaskan, pihaknya juga tidak akan membuka hasil audit investigasi RS Sumber Waras yang diminta KPK dan telah diserahkan ke pimpinan KPK pada Desember 2015. BPK tidak berhak membukanya sebab rahasia.

"Apa yang perlu ditunjukkan? Kalau bicara soal audit investigasi itu ada di KPK. KPK yang berhak membukanya, itu rahasia. Kami tidak berhak membuka hasil investigasi, jadi kalau KPK tidak membuka, yang menutupi informasi siapa," kata Harry.

Harry menegaskan hasil auditnya bersifat final dan mengikat. Jika kerugian negara itu tidak dibayarkan, maka kerugian negara itu akan tetap tercatat.

"Kita tidak merasa perlu (mengajukan ke pengadilan). Kalau KPK ini sekarang tidak...dan tetap akan berlaku (audit BPK). Karena sudah ada kok, kerugian negara itu sudah final dan binding. Sepanjang tidak dibenahi, tidak dibayarkan, kerugian negaranya akan tetap ada," ujarnya. (dtc)

BACA JUGA: