JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mengungkit kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Komisi III berencana mempertemukan kembali KPK dan BPK setelah lebaran nanti untuk membahas kasus Sumber Waras.

Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan, pertemuan antara kedua lembaga itu digelar karena belum ada kesimpulan yang sama antara KPK dan BPK terkait hasil audit pembelian lahan Sumber Waras. Pihak KPK menyatakan, dalam kasus tersebut tidak ada kerugian negara. Sementara BPK tegas menyatakan Pemprov DKI melakukan pelanggaran.

Karena itulah, kata Bamsoet, pihaknya akan mempertemukan kembali kedua lembaga itu untuk menjernihkan masalah. "Ya sudah nanti sebaiknya mereka bertemu nanti komisi III usai liburan hari raya ini kita akan panggil lagi. Undang lagi BPK dan KPK untuk menjernihkan ini karena tidak boleh berlama-lama silang pendapat ini karena yang rusak adalah dua lembaga itu sendiri," kata Bambang Soesatyo di Kantor KPK di Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (27/6).

Komisi III sendiri, kata Bamsoet, masih berpegang pada kesimpulan terakhir panitia kerja (panja) penegakan hukum yang dipimpin oleh politisi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa. Ketika itu BPK sudah memaparkan adanya perbuatan melawan hukum dari Pemprov DKI Jakarta.

Atas hasil ini, Komisi III juga akan menyerahkan kepada KPK dan BPK. Namun Bamsoet mengaharapkan kedua lembaga tetap saling jaga wibawa. "Sehingga tinggal kami akan serahkan ke KPK dan BPK agar berkoordinasi. Tapi yang terpenting kami berharap dua lembaga ini masing-masing menjaga kewibawaannya. BPK menjaga kewibawaannya, KPK menjaga kewibawaannya," kata politisi Golkar ini.

Dari pertemuan nanti, Bamsoet berharap kasus Sumber Waras ini menemui titik terang. "Ya kita lihat saja apakah betul-betul ada perbuatan melawan hukum atau tidak di Sumber Waras. Mudah-mudahan semua bisa terbuka sehingga kewibawaan KPK bisa terjaga, kewibaan BPK bisa terjaga," kata Bamsoet.

Selain mempertemukan kedua lembaga negara itu, Komisi III DPR juga akan membentuk panitia khusus kasus Sumber Waras. Bamsoet mengaku sudah mendengar bahwa pihak Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI akan membentuk pansus tersebut. "Kami juga mendengar tadi Bamus bahwa sudah memutuskan untuk membuat Pansus daripada kasus Sumber Waras. Tapi itu prosesnya mungkin baru selesai lebaran nanti ditindaklanjuti," imbuhnya.

Mengenai apa yang akan dicari oleh pansus, Bamsoet sendiri mengaku belum mengetahuinya. Dirinya sebagai pimpinan Komisi III pun belum mendapatkan penugasan. "Saya belum tahu. Saya baru mendengar informasi dari Bamus tadi menyatakan akan buat Pansus Sumber Waras. Tapi pimpinan dewan, kami sendiri belum mendapatkan penugasan," kata politisi Partai Golkar ini.

Bamsoet menambahkan, pansus tersebut nantinya akan diikuti oleh minimal dua komisi, yaitu Komisi III dan Komisi XI. Alasannya, karena BPK merupakan mitra kerja Komisi XI sementara KPK mitra kerja Komisi III.

Dalam kasus ini, Bamsoet bilang dirinya belum dapat menyimpulkan dimana titik yang membuat kesimpulan KPK dan BPK berbeda. Tapi secara implisit dia mengharapkan ada perubahan kesimpulan dari KPK yang menyatakan tidak ada kesalahan dalam pembelian lahan Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta.

"Ya (terhadap) dua-duanya, kita tidak bisa menyimpulkan apakah KPK yang salah, apakah BPK yang salah. Kita juga belum melihat. Tapi yang pasti, BPK tetap menyatakan ada kerugian negara. Sedangkan KPK sampai saat ini belum menemukan adanya perbuatan melawan hukum. Belum loh. Atau satu-dua hari ke depan. Atau satu hari nanti ada kemungkinan berubah," kata Bamsoet.

Pada saat audiensi nanti, Bamsoet mengatakan akan membahas lagi perbedaan kesimpulan yang didasarkan pada fakta-fakta hukum. "Ya itu nanti kita gelar bersama. Tapi intinya adalah kita ingin dua lembaga ini wibawanya tetap kita jaga," ujarnya.

KERUGIAN NEGARA - Sikap BPK dalam kasus ini memang tak berubah. BPK menegaskan, dari hasil audit dan audit investigasi yang dilakukan, ada temuan kerugian negara sebesar Rp191 miliar. Karena itu, Ketua BPK Harry Azhar Azis tetap meminta pihak Pemprov DKI Jakarta menindaklanjuti rekomendasi BPK terkait hasil audit pembelian RS Sumber Waras.

"Itu urusan detail antara pemerintah dengan ... Tapi surat kita tidak ke Sumber Waras, surat kita ke Pemprov DKI, terserah Pemprov bagaimana," kata Harry di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (23/6).

Hal itu disampaikan Harry saat ditanya wartawan tentang siapa yang seharusnya membayar kerugian keuangan negara yang disebut dalam audit BPK tersebut. Harry mengatakan bahwa Pemprov DKI harus menindaklanjuti hal tersebut lantaran laporan audit itu akan selalu ada setiap tahun apabila tidak ditindaklanjuti.

"Kita memandang Pemprov secara keseluruhan. Pemprov ini baru saja menindaklanjuti maka tahun berikutnya akan tetap ada, tahun berikutnya akan ada lagi dan akan menjadi temuan-temuan terus menerus karena temuan BPK tidak punya batas waktu," ucapnya.

Namun demikian, sebelumnya perwakilan BPK, I Nyoman Wara, menyatakan pihak yang harus mengembalikan uang Rp191 miliar terkait pembelian lahan RS Sumber Waras bukanlah pihak Pemprov DKI. "Dari tempat mana itu dibayarkan (pihak RS Sumber Waras) kan mestinya begitu. Mesti ditindaklanjuti, tindaklanjut kan waktu itu Ketua BPK sudah menjelaskan kan apa rekomendasinya," ujar Staf Ahli Bidang Pemeriksaan Investigasi BPK, I Nyoman Wara di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (23/6).

Nyoman menjelaskan, Pemprov DKI dalam hal ini sudah menyerahkan uang Rp191 miliar ke pihak Sumber Waras jadi tidak mungkin pihak Pemprov yang harus mengembalikan uang tersebut. "Kalau Pemprov (DKI) yang mengembalikan jeruk makan jeruk dong, uangnya nantinya kembali kan ke Pemprov. Makanya sekali lagi baca Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kemarin, LHP Pemprov DKI 2014," imbuh Nyoman

Hal yang disampaikan Nyoman ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Sekda DKI Saifullah. "Kalau rekomendasi BPK itukan sudah jelas. Tapi kalau urusan kembali mengembalikan bukan urusan Pemprov lagi, tapi itu harus dikembalikan atau tidak nanti tanya BPK dulu," ujar Saifullah.

Soal pengembalian duit kerugian negara itu, pihak RS Sumber Waras mengatakan belum menerima surat dari BPK. "Kami belum dapat surat dari BPK. Kami juga belum dengar," kata Direktur Sumber Waras Abraham, Kamis (23/6).

Abraham menegaskan, belum ada pendapat yang dia bisa berikan terkait pernyataan BPK itu. "Maaf saya sedang rapat," jelas dia lagi.

AHOK NGOTOT TAK ADA KERUGIAN NEGARA - Meski BPK berkesimpulan ada kerugian negara dalam pembelian lahan RS Sumber Waras, namun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menegaskan, tidak ada kerugian negara akibat transaksi itu. "Enggak ada kerugian," tegas Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (24/6).

Ahok menyatakan pihaknya sudah membuat Surat Keputusan Gubernur yang ditujukan kepada jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menindaklanjuti audit dan rekomendasi BPK. Hasil tindak lanjut itu adalah tak ada kerugian negara dalam pembelian lahan RS Sumber Waras.

"Lalu SKPD sudah menjawab ke BPK. Menjawab tindak lanjutnya apa. Ya jawabnya tidak bisa dikembalikan (Rp 191 miliar itu, karena bukan kerugian negara)," kata Ahok.

Sebelumnya Ahok juga menegaskan tak mau menindaklanjuti dan melaksanakan rekomendasi BPK soal pengembalian kerugian negara itu. Ahok menilai hasil kerja BPK itu sudah terbukti ´tak berbuah´. "Makanya kalau enggak ada kerugian negara, mau dikembalikan bagaimana coba?" kata Ahok.

Lagi pula, kata Ahok, BPK juga tak membuat permintaan secara tertulis kepada pihaknya. Secara lisan, BPK juga menyatakan ada indikasi kerugian negara. Istilah ´indikasi´ ini bukan berarti sudah pasti benar-benar ada kerugian negara. "Itu mintanya tertulis enggak? Dia kan bilang indikasi, indikasi mesti tindak lanjut," kata Ahok.

Terkait sikap Ahok, Ketua BPK Harry Azhar Azis menyerahkan sepenuhnya hal tersebut kepada Pemprov DKI Jakarta. "Tapi surat kita tidak ke Sumber Waras, surat kita ke Pemprov DKI. Terserah Pemprov bagaimana. Kita tidak memandang Ahok, kita memandang Pemprov secara keseluruhan. Pemprov ini baru saja menindaklanjuti, maka tahun berikutnya akan tetap ada, tahun berikutnya akan ada lagi dan akan menjadi temuan-temuan terus menerus karena temuan BPK tidak punya batas waktu," kata Harry.

Harry menyebut bahwa BPK dan KPK telah sepakat dan saling menghormati kewenangan masing-masing terkait hal tersebut. KPK memang telah menyatakan bahwa tidak ada unsur tindak pidana yang ditemukan dalam hasil audit BPK tersebut, tetapi belum menghentikan proses penyelidikan perkara tersebut.

"Kita saling menghormati kewenangan masing-masing. Jadi dari dua laporan, laporan audit keuangan itu domain full BPK itu tiap tahun kita audit penyelenggara negara dari pusat sampai daerah. Itu yang kita kasih WTP sampai diclaimer, itu domain full dan mutlak dari BPK, tidak ada. Investigasi posisi kita cuma semacam supporting, yang pemegang keputusannya bukan kita, tapi lembaga penegak hukum seperti KPK. Pidananya akan ditindaklanjuti KPK, bukan kita," kata Harry. (dtc)

BACA JUGA: