JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hubungan antara Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi tegang gara-gara beda tafsir soal hasil audit pembelian lahan RS Sumber Waras. Hari ini, Senin (20/6) kedua lembaga itu bertemu untuk mencairkan suasana sekaligus membahas masalah tersebut.

Pertemuan itu dihelat di kantor BPK, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta. Pimpinan KPK yang terdiri dari Ketua Agus Rahardjo, Wakil Saut Situmarong, Laode Muhammad Syarif dan Basaria Pandjaitan, hadir pukul 13.00. Mereka langsung melakukan rapat tertutup dengan pimpinan BPK.

Usai pertemuan itu, Ketua KPK Agus Rahardjo menggelar konferensi pers di Media Center BPK. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Laode Muhammad Syarif, Basaria Pandjaitan dan Ketua BPK Harry Azhar Aziz turut mendampingi. "Ini inisiatif dari KPK. Ini adalah konklusi dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya," kata Agus kepada para wartawan.

BPK sebelumnya menyebut laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2014 mendapatkan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP). Salah satu indikasinya, yaitu pengadaan lahan RS Sumber Waras di Jakarta Barat yang dinilai tidak melewati proses pengadaan memadai, sehingga BPK mencatat pembelian lahan merugikan keuangan negara senilai Rp 191 miliar.

KPK pun turun tangan dalam perkara ini dengan meminta BPK mengadakan audit investigasi. Hasil audit investigasi telah diserahkan kepada KPK pada Desember 2015. KPK menyebut hasilnya tidak ada perbuatan hukum. Meski demikian, KPK mengatakan bahwa penyelidikan kasus itu belum dihentikan.

Untuk menindaklanjutinya, KPK berencana untuk mempertemukan penyelidiknya dengan auditor BPK. Atas dasar itulah, pertemuan antara KPK-BPK dilangsungkan.

Agus Rahardjo mengatakan, dari pertemuan itu, ada lima kesepakatan yang dihasilkan. Pertama, kedua lembaga menghormati kewenangan masing-masing. Kedua, BPK-KPK menegaskan, kedua lembaga telah melaksanakan kewenangannya masing-masing.

Ketiga, KPK menyatakan bahwa sampai dengan saat ini belum ditemukan perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi, sehingga belum membawa permasalahan Rumah Sakit Sumber Waras ke ranah penyidikan Tipikor. "KPK tidak menegasikan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi yang telah disampaikan BPK kepada KPK," kata Agus Rahardjo.

Keempat, BPK menyatakan, telah terjadi penyimpangan dalam permasalahan Rumah Sakit Sumber Waras, sehingga berdasarkan amanat UUD 1945, Pasal 23 E Ayat (3), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap harus menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 yang telah diterbitkan oleh BPK.

Kelima, BPK dan KPK akan saling bersinergi untuk melaksanakan tugas pokoknya dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. "Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Adil, melindungi bangsa ini dan selalu memberikan kebaikan pada kita semua," kata Agus Rahardjo.

Dalam kesempatan itu, Agus juga menerangkan adanya perbedaan pendapat antara KPK dan BPK mengenai ada tidaknya unsur perbuatan melawan hukum di dalam kasus RS Sumber Waras. Perbedaan pandangan itu ada dalam peraturan perundangan yang digunakan kedua belah pihak.

KPK menggunakan Perpres No 40 Tahun 2014 dan juga Surat Peraturan Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2012. Perpres No 40 Tahun 2014 itu merupakan Pepres yang menggantikan Pepres no 71 Tahun 2012. Aturan tersebut mengatur mengenai pengadaan tanah demi kepentingan umum.

KPK menyatakan perbedaan pokok dengan BPK terletak pada peraturan ini. "Poin yang pokok, perbedaan penggunaan aturan. Perpres Nomor 40 Tahun 2014 itu sebetulnya banyak yang disampaikan di laporan BPK menjadi gugur, itu coba didalami pada waktu auditor BPK ketemu penyelidik kami," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Rabu (15/6) lalu.

Dengan menggunakan Perpres itu disebutkan adanya perubahan mekanisme mengenai pembelian tanah oleh instansi lembaga. Ketentuan itu mengenai adanya tahapan perencanaan untuk pembelian lahan di bawah 5 hektare.

"Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari lima hektare, dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak," demikian bunyi Pasal 121 dalam Pepres tersebut.

Lahan RS Sumber Waras yang dibeli Pemprov DKI sendiri seluas 3,6 hektare. Ditanya wartawan mengenai perbedaan penggunaan peraturan tersebut, Agus mengatakan tim penyelidik KPK dan auditor BPK akan berdiskusi lebih lanjut. "Mudah-mudahan dengan pendalaman itu nanti kita sudah lihat lagi memang," ujar Agus.

SUDAH FINAL - Meski kedua lembaga sudah menghasilkan lima kesepakatan, Ketua BPK Harry Azhar tetap menegaskan, hasil audit pembelian lahan RS Sumber Waras bersifat final. BPK menegaskan adanya temuan berupa kelebihan bayar sebesar Rp191 miliar yang harus dikembalikan ke negara. BPK tidak akan mengulang audit itu lagi.

"(Audit) sudah final. Saya tegaskan sudah final. Dan di UU apa yang dilakukan BPK tidak ditindaklanjuti berarti melanggar konstitusi," ujar Harry.

Hal itu dikatakan Harry usai menerima aktivis Ratna Sarumpaet, mantan Wagub DKI Prijanto dan puluhan orang dari Aliansi Gerakan Selamatkan Jakarta (AGSJ) di Ruang Arsip Gedung BPK, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (20/6). Harry menegaskan, pihaknya juga tidak akan membuka hasil audit investigasi RS Sumber Waras yang diminta KPK dan telah diserahkan ke pimpinan KPK pada Desember 2015.

Dia mengatakan, BPK tidak berhak membukanya karena bersifat rahasia. "Apa yang perlu ditunjukkan? Kalau bicara soal audit investigasi itu ada di KPK. KPK yang berhak membukanya, itu rahasia. Kami tidak berhak membuka hasil investigasi, jadi kalau KPK tidak membuka, yang menutupi informasi siapa," katanya.

Dalam pertemuan itu, Prijanto meminta BPK bersama KPK dan Komisi III DPR mengecek ke lapangan untuk uji hak guna bangunan (HGB) Sumber Waras. BPK, KPK dan Komisi III DPR diminta untuk membawa petugas BPN untuk mengetahui batas-batas pembelian lahan tersebut.

Menanggapi ini, Harry mengatakan saat ini yang menguji kasus ini seharusnya pengadilan. Sebab pengadilan merupakan lembaga yang memegang kebenaran. "Lembaga yang megang kebenaran itu kan pengadilan, silakan datang ke pengadilan," katanya.

Harry siap bila nantinya pengadilan menyatakan BPK bohong maka dia akan menerima akibatnya. Begitu juga dengan KPK apabila berbohong maka akan menerima akibatnya. "Sekarang pemegang kata kebenarannya itu siapa? Pengadilan tidak ada yang lain, tidak ada orang per orang. Tidak siapa pun, tidak presiden pun. Pengadilan yang mengatakan benar," ujar Harry.

Meski begitu, Harry menegaskan, tidak akan membawa kasus ini ke pengadilan karena hasil auditnya bersifat final dan mengikat. Jika kerugian negara itu tidak dibayarkan, maka kerugian negara itu akan tetap tercatat.

"Kita tidak merasa perlu (mengajukan ke pengadilan). Kalau KPK ini sekarang tidak, dan tetap akan berlaku (audit BPK). Karena sudah ada kok, kerugian negara itu sudah final dan binding. Sepanjang tidak dibenahi, tidak dibayarkan, kerugian negaranya akan tetap ada," bebernya.

Dia juga menegaskan rekomendasi BPK atas hasil audit terhadap kasus Sumber Waras berlaku selamanya. "Rekomendasi BPK itu berlaku sampai kiamat. Jadi kalau nggak ditindaklanjuti Pemprov DKI sekarang ya harus ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI selanjutnya karena akan tetap indikasinya," ujar Harry.

Menurut Harry, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan tahun 2014 yang sudah dilaporkan ke DPRD DKI pada Juni 2015. Pada Agustus 2015 atas permintaan KPK, BPK diminta untuk melakukan audit investigasi terhadap kasus RS Sumber Waras dan hasilnya telah diserahkan pada pimpinan KPK pada 7 Desember 2015.

"Di dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) di dalamnya ada keterangan bahwa ada indikasi kerugian negara Rp191 miliar dan meminta, merekomendasikan, kepada Pemerintah DKI membatalkannya atau mengembalikan kerugian negara itu," tutur Harry.

Harry menegaskan, pihaknya bukan aparat penegak hukum. BPK juga tidak bisa mentersangkakan siapa pun di negara ini. Namun, dia mengingatkan, undang-undang memberikan BPK kewenangan untuk menegakkan hukum administrasi negara.

Jika ada kesalahan pengelolaan tata keuangan negara maka BPK diminta untuk menegakkan. UU juga memberikan kewenangan sampai kapan pun kerugian negara yang tidak dikembalikan kepada negara maka akan terakumulasi. "Kalau hasil pemeriksaan kami tidak ditindaklanjuti berarti ada pelanggaran konstitusi. Kami bekerja secara profesional, ada 6.000 pegawai kami," ucap Harry.

DUKUNG BPK - Sementara itu, para aktivis AGSJ yang dipimpin Ratna Sarumpaet dan Prijanto dalam pertemuan dengan Ketua BPK itu menegaskan dukungannya kepada lembaga auditor negara tersebut. Ratna mengatakan, kasus Sumber Waras tak boleh dihentikan.

"Aku menyarankan jangan berhenti. Jangan gara-gara Agus (Ketua KPK Agus Rahardjo) ngomong itu jadi pembenaran. Gerakan kita dalam dua hari yang akan datang mau bedah kasus dengan Prof Romli (Romli Atmasasmita)," ujar Ratna.

BPK dalam hasil audit keuangan Pemprov DKI tahun 2014-2015 menyebut ada kerugian negara Rp191 miliar dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras. Setelah menerima laporan dari masyarakat, KPK kemudian meminta BPK melakukan audit investigasi.

Hasil audit investigasi diberikan BPK ke KPK pada Desember 2015. Pada Juni 2016, KPK mengumumkan bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum dari pembelian tanah itu.

Ratna Sarumpaet menduga KPK dan BPK sedang diadu domba karena memiliki sikap bertolak belakang. "Bagaimana caranya jangan berhenti di statement-nya Agus. Agus bukan maha benar. Ada dua lembaga penting yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi sedang diadu domba. Dua-duanya lembaga negara, yang satu ad hoc yang satu berdasar UU," tuturnya.

Sementara itu, Prijanto mengatakan sebaiknya BPK, KPK dan Komisi III DPR mengecek langsung ke lapangan terkait lahan Sumber Waras yang dibeli Pemprov DKI Jakarta. "Biar ketahuan batas-batasnya," kata Prijanto yang mengenakan baju putih ini.

"Secara pribadi setelah saya pelajari, faktanya porsi BPK mengatakan ada indikasi kerugian negara adalah benar. Itu yang harus kita pertahankan," kata pensiunan jenderal TNI yang pernah menjadi wagub di masa gubernur Fauzi Bowo ini. (dtc)

BACA JUGA: