JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Hendro Puspito, mengandaskan gugatan Decky Kayame, calon Bupati Nabire, yang kalah dalam pemilihan Kepala Daerah serentak yang dilakukan pada 9 Desember 2015 lalu pada tahap pemeriksaan persiapan (administrasi) alias proses dismissal.

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima. Menurut hakim, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tidak berwenang untuk memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara Nomor 108/G/2016/ PTUN JAKARTA karena pokok gugatan tidak termasuk dalam kewenangan absolut PTUN.

Decky menggugat SK Menteri Dalam Negeri Nomor 131.91-818 tahun 2016 tentang pengangkatan Bupati Nabire Provinsi Papua dan SK Mendagri Nomor 132.91-819 tahun 2016 tentang pengangkatan Wakil Bupati Nabire.

Kuasa hukum Decky, Jou Hasiym, menyatakan penerbitan SK Mendagri mengangkat Bupati dan Wakil Bupati dinilainya tidak tepat. Menurut Jou, Mendagri mengetahui bahwa terdapat kecurangan dalam proses Pilkada sehingga SK Mendagri menjadi cacat hukum.

"Seharusnya hakim berani membuat terobosan hukum untuk menggali perkara itu sehingga bisa mencapai rasa keadilan," kata Jou kepada wartawan di PTUN Jakarta, Jalan Sentra Primer Baru Timur, Pulau Gebang, Selasa (24/5).

Namun, karena hakim mendismissalkan gugatannya, Jou selaku kuasa hukum menyatakan melakukan upaya hukum dengan mengajukan perlawanan. "Kami melawan,"ujarnya.

Dia menjelaskan langkah pengajuan gugatan tersebut, karena ia menduga ada pelanggaran dalam rangkaian pilkada. Dengan alasan itu sangat dimungkinkan Mendagri menunda penerbitan SK pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati.

Sementara itu, Biro Hukum Mendagri yang diwakili Santoso Tuji Utomo menyatakan putusan hakim TUN sudah tepat dengan mendismissal kasus ini. Alasannya jelas karena perkara tersebut bukan menjadi kewenangan hakim PTUN.

"Tepat, TUN tidak berwenang memeriksa perkara ini sehingga hakim mendismissal," ujar Santoso.

Terkait dengan upaya hukum penggugat untuk mengajukan perlawanan atas putusan hakim tersebut, Santoso tak mempermasalahkan. "Silakan saja, itu hak mereka untuk melakukan upaya hukum lainnya," tuturnya.

KLAIM ADA PELANGGARAN DALAM REKAPITULASI - Dalam surat gugatannya, pihak tergugat mengemukakan pelanggaran yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi cacat prosedur. Ada pelanggaran yang dilakukan KPU Kabupaten Nabire dan Bawaslu bersama oknum kepolisian dengan mengambil formulir C1 yang kosong tanpa ditandatangani petugas KPPS untuk kemudian diserahkan kepada KPU Nabire.

Jou juga mengatakan ada, sebelum terbitnya objek gugatan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga sedang memeriksa perkara mengenai pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang sedang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu Nabire sebagai teradu.

Dalam proses pemeriksaan tersebut, terbukti KPU dan Bawaslu melakukan pelanggaran etik yang berakhir dengan penjatuhan sanksi berupa peringatan keras. Hal itu terdapat dalam Keputusan DKPP Nomor 85/DKPP-PKE-V/2016 dan Nomor 86/DKPP-PKE-V/2016 tanggal 4 Mei 2016.

Pengamat hukum tata negara dari Untirta Banten, Firdaus, menyatakan ketetapan hakim PTUN mendismissal perkara tersebut sudah tepat. Menurutnya, bukan lagi wewenang pengadilan TUN.

"Kalau sudah ditetapkan oleh KPU dan setelah melalui proses di MK sudah tidak bisa lagi digugat. TUN kan hanya memeriksa proses administrasinya," ungkap Firdaus. Menurutnya, keputusan Mahkamah Konstitusi itu sifatnya final dan mengikat.

Dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, bila perkara itu disidangkan, akan membuang-buang waktu, tenaga dan biaya.

Perkara-perkara yang dinyatakan tak lolos, misalnya perkara yang sudah jelas bukan kewenangan PTUN atau sudah jelas-jelas terbukti sudah lewat waktu. Pasal 55 UU PTUN memang menyebutkan "Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara".

Perkara-perkara yang lolos dismissal process itu adalah perkara-perkara yang layak untuk disidangkan. Namun, bila ada yang tak terima perkaranya dinyatakan tidak lolos, mereka bisa mengajukan perlawanan. Lalu, majelis hakim akan memutuskan apakah perlawanan diterima atau ditolak. Bila diterima maka gugatan bisa dilanjutkan ke persidangan acara biasa. Namun, bila perlawanan ditolak, penggugat tak memiliki upaya hukum lagi.

BACA JUGA: