JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Keputusan Kejaksaan Agung menerbitkan deponering (pengesampingan perkara) terhadap perkara dua mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, ternyata belum juga berarti menuntaskan kasus hukum keduanya. Sebab penerbitan deponering itu justru berbuntut sejumlah gugatan di pengadilan.

Jika sebelumnya gugatan praperadilan terkait deponering yang dilayangkan dua terpidana korupsi Otto Cornelis Kaligis dan Suryadharma Ali (SDA) kandas di pengadilan, kini kembali muncul gugatan serupa yang dilayangkan sejumlah pengacara yang tergabung dalam Persatuan Pengacara Pengawal Konstitusi.

Para penggugat itu antara lain  Alfons Loemau, Sisno Adiwinoto, Petrus Selestinus, Tommy Apriawan, Fauziah Novita, Serfasius S. Manek, Giovani AT. Sinulingga, dan  Amalia Traitma telah mendaftarkan gugatan dengan Nomor Perkara  256/Pdt.G/2016/PN. JKT Sel. ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (18/4). Penggugat mengajukan gugatan perdata terkait perbuatan melawan hukum oleh Kejaksaan Agung.

Perkara Abraham Samad bermula dari penetapan tersangka dirinya dalam kasus pemalsuan dokumen di Polda  Sulawesi Selatan dan Barat. Sedangkan Bambang ditetapkan tersangka terkait kasus pemberian kesaksian palsu saat sidang sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun penetapan tersangka terhadap keduanya dipersoalkan oleh aktivis antikorupsi dan dituding sebagai serangan terhadap langkah pemberantasan korupsi dan kriminalisasi pimpinan KPK. Sebab penetapan tersangka terhadap keduanya itu berbarengan dengan penetapan tersangka mantan Kepala Lemdikpol Komjen Budi Gunawan yang saat itu tengah dicalonkan oleh Presiden Jokowi menjadi Kapolri.

Atas desakan sejumlah pihak, Kejaksaan Agung kemudian mengambil langkah mengeluarkan keputusan deponering terhadap perkara Samad dan Bambang. Sementara untuk perkara yang melibatkan penyidik KPK Novel Baswedan, Kejaksaan mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Perkara (SKP2). Namun keputusan terhadap dua pimpinan KPK dan penyidiknya itu memicu sejumlah gugatan.  

Namun upaya gugatan praperadilan OC Kaligis dan Suryadharma Ali (SDA) atas keputusan deponering itu kandas.  Majelis hakim menyatakan tidak dapat menerima gugatan tersebut karena persoalan kedudukan hukum atau legal standing para penggugat.

Kini setelah gugatan keduanya kandas muncul kembali gugatan perdata terhadap penerbitan deponering terhadap Bambang dan Samad oleh sekelompok pengacara. Dimana di dalamnya terdapat nama Irjen (Purn) Sisno Adiwinoto yang notabene mantan perwira tinggi Polri.

Sisno adalah mantan Kapolda Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan tempat dimana kasus pemalsuan dokumen Abraham Samad disidik. Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Humas Polri. Sisno selama ini dikenal sebagai salah satu polisi yang bersuara keras kepada KPK saat muncul perseteruan antara polisi dan KPK. Bahkan secara emosional ia pernah menyatakan agar KPK dibubarkan saja.

Alfons Loemau selaku kuasa hukum para penggugat menyatakan kebijakan deponering oleh Jaksa Agung terhadap dua mantan komisioner KPK tidak tepat. Menurutnya alasan demi kepentingan umum yang dipakai Jaksa Agung HM Prasetyo justru memberikan preseden buruk penegakan hukum di Indonesia.

"Kami selaku masyarakat merasa bahwa deponering oleh Kejagung adalah sebuah langkah ilegal karena kami tidak memahami demi kepentingan umum mana yang yang menjadi pertimbangan Jaksa Agung," ujar Alfons saat ditemui usai mendaftarkan gugatan di PN Jakarta Selatan di Jl Ampera, Senin (18/4).

Keputusan Jaksa Agung mengesampingkan perkara dua mantan komisioner KPK tersebut, menurut Alfons, merupakan perlakuan yang tidak adil bagi masyarakat. Seharusnya semua warga negara dipandang sama di mata hukum atau equality before the law. Bahkan dia mengkhawatirkan alasan kepentingan umum yang menjadi dasar Jaksa Agung,  sebagai tindakan yang mendiskreditkan peran aparat penegak hukum yang lain. "Kalau semua orang bilang ini kepentingan umum, mau dibawa ke mana negara ini?" ujarnya.

Menurut Alfons, deponering sama artinya dengan memperkecil profesionalitas penyidik maupun Kejaksaan itu sendiri. Kegiatan penyidikan yang sekian bulan dan memakan uang negara dari pajak rakyat diabaikan. "Sudah di-P21 siap dituntut tahu-tahunya dihentikan," ujarnya.

Karena tindakan itu, Alfons menuding, Kajaksaan Agung sudah melakukan perbuatan melawan hukum dan melakukan penyalahgunaan wewenang. "Ini abuse of power terhadap jabatan yang diamanatkan kepadanya. Ini kita ajukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh pejabat negara (Kejagung). Itu melanggar Pasal 365 KUHPerdata," tandas Alfons.

Hanya saja hingga berita ini diturunkan pihak Kejaksaan Agung yang ingin dimintai tanggapannya terkait gugatan perdata yang diajukan Persatuan Pengacara Pengawal Konstitusi belum bisa dikonfirmasi. Kapuspenkum Kejaksaan Agung Amir Yanto yang dihubungi melalui telepon tak merespons panggilan.   


TANTANG BAMBANG - Sementara itu pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir menilai keputusan Jaksa Agung mengesampingkan perkara Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) tidak tepat. Pasalnya, berkas AS dan BW itu sudah lengkap sehingga tidak ada alasan bagi jaksa untuk mengeluarkan deponering.

"Alasannya apa men-deponering Abraham Samad dan Bambang Widjojanto? Saya rasa itu tidak logis. Karena dari segi fakta itu sudah terpenuhi," ujar Mudzakkir kepada gresnews.com.

Pengajar UII ini mengatakan alasan deponering yang dipakai Jaksa Agung seharusnya bisa dilakukan pada perkara yang luar biasa. "Tidak termasuk dalam kepentingan umum. Itu hanya bisa dipakai untuk kepentingan yang luar biasa, mungkin tepatnya seperti kasus Pak Harto," ujarnya.

Terkait dengan kasus Bambang Widjojanto, Mudzakkir menantang Bambang untuk melaporkan sendiri penerbitan deponering-nya ke pengadilan.

"Seharusnya Bambang Widjojanto yang mendaftarkan sendiri. Itu lebih gentle, jangan orang lain," tukas Mudzakkir.

Mudzakkir menilai jika digugat dari pihak lain, akan menjadi pertanyaan bagi masyarakat. Bisa saja masyarakat menilai bahwa BW memang bersalah. Hal itu sangat beralasan karena berkas dua mantan komisioner tersebut sudah lengkap dan siap diajukan ke pengadilan. Sehingga dengan kebijakan deponering ini membuktikan dia bersalah karena ada tindak pidana, namun tidak diperiksa dan tidak dilanjutkan ke pengadilan.

"Kalau begitu, masyarakat menilai dia bersalah. Ini bisa jadi sarana bagi BW membuktikan bahwa dia bersih seperti yang selalu diungkapkannya," ujarnya.

BACA JUGA: