JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktur Utama PT Comradindo Lintasnusa Perkasa (PT CLP) Tri Wiyasa‎ lepas dari status tersangka setelah Pengadilan Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan penetapan tersangkanya awal Maret 2016. Namun Kejaksaan Agung tidak berdiam diri dan dengan segera menyiapkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru penetapan tersangka untuk Tri Wiyasa.

Tri Wiyasa merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan T-Tower milik BJB ‎di Jalan Gatot Subroto Kavling 93 Jakarta. Tiga tahun menyandang status tersangka dan masuk daftar buronan. Selain Tri, mantan Kadiv Umum BJB Wawan Indrawan juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun Pengadilan Tipikor Bandung memutus tidak bersalah dan divonis bebas dari segala tuntutan. Jaksa masih melakukan kasasi atas vonis bebas Wawan.

"Ya, akan diterbitkan sprindik baru, karena kan statusnya sudah nggak tersangka karena putusan praperadilan," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (30/3).

Mantan Kajati Jawa Timur ini menjelaskan hingga saat ini tim penyidik tengah mengkaji secara keseluruhan putusan praperadilan yang mengabulkan suluruh gugatan Tri Wiyasa, mulai dari penetapan tersangka dan penyidikan. Tim jaksa mengkaji putusan tersebut untuk menentukan langkah hukum atas Tri. Tim jaksa penuntut umum (JPU) juga tengah mengkaji langkah hukum kasasi terhadap Wawan Indrawan, mantan Kadiv Umum BJB yang telah divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung.

Sementara itu Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Fadil Zumhana juga menegaskan perkara korupsi pembangunan BJB T-Tower ini tidak akan dihentikan. Jaksa tetap menyeret adik Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Tri Wicaksana ini lantaran memiliki bukti kuat keterlibatan Tri Wiyasa dalam kasus ini. "Tidak ada (SP3), kami masih kaji untuk proses hukum lanjutan," kata Fadil.

Kuasa hukum Tri Wiyasa, Hironimus Dani maupun Erry Ayudhiansyah, hingga saat ini belum menjawab panggilan telepon dari gresnews.com.

MENANG PRAPERADILAN - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Effendi Mukhtar pada Selasa (1/3), mengabulkan seluruhnya permohonan praperadilan Tri Wiyasa. Menurut hakim, penetapan tersangka Tri Wiyasa tidak sah karena perjanjian antara perusahaan pimpinannya dengan BJB belum usai. Hal ini, dinilai hakim, membuat jumlah kerugian negara belum dapat dihitung. Hakim juga memutuskan proses penyidikan pada kasus ini harus dihentikan.

"Kerugian negara adalah bukti esensil dalam tindak pidana korupsi," katanya.

Kuasa hukum Tri Wiyasa, Hironimus Dani dan Erry Ayudhiansyah, saat itu juga tidak bersedia memberikan tanggapan atas kasus yang disangkakan pada kliennya. Keduanya langsung meninggalkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Perkara T-Tower BJB termasuk kasus lama. Kasus ini disidik sejak 2013 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat. Lantaran tak ada perkembangan berarti, kasus ini lalu diambil alih oleh Kejaksaan Agung pada tahun 2014. Kasus ini terus bergulir dengan menyidangkan satu tersangka Wawan Indrawan. Sementara Tri Wiyasa tak pernah tersentuh hingga menang praperadilan.

Dugaan korupsi pembangunan BJB T-Tower bermula ketika ketika BJB berniat membeli 14 dari 27 lantai di T-Tower untuk gedung kantor cabang khusus di Jakarta pada 2006. Lahan ini milik PT Comradindo dan disepakati harga tanah sebesar Rp543,4 miliar.

BJB membayar uang muka Rp217,36 miliar. Sisanya dibayar secara mengangsur sebesar Rp27,17 miliar yang dibayar per bulan selama 1 tahun. Belakangan diketahui tanah yang hendak dipakai untuk pembangunan gedung T-Tower diduga milik perusahaan lain serta adanya dugaan penggelembungan harga tanah. Akibatnya negara diperkirakan mengalami kerugian senilai Rp217 miliar lebih.

BACA JUGA: