JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung agresif membongkar perkara korupsi kelas kakap. Kasus penjualan Cessie milik Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), restitusi pajak PT Mobil-8 dan terakhir kasus kerjasama penggunaan lahan milik negara oleh PT CKBI dan PT Grand Indonesia.

Sayangnya keinginan besar Kejaksaan membongkar korupsi di negeri ini tak tuntas. Sejumlah perkara yang proses hukumnya berkekuatan hukum tidak juga dieksekusi oleh kejaksaan. Saat ini masih ada ratusan terpidana tidak dieksekusi dan triliunan uang pengganti mangkrak. Diantaranya eksekusi uang pengganti perkara PT Indosat Mega Media (IM2) yang harus membayar uang pengganti Rp 1,3 triliun.

Bahkan ada upaya dari Kejaksaan untuk menyesampingkan perkara alias mendeponering kasus IM2 ini seperti yang dilakukan dalam kasus mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto dan Samad. Kendati diperbolehkan secara konstitusi langkah Jaksa Agung tersebut menuai kontroversi. Karena itu banyak pihak juga menggugat langkah Jaksa Agung HM Prasetyo ini. Setidaknya ada 19 kelompok yang mengadukan masalah ini ke Komisi III DPR. Perwakilan aliansi-aliansi itu diterima oleh Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo di ruang rapat Banggar, Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (7/3) kemarin.

Aliansi LSM yang mengadu ke DPR ini mayoritas terkait dengan kepolisian. Mereka menamakan dirinya sebagai Forum Masyarakat Peduli Penegakkan Hukum. Aliansi yang tergabung dalam beberapa kelompok ini di antaranya Ikatan Sarjana dan Profesi Kepolisian (ISPPI), Indonesia Police Watch (IPW), Keluarga Besar Putra-putri Polri (KBPPP). Kemudian juga ada Perhimpunan Pengacara Pengawal Konstitusi (PMHI), Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), dan Peduli Kejujuran (PIJAR).

Dalam kasus IM2, Jaksa Agung Mohammad Prasetyo punya alasan tak kunjung mengeksekusi uang pengganti tersebut. Selain menunggu proses Peninjauan Kembali untuk kedua kalinya, Prasetyo beralasan kasus IM2 berkaitan dengan kepentingan masyarakat. "Ini menyangkut kepentingan umum juga, kalian kan juga pakai," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, kepentingan umum dalam kasus ini adalah PT IM2 merupakan penyelenggara komunikasi seluler dan internet yang banyak pelanggannya dan dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kendati demikian, dia tidak menjelaskan kapan menerbitkan surat untuk tidak mengeksekusi perintah pengadilan dengan alasan untuk kepentingan umum.

Kasus ini sendiri telah berkekuatan hukum tetap setelah majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) menolak PK yang diajukan oleh terpidana mantan Direktur Utama (Dirut) PT IM2, Indar Atmanto. Dan Indar sendiri telah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. Sejatinya, kejaksaan tidak memiliki alasan untuk tidak melaksanakan putusan MA.

Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Ahyar Salmi mengatakan alasan kejaksaan salah kaprah. Ketika perkara telah berkekuatan hukum tetap, jaksa selaku eksekutor wajib melaksanakannya.

"Harus segera dieksekusi putusan MA-nya," kata Ahyar kepada gresnews.com, Rabu (9/3).

TUMPUL DIAKHIR - Panas di awal namun tumpul di akhir. Begitu pandangan publik atas penanganan perkara korupsi. Tapi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) menampiknya. Menurutnya kerja kejaksaan mengusut perkara korupsi hingga tuntas.

"Itu pikiran wartawan saja, bukan persepsi publik. Kita yakin semua perkara dituntaskan," kata mantan Kajati Jawa Timur ini.

Berdasar informasi dari Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, hingga akhir 2015 sebanyak 338 orang terpidana kasus korupsi belum dieksekusi ke penjara. Kejaksaan juga belum menyita triliunan rupiah dari tangan para koruptor.

Amir merinci jumlah terpidana yang belum berhasil dieksekusi yakni Aceh 11 orang, Sumatera Utara 3 orang, Riau 2 orang, Kepulauan Riau 6 orang, Sumatera Barat 10 orang, Bengkulu 8 orang, Jambi 5 orang, Bangka Belitung 1 orang, Lampung 28 orang, Sumatera Selatan 11 orang.

Lainnya, Banten 11 orang, DKI Jakarta 19 orang, Jawa Barat 9 orang, Jawa Tengah 17 orang, DI Yogyakarta 1 orang, Jawa Timur 47 orang, Kalimantan Barat 16 orang, Kalimantan Tengah 3 orang, Kalimantan Selatan 16 orang, Kalimatan Timur 28 orang, Sulawesi Utara 4 orang, Gorontalo 1 orang, Sulawesi Tengah 18 orang, Sulawesi Utara 6 orang, Sulawesi Selatan 6 orang, Bali 1 orang, Nusa Tenggara Barat 8 orang, Nusa Tenggara Timur 14 orang, Maluku 9 orang, Maluku Utara 3 orang dan Papua 16 orang.

"Kemungkinan sekarang sudah berkurang," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapus Penkum) Kejaksaan RI Amir Yanto.

BACA JUGA: