JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tunggakan pengembalian uang pengganti perkara di Kejaksaan Agung jumlahnya terus membengkak. Namun tunggakan yang telah mengendap bertahun-tahun  itu  tak kunjung bisa diselesaikan. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2014 tercatat tunggakan uang pengganti perkara pidana dan perkara perdata yang belum dieksekusi jumlahnya mencapai Rp13,146 triliun.
Bahkan jumlah tersebut bisa terus bertambah karena bertambahnya kasus yang telah berkekuatan hukum, namun uang penggantinya tak kunjung dieksekusi.

Tunggakan uang pengganti Rp13,146 triliun tersebut berasal dari perkara pidana korupsi khusus senilai Rp3,5 triliun dan bidang perdata Rp9,6 triliun. Kejaksaan Agung menyatakan mulai menginventarisir kasus uang pengganti yang belum berhasil dieksekusi. "Kita evaluasi tunggakan-tunggakan eksekusi uang pengganti yang belum dieksekusi, kita panggil Kajati dan Kajari se-DKI untuk mengurai masalah ini," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Kejaksaan Agung, Selasa (21/6).

Kemarin Arminsyah telah mengumpulkan Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Kajari se DKI Jakarta, untuk mengetahui kendala-kendala eksekusi uang pengganti oleh jaksa eksekutor. Salah satunya kasus di Jakarta Utara, dimana terpidananya telah  buron, namun uang penggantinya  sebesar Rp32 miliar belum dieksekusi.  "Kita ingin semua clear soal uang pengganti," kata Arminsyah.

KASUS IM2 HINGGA SAMADIKUN - Arminsyah mengatakan semua tunggakan uang pengganti yang belum dieksekusi tengah dikaji. Namun Arminsyah enggan membeberkan berapa jumlah tunggakan uang  pengganti yang belum bisa dieksekusi. Armin mengatakan, penyelesaian uang pengganti masih difokuskan di wilayah hukum DKI Jakarta.

Namun diperkirakan jumlah kasus korupsi yang uang penggantinya belum dieksekusi nilainya cukup besar. Kasus korupsi PT Indosat Mega Media (IM2) dengan uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun hingga saat ini belum dieksekusi. Belum dieksekusi uang pengganti dalam perkara itu, karena terpidana mantan Dirur PT IM2 Indar Atmanto mengajukan Peninjauan Kembali kedua.

Kemudian uang pengganti untuk kasus bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia sebesar Rp100 miliar. Kejari Jakarta Selatan juga hanya mengeksekusi Rp1 miliar. Sementara sisanya belum juga dieksekusi.

Selain itu juga ada tunggakan uang pengganti senilai Rp4 triliun dari kasus BLBI Sjamsul Nursalim  yang juga belum tertagih. Tunggakan uang pengganti juga terdapat pada obligor BLBI lainnya seperti David Nusa Wijaya sebesar Rp1,3 triliun, setelah  pemilik Bank Servitia ini dinyatakan terpidana  pada tahun 1998-1999.

Terbaru, uang pengganti terpidana BLBI Bank Modern Samadikun Hartono. Samadikun baru mencicil sebesar Rp21 miliar dari total uang pengganti yang harus dibayarkan sebesar Rp169 miliar. "Kita ingin segera semua tunggakan uang pengganti diselesaikan," tegas Arminsyah.

DIPERTANYAKAN - Besarnya tunggakan uang pengganti yang belum eksekusi dinilai penggiat antikorupsi sebagai bentuk ketidakseriusan penegak hukum, mengembalikan kerugian negara. Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan, tak tertagihnya uang pengganti karena diduga ada  permainan antara oknum jaksa dan terpidana.

"Bisa saja dalam prosesnya ada negosiasi," kata Emerson beberapa waktu lalu.

Padahal berdasarkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 4 Tahun 1988 tentang Eksekusi Uang Pengganti, Kejaksaan bisa tegas terhadap koruptor. SEMA ini mengatur apabila dalam pelaksanaan eksekusi pembayaran uang pengganti jumlah barang yang dimiliki terpidana tidak mencukupi, harus diajukan gugatan perdata ke pengadilan. Namun SEMA ini nyaris tak pernah digunakan. Banyak koruptor yang belum membayar uang pengganti,  namun tidak ada pengajuan gugatan perdata oleh Kejaksaan.

BACA JUGA: